Mohon tunggu...
Politik

Pak Kapolri, Ahok Belum Tentu Bersalah, Tapi Berlaku Adillah

7 November 2016   14:49 Diperbarui: 7 November 2016   15:11 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(perbandingan penanganan kasus dugaan penodaan agama antara Ahok dan Rusgiani)

Saya baru saja melihat video wawancara Pak Kapolri mengenai kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Ahok, terus terang saya terkejut dengan pernyataan2 Pak Kapolri, yang menimbulkan kesan seperti membela Ahok. Akan tetapi saya berusaha berprasangka baik kepada beliau, mungkin beliau khilaf karena berada dalam tekanan, mengingat kasus ini sangat mendapat sorotan dari masyarakat. Sebagai seorang Kapolri tentunya beliau paham prinsip equality before the law, semua orang harus diperlakukan sama dimata hukum, termasuk seorang Gubernur yang dikenal dekat dengan penguasa.

Untuk menilai apakah kasus Ahok mendapat perlakuan hukum yang adil atau tidak, kebetulan ada kasus sejenis yang belum lama ini terjadi, yaitu kasus Rusgiani, seorang ibu rumah tangga yang diputus bersalah oleh PN Denpasar karena ucapannya yang dianggap menyinggung Umat Hindu. Kasus ini mempunyai beberapa kemiripan dengan kasus Ahok, oleh karena itu tentunya kita berharap kasus Ahok mendapat perlakuan hukum yang setara dari penegak hukum.

Berikut beberapa point penting yang saya ambil dari putusan PN Denpasar yang telah berkekuatan hukum tetap, selengkapnya dapat di download di sini  

Sama dengan Ahok, Rusgiani diduga melanggar pasal 156 a KUHP mengenai penistaan agama yang disebabkan oleh ucapannya.

Terhadap Rusgiani dilakukan penahanan setelah kasus dilimpahkan ke Penuntut Umum dalam jangka waktu kurang lebih 5 bulan setelah perbuatan dilakukan

Ada dua versi kata2 yang diucapkan oleh Rusgiani, versi Rusgiani sendiri dan versi saksi2 pelapor, beda dengan kasus Ahok, tidak ada rekaman videonya, oleh karena itu tidak dapat dibuktikan secara pasti versi mana yang benar.

Dari dua versi yang ada tentunya terdapat perbedaan interpretasi arti ucapan yang sangat signifikan antara versi Rusgiani dan versi Saksi yang mendengar ucapan tersebut. Berikut saya copy paste kedua versi ucapan tersebut dari putusan pengadilan PN Denpasar: versi saksi yang mendengar “Tuhan tidak bisa datang ke rumah ini karena ada canang dan canang itu jijik dan kotor” sementara versi terdakwa “Menurut keyakinan saya bahwa canang adalah kenajisan bagi Tuhan sehingga menghambat kehadiran Tuhan untuk datang dan itu adalah suatu kejijikan bagi Tuhan”.

Rusgiani diputuskan bersalah melanggar pasal 156 a KUHP dengan hanya 3 alat bukti yang diajukan penuntut umum, yaitu 2 saksi yang mendengar ucapan Rusgiani, dan satu saksi ahli dari PHDI (Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia), PHDI ini mungkin untuk kasus Ahok setara dengan MUI.

Salah satu pertimbangan hakim ketika melakukan vonis atas kasus tersebut yang saya anggap sangat relevan dengan kasus Ahok adalah sebagai berikut (saya copy paste lagi): “Menimbang, bahwa menurut keterangan saksi I Nyoman Kenak selaku Ketua PHDI (Persatuan Hindu Dharma Indonesia) Cabang Denpasar dan juga merangkap Sekretaris PHDI Bali, dimana menurut saksi baik itu kata-kata yang diucapkan oleh terdakwa versi saksi Ni Nengah Suliati maupun kata-kata yang diucapkan oleh terdakwa versi terdakwa sendiri adalah tetap perkataan tersebut dapat menyinggung perasaan Umat Hindu dan dapat mengganggu keharmonisan atau kerukunan antar umat beragama dan menurut saksi perbuatan Terdakwa tersebut telah menodai Agama Hindu”. 

Pertimbangan yang saya copy paste tersebut masuk kedalam bagian “Unsur mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu Agama yang dianut di Indonesia” dari pertimbangan hakim dalam putusan PN Denpasar.

Melihat beberapa point dari putusan kasus Rusgiani yang saya sampaikan tadi tentunya para pembaca setuju dengan pandangan saya bahwa kasus Rusgiani mempunyai banyak kemiripan dengan kasus Ahok, dan dapat dijadikan rujukan (walaupun hasil akhir belum tentu sama) oleh para penegak hukum demi prinsip equality before the law.

Ada beberapa point penting yang relevan dengan kasus Ahok yang seharusnya menjadi perhatian penegak hukum, pada kasus Rusgiani, Polisi, Jaksa, bahkan Hakim cukup mempertimbangkan alat bukti kesaksian dari 2 saksi yang mendengar ucapan Rusgiani, dan 1 orang saksi Ahli dari PHDI (kalau saya tidak salah lembaga ini semacam MUI nya umat Hindu Dharma Indonesia), polisi dan jaksa merasa tidak perlu mencari saksi ahli lain seperti ahli bahasa, ahli pidana, dll untuk melanjutkan kasus ini ke pengadilan, dan ternyata Hakim pun sepakat dengan Polisi dan Jaksa sehingga Rusgiani diputus bersalah. 

Menurut pendapat penulis, kasus dugaan penodaan Agama oleh Ahok ini sudah sangat layak untuk dilanjutkan dan diselesaikan ke Pengadilan, di karenakan alat bukti yang tersedia sudah lebih dari cukup. Pada kasus Ahok alat bukti yang dapat diajukan antara lain: Video rekaman, saksi pendengar, saksi ahli dari MUI, saksi ahli pidana dan lain sebagainya. Untuk diingat domain dari Polisi adalah menyelidiki dan menyidik kasus tersebut untuk diserahkan ke Jaksa yang nantinya akan dibawa ke pengadilan, Polisi tidak memutuskan seseorang bersalah atau tidak biar Hakim yang nanti memutuskan. 

Gelar perkara yang nanti akan dilakukan secara terbuka bukan forum untuk mengadili Ahok, melainkan untuk menentukan apakah kasus ini layak diteruskan ke tahap berikutnya atau tidak, oleh karena itu saya sangat kecewa dan kaget ketika Kapolri menyatakan apabila di Gelar Perkara, ternyata pendapatnya didominasi dengan yang bilang bukan tindak pidana, akan dihentikan kasusnya. Sekali lagi tugas polisi itu ketika ada 2 alat bukti awal yang meyakinkan, maka Polisi berkewajiban untuk meneruskan kasus ini ke proses berikutnya, bukan memutuskan pendapat mana yang dominan dan dianggap benar. 

Tentunya kita juga tidak boleh menghalang2i Ahok untuk melakukan pembelaan dengan mengajukan saksi2 ahli yang dapat membantah tuduhan atas kasus yang menimpanya, akan tetapi biarkan perdebatan tersebut dilakukan di pengadilan. Apabila Polisi atau Jaksa menghentikan kasus ini diluar pengadilan maka akan muncul ketidak adilan dan interpretasi2 yang liar misal: apakah kesaksian MUI tidak layak dijadikan alat bukti ketika dibandingkan dengan PHDI dikasus Rusgiani, begitu juga apakah jutaan umat islam yang tersinggung atas ucapan Ahok tidak layak untuk dimasukkan sekedar menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara seperti yang terjadi pada Umat Hindu yang tersinggung oleh ucapan Rusgiani.

Sekali lagi Ahok belum tentu diputus bersalah, Ahok memiliki sumber daya yang kuat sehingga dia dapat menyewa pengacara dan saksi2 yang hebat yang dapat mematahkan tudingan2 yang dialamatkan kepadanya, yang tentunya tidak dimiliki Ibu Rusgiani, kita tidak boleh menghalangi hak Ahok untuk membela dirinya, tapi selesaikan kasus ini di pengadilan kalau negara mau menerapkan azas keadilan bagi Umat Islam, Umat Hindu, dan semua umat beragama lainnya. Saya yakin pada akhirnya Polisi dan Jaksa akan bersikap adil dan menyelesaikan kasus ini di pengadilan karena mereka pasti tahu ketidak adilan akan menyebabkan jutaan Umat Islam yang tersinggung oleh ucapan Ahok akan terluka dan hanya akan menimbulkan masalah baru. 

Saya hanya berharap Presiden menepati janjinya untuk memproses kasus ini dengan Cepat, Tegas, dan Transparan (saya berprasangka baik bahwa ke alpaan presiden yang tidak menyebut kata berkeadilan adalah khilaf semata) sehingga tentunya proses kasus ini dapat lebih cepat daripada kasus Penodaan Agama Hindu oleh Rusgiani di Bali yang dalam 5 bulan dari perbuatan dilakukan sudah dilimpahkan ke Penuntut Umum dan dilakukan penahanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun