Mohon tunggu...
Konstan Simanjuntak
Konstan Simanjuntak Mohon Tunggu... karyawan swasta -

I love learning, reading, writing, singing, teaching, public speaking, communicating, eating and traveling. Interest: Leadership, Relationship, Wisdom, Encyclopedia, Movie and Music. Hate: Plagiarism!

Selanjutnya

Tutup

Money

Kalau (nanti) Jadi Bos, Ingat: Jangan Pelit!

14 Juli 2011   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:41 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Memang uang bukanlah segala-galanya dalam meningkatkan kepemimpinan, tapi tanpa mengeluarkan uang, tidak mungkin seseorang menjadi pemimpin efektif." Ya, bos di sini maksudnya adalah orang yang memiliki anak buah. Di kantor atau di lapangan itu bisa juga berarti dari level supervisor, kepala cabang, manajer, kepala divisi, direktur, maupun owner. Itu juga bisa berarti pemilik usaha ataupun juragan termasuk majikan. Ada satu karakterisitik kepemimpinan yang sederhana, tapi sering diabaikan, yaitu sifat murah hati. Sifat murah hati itu ternyata bisa dilatih. Tidak ada orang di bumi terlahir sebagai orang pelit. Jika ada kita temui orang yang bersifat kikir bin lokek bin kedekut, itu adalah bagian dari kebiasaannya. Bagaimanapun itu pilihan yang diambil orang per orang. Pilihan menentukan kebiasaan dan kebiasaan menentukan jati diri. "Kepemimpinan itu pengaruh, tidak lebih tidak kurang", kata John Maxwell. Saya sudah 15 tahun memegang defenisi ini, walau banyak ahli kepemimpinan lain mendefenisikan secara ribet rumit berbeda. Bagaimana kita dapat mempengaruhi orang lain (khususnya bawahan kita)? Hal yang paling mudah dilakukan adalah bersikap murah hati. Dengan sikap ini, pemimpin akan senantiasa mendapat respek, bukan saja saat berhadapan muka, melainkan juga di belakangnya. [caption id="attachment_119241" align="aligncenter" width="460" caption="Bicara mengenai respek, di Indonesia bukan rahasia lagi kalau umumnya banyak karyawan ngegosipin bos (image: guardian.co.uk)"][/caption] Bicara tentang respek, di Indonesia bukan rahasia lagi kalau umumnya banyak karyawan ngegosipin bos. Kasihan sekali, bayangkan jika anda seorang pemimpin, anda dijadikan bahan gunjingan bahkan olok-olokan. Orang-orang berbicara buruk di belakang Anda. Saya jarang menemukan seorang pemimpin dipuji-puji, dijadikan bahan pembicaraan positif terkait inspirasi dan teladannya. Memang pasti ada, tapi percayalah jumlahnya kecil sekali. Respek sejati itu iklas, bukan karena terpaksa seperti yang umumnya diterima oleh pemimpin gila hormat! Menurut saya, kalau bisa gaji atau pendapatan pemimpin disisihkan sekitar 5%, tergantung kesepakatan dengan istri. Inilah yang namanya biaya kepemimpinan. You have to pay the price to maintain your leadership! Duit ini dipakai untuk membina hubungan baik dengan pengikut. Duit, bukan waktu! Duit bisa dicari. Kalau waktu, lebih layak diberikan kepada istri dan anak-anak di rumah. Jangan dibalik! Memang uang bukanlah segala-galanya dalam meningkatkan kepemimpinan, tapi tanpa mengeluarkan uang, tidak mungkin seseorang menjadi pemimpin efektif. Selain duit, pemimpin yang baik harus mengerti yang namanya personal touch. Ingat tiap orang itu berbeda, tiap orang itu unik. Orang suka kalau dirinya dipahami dan diperlakukan secara personal. Kalau main pukul rata, di situ rasa penghargaan hilang. Apa yang ditabur itu yang dituai. Kalau kita menabur hormat, maka orang lainpun akan memberikan respek. Kalau kita care, maka para pengikut akan menyayangi kita. Pada level inilah, pemimpin bisa punya pengaruh, hal inilah yang membuat pengikut semakin terpacu untuk berprestasi! Namun demikian, pemimpin harus tetap menjadi diri sendiri, seperti kata komedian Bill Cosby, "Saya tidak tahu apa kunci sukses, tapi kunci kegagalan adalah berupaya menyenangkan setiap orang. 'Bos tidak disukai', adalah salah satu dari faktor utama kenapa orang pindah kerja. Kata 'pelit' terbersit dalam benak saya saat seorang bos tidak disukai. Asal tau aja, orang Indonesia itu kalau ditraktir itu senang sekali rasanya, trust me, ini bukan karena doyan makan, atau karena gratisan, tapi lebih daripada itu, ini adalah masalah sentuhan, penerimaan dan penghargaan. Momen yang berkesan, biasanya akan diingat terus. Memang tiada gading yang tak retak. Bagaimanapun kepemimpinan itu suatu proses belajar terus menerus. Yang penting ingatlah selalu saran ini, "Kalau (nanti) jadi Bos, ingat: jangat pelit!" Salam. nb: Kapan terakhir kali bos Anda membawakan pisang goreng, donut atau mentraktir makan siang? ****mengenang mantan bos saya: 'FHS' -terima kasih untuk teladannya!****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun