Mencari Belahan Jiwa ternyata bukan perkara mudah.Â
Salah satu keputusan besar, bahkan salah satu yang terbesar dalam hidup kita adalah bagaimana kita dapat menemukan pasangan hidup yang tepat. Atau mereka yang kita sebut belahan jiwa atau soulmate kita. Lalu bagaimana kita bisa mengetahui siapa belahan jiwa kita?
Ada yang mengatakan jodoh di tangan Tuhan. Tentu saja, karena segala sesuatu dalam hidup kita ada ditangan-Nya. Namun, dengan siapa kita berteman, bagaimana kita bergaul, membina relasi, dan akhirnya menentukan siapa pasangan hidup kita, ada di tangan kita sendiri. Termasuk salah satu keputusan terbesar yang akan kita ambil dalam hidup ini adalah dengan siapa kita menikah.
Namun, cepat menemukan jodoh di saat yang tepat bukan berarti menjadi jaminan akan hidup bahagia selamanya atau live happily ever after.Tetapi yang pasti, saat itu kita telah mendapatkan partner yang dapat kita andalkan selama kita hidup, partner yang tepat untuk Anda. Maka hidup akan menjadi lebih menyenangkan dan lebih seru, karena kita memiliki teman untuk berbagi kesenangan.
Sedangkan pada masa sulit, hidup menjadi lebih mudah dijalani karena kita tahu bahwa kita memiliki seseorang yang mengerti dan menemani kita dan berjuang bersama untuk keluar dari kesulitan. Seseorang yang mau mengerti diri kita, mau menjalani hidup bersama, seumur hidup sampai kita meninggal. Begitu juga sebaliknya. Kita juga siap terikat seumur hidup dengan partner kita baik dalam susah maupun senang.
Bagaimana Menemukannya?
Menemukan seorang spesial ini memang bukan hal mudah. Banyak sekali aspek yang harus digali, dalam masa bergaul dan pendekatan, pacaran hingga ke masa konfirmasi dimana kita yakin bahwa DIA lah orang yang tepat. Orang yang dapat kita andalkan untuk menjalani hidup dengan segala susah dan senangnya. Karena banyak, lho, orang hanya mau berbagi jika sedang senang. Tapi berbagi di saat paling sulit dan gelap dalam hidup kita? Bisa dihitung hanya dengan satu tangan saja, karena tidak banyak yang mau.
Kalau kita perhatikan, banyak yang mau menikahi pria tampan atau wanita cantik, pintar, punya masa depan yang baik, dari latar belakang keluarga yang baik, dengan pendidikan dan iman yang sepadan, memiliki hobby dan passion yang sama, hingga cocok dalam sifat dan karakter.
Namun masalahnya, tidak ada manusia yang sempurna. Dan tidak ada pasangan yang 100% cocok seperti itu. Justru, kita harus berhati-hati jika menemukan orang seperti itu. Something that is so good to be true sometimes not true at all. Bisa jadi, orang tersebut mengenakan topeng hingga kelihatan sempurna.
Meski sulit, bukan berarti kita harus menggantungkan cita-cita mendapatkan pasangan yang kita inginkan. Tentu kita punya standar dan harapan serta idealisme yang harus kita cari dan penuhi dari pasangan kita.
Terkadang kita juga tidak dapat mengatur jatuh cinta pada siapa. Bisa saja kita jatuh cinta dengan tipe orang yang jauh berbeda dengan harapan kita selama ini kan? Bahkan, jika kita hanya mengharapkan cinta dengan romantisme sesaat, biasanya kita terjebak dalam kebutaan untuk melihat realitas sesungguhnya.
Padahal, melihat realita adalah satu hal yang paling penting di antara puluhan hal penting lainnya saat kita memutuskan patner for life kita. Sedangkan, agar dapat melihat realita maka kita harus bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu, yang dibuat-buat dan yang ditutup-tutupi.
Semakin mampu kita menggali "keaslian" siapa sesungguhnya jati diri calon partner hidup kita maka akan semakin besar kemungkinan terhindar dari "kebutaan" atas nama cinta dan pada akhirnya akan membawa kita pada keputusan apakah kekasih adalah pasangan yang tepat.
Butuh Bantuan Orang Lain
Untuk menghindari banyaknya airmata yang akan menetes jika kita salah memilih partner seumur hidup, maka konseling pra-nikah merupakan satu hal yang sangat sangat penting untuk dilakukan.
Konselor akan menuntun dan memediasi kedua orang yang akan memasuki pernikahan, untuk melihat dengan jelas siapa diri mereka. Lalu apa ekspektasi mereka dalam lembaga pernikahan, ekspektasi mereka terhadap pasangan, aturan main yang akan diterapkan dalam pernikahan nanti. Serta untuk membicarakan berbagai detail persiapan yang harus matang dibicarakan dan direncanakan sebelum menikah, yang diharapkan hanya terjadi satu kali dalam seumur hidup. Â Termasuk pembahasan penting dalam 3 area yaitu love, passion dan intimacy.
Salah memilih pendamping hidup tidak hanya akan menciptakan kesengsaraan bagi pihak yang menjalani ikatan tersebut tapi juga bagi generasi berikutnya, yaitu anak-anak. Bagi anak-anak korban perceraian, hal ini biasanya membawa dampak luka batin yang cukup parah dan akan terbawa bekasnya, hingga saat dewasa kelak dan membina keluarga mereka sendiri.
"Kerusakan" dan "luka" akibat salah memilih pasangan yang bisa berdampak ke beberapa generasi ke bawah ini, seharusnya dapat dicegah. Dengan pasangan yang tepat, dampak yang terjadi akan jauh berbeda bagi generasi berikut. Mereka lahir dan tumbuh dari keluarga yang orang tuanya rukun, saling mendukung, saling mencintai hingga maut memisahkan mereka. Inilah orang tua yang bisa menjadi role model bagi anak tersebut membangun masa depannya.
Mengakui Realitas yang Ada
Selain dapat membantu kita membedakan mana yang "asli" dan "palsu, sebelum memutuskan, melihat realita juga menjadi langkah penting dalam membina hubungan. Kita harus jujur pada diri kita sendiri, dan mampu melihat dan menerima pasangan kita apa adanya, dengan segala kebaikan dan keburukan. Baik sifat, karakter, temperamen, kebiasaan dalam diri. Â Dan kita meyakini bahwa di saat terburuk, kita akan tetap mencintainya dengan kadar cinta yang sama dengan di saat yang terbaik.
Caranya, sejak awal menjalin relasi dengan seseorang yang kita anggap dapat menjadi partner seumur hidup, bersikaplah jujur dan apa adanya. Semakin menjadi diri kita sendiri, maka proses berpacaran hingga sampai pada proses meyakini bahwa dialah pasangan yang tepat, menjadi lebih mudah dan lancar.
Dengan menjadi diri sendiri, di saat baik dan buruk, akan membuatnya melihat diri kita sebenarnya. Hingga akhirnya menerima kita apa adanya. Tentu berlaku juga sebaliknya. Pasangan harus mampu menjadi dirinya sendiri, tanpa takut bahwa menjadi diri sendiri akan membuat cinta berkurang atau malah hilang. Orang yang mau menerima kita apa adanya dengan tulus, serta kita juga merasakan yang sama... bisa dibilang, pilihan Anda tidak salah.
Sebuah lagu merdu dari dari "The Way I Am" dari Ingrid Michaelson menggambarkan bagaimana pasangan kita seharusnya menerima kita apa adanya. Coba deh, klik link youtube berikut ini http://www.youtube.com/watch?v=keyJ9lvQc7Y, dan dengarkan liriknya dengan saksama.
If you were falling, then I would catch you. You need a light, I'd find a match. Cause I love the way you say good morning. And you take me the way I am. If you are chilly, here take my sweater. Your head is aching, I'll make it better. Cause I love the way you call me baby. And you take me the way I am. I'd buy you Rogaine when you start losing all your hair. Sew on patches to all you tear. Cause I love you more than I could ever promise. And you take me the way I am. You take me the way I am. You take me the way I am.
Elly Nagasaputra, MK, CHt
Professional Counseling for Individuals & Couples
www.konselingkeluarga.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H