Perbedaan budaya ini harus mereka bicarakan sejak awal, bahkan sebelum pernikahan terjadi. Ini sebabnya, pasangan beda bangsa sangat disarankan untuk datang ke Konselor Pernikahan, untuk mengikuti Konseling Pra-Nikah yang sangat penting untuk mendiskusikan berbagai perbedaan yang ada agar tidak menjadi batu sandungan dalam relasi suami istri mereka di kemudian hari.
Dalam contoh diatas maka perbedaan mencakup perbedaan budaya, kultur dengan keluarga besar, pola komunikasi, agama, pola asuh anak bahkan tempat tinggal tetap pun masih menjadi issue bagi Mark dan Reni.
Pasangan yang menikah dari latar belakang budaya yang sama saja permasalahannya banyak, apalagi yang jelas-jelas beda budaya. Sehingga tanpa "skill" yang memadai dalam membangun pernikahan, akan terjadi banyak konflik dan friksi yang akan sangat melelahkan dalam perjalanan pernikahan mereka.
Membangun KomunikasiÂ
Sebenarnya prinsip Reni dan Mark untuk menjalani pernikahan dan mencari pemecahan masalah perbedaan yang timbul seiring pernikahan mereka adalah hal yang kurang tepat. Apalagi, jika perbedaan yang dibicarakan ini adalah yang mendasar seperti negara yang akan ditinggali pasangan, pola asuh anak, belum lagi soal kewarganegaraan anak dan lainnya.
Tapi semua itu telah terjadi. Apa yang kini harus dilakukan Reni adalah membangun komunikasi yang baik dengan Mark. Sampaikan pada Mark apa yang menjadi pemikiran dan keinginan, termasuk ketakutan Reni. Semua itu harus dikomunikasi dengan baik agar pasangan juga bisa memahami kondisi kita.
Sebaliknya, Reni juga harus mendengarkan apa yang disampaikan oleh Mark. Tujuan komunikasi ini tentunya untuk menemukan titip temu, misalnya soal pola asuh anak, hingga bagaimana membesarkan anak dalam dua kepercayaan yang berbeda. Karena semua itu mutlak menjadi keputusan suami istri.
Baru jika ternyata komunikasi yang dilakukan tak kunjung menemukan titik temu, maka pasangan membutuhkan bantuan profesional dari seorang Konselor Rumah Tangga.
Pasangan beda bangsa, sebaiknya bersikap sedikit lebih santai dalam menghadapi perbedaan budaya. Jangan menjadikan atau menganggap budaya saya lebih baik dari budaya pasangan atau sebaliknya. Atau menjadikan budaya sebagai tameng.
Dalam kasus Mark yang tidak ingin selalu datang ke acara keluarga, bukan berarti Mark tidak menganggap keluarga itu tidak penting, hanya polanya berbeda. Sikap Mark tersebut mungkin karena ia merasa keluarga adalah ia, istri, dan anaknya, sehingga tidak perlu membangun kedekatan "berlebih" dengan anggota keluarga yang lain.
Sedangkan bagi keluarga Indonesia, dimana individu bisa sangat melebur, ini ada baik dan buruknya. Baiknya, keluarga jadi lebih dekat dan akrab. Tapi buruknya karena kedekatan yang berlebihan bisa menghilangkan batas privacy dalam keluarga sehingga tak jarang akhirnya berujung pada ikut campurnya berbagai pihak pada  urusan dalam negeri keluarga.