Jadi, harus dibentuk satu value baru yang merupakan hasil diskusi pasangan. Value ini bisa macam-macam dari pola berkomunikasi, keterbukaan dan kejujuran, soal keuangan, nilai-nilai moral yang akan dianut  dalam keluarga, pola pengasuhan anak, dan lainnya. Semua value tersebut haruslah versi baru, hasil diskusi pasangan untuk diterapkan sebagai entitas keluarga baru mereka.
Kembali ke kasus Raka dan Milan, ada konsep keluarga yang salah, di mana suami tidak bisa lepas dari keluarganya. Maka yang harus diperbaiki dahulu adalah paradigma berpikir Raka akan konsep berkeluarga itu sendiri. Raka harus sadar dengan status barunya sebagai suami. Bahwa ia sudah menikah dan membangun keluarga baru dengan Milan, yang terpisah dari ayah ibu dan saudara-saudaranya.
Kalau paradigma berpikir ini belum jelas dan rancu, maka mau istrinya protes seperti apa ia tidak akan menggubrisnya. Raka mungkin akan bilang "kamu tidak mengerti saya", begitu pula sebaliknya dengan Milan. Atau Raka mungkin berubah, tapi hanya sebentar saja, lalu kembali lagi ke pola lama yang tidak disetujui Milan.
Sebagai istri, Milan bisa mengambil moment-moment yang baik dan membicarakan unek-uneknya pada Raka. Komunikasikan keinginan-keinginan yang ada. Sampaikan keluhan, jangan kasus per kasus. Tapi langsung masuk ke inti masalahnya, yaitu bagaimana membangun value keluarga baru yang bisa menampung aspirasi pasangan.
Tapi kembali lagi, memberikan pengertian kepada suami ini bukan hal yang mudah. Bayangkan Raka sudah bersama keluarganya 25 tahun sebelum menikah dengan Milan. Tentu tidak mudah bagi seorang Milan untuk bisa "mengubah" suaminya.
Sekadar bicara, mengeluh bahkan sampai marah pun terkadang tidak memberikan suatu solusi yang permanen. Jika sudah diusahakan maksimal dan ternyata tidak bisa, maka sudah perlu ada kesadaran untuk mencari bantuan profesional. Karena jika didiamkan berlarut-larut, kekecewaan yang menumpuk akan sangat tidak baik untuk relasi suami istri tersebut.
Carilah Konselor Profesional yang Anda percaya memiliki pengalaman dan kompetensi untuk menengahi hal ini. Karena Konselor Profesional adalah pihak yang netral dan memiliki otoritas untuk memediasi. Dengan adanya otoritas ini, suami akan berusaha untuk lebih mendengarkan. Dan akan dapat ditemukan suatu solusi yang tidak hanya membahagiakan untuk istri tapi juga untuk suami tersebut.
Jika istri terus mengeluh hal yang sama berulang-ulang, bukan hanya suami tidak akan berubah, suami bahkan sudah akan sangat lelah mendengarkan keluhan istri. Karena sudah mengetahui istri pasti akan mengeluhkan keluarga besarnya. Sehingga justru timbul ketidaksukaan suami terhadap istri dimana suami menganggap si istri "membenci" keluarganya.
Belum lagi jika istri sudah tidak tahan dan mengeluh langsung ke mertua atau ipar, bisa terjadi keributan besar yang akan membuat kisruh segala sesuatunya.
Ketika kita hidup di budaya timur, hal seperti ini memang sering terjadi. Namun tentunya tidak harus putus asa. Tetap harus memiliki komitmen untuk dapat membangun keluarga bahagia sesuai nilai/value yang kita inginkan. Dan jika pasangan tidak dapat diberi pengertian, maka bisa mencari penengah Konselor Pernikahan yang professional untuk membantu Anda memiliki keluarga idaman sesuai yang Anda cita-citakan.
Salam Sejahtera,