Dalam berumah tangga seorang istri juga harus memahami posisinya, bahwa ia boleh saja memiliki tanggung jawab yang amat besar di kantor. Namun pulang ke rumah, ia tetap harus menjalankan perannya sebagai istri, karena di rumah yang mempimpin adalah suami. Istri tetaplah menjadi wakilnya.
Pria biasanya suka memendam masalah. Ia tidak merasa bahagia, namun tak pernah bilang. Namun, semakin dipendam membuatnya makin lama akan menarik diri. Sedangkan istrinya, karena merasa suami tak pernah protes, maka ia akan semakin menjadi-jadi. Dipikirnya suami setuju dan berarti semua sempurna.
Di sinilah diperlukan ketegasan pasangan, dalam hal Irawan dan Mei adalah suaminya. Jika memang ini sudah sering terjadi, sang suami harus tegas mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan sikap istri yang memutuskan sesuatu tanpa diskusi. Ungkapkan hal-hal yang mengganjal di hati. Utarakan keberatan Anda serta perasaan ditinggalkan ini. Juga perlu adanya perbaikan mekanisme pengambilan keputusan agar dapat menampung aspirasi kedua belah pihak secara seimbang.
Hal ini tentu mudah dikatakan, tapi ketika dipraktikkan dalam rumah tangga kadang malah menimbulkan konflik besar. Si istri tidak terima karena merasa telah bekerja susah payah dan telah berusaha memberi yang terbaik untuk keluarga, istri dapat pula akhirnya merasa bahwa si suami menjadi protes hanya karena merasa "terancam" dan tidak senang dengan prestasi istri yang jauh melesat diatas suami. Sementara suami akan merasa istrinya begitu sulit diberitahu dan telah "berubah" kepribadiannya ketika telah mencapai kesuksesan hari ini.
Salah paham berlarut-larut tentu membahayakan bagi kelangsungan keluarga. Dan jika memang usaha untuk memperbaiki sendiri kerap buntu dan hanya berakhir dengan pertengkaran atau perang dingin maka sudah waktunya Anda meminta pertolongan ahlinya, yaitu kepada Konselor Pernikahan yang berpengalaman.
Pada intinya harus diingat bahwa dalam suatu rumah tangga tidak bisa ada dua nahkoda. Pemimpin adalah tetap sang suami, terlepas dari siapa yang membawa penghasilan lebih banyak ke dalam rumah tangga. Dan istri harus menyadari bahwa posisi istri di rumah adalah pendamping dan penolong setara dari suami tapi bukan sebagai kepala dalam rumah tangga.
Jabatan/posisi istri yang sangat tinggi di kantor harus jelas bahwa itu adalah di kantor dan tidak terbawa ke rumah. Kantor adalah kantor dan rumah adalah rumah. Dua tempat yang berbeda. Dan istri harus menyadari, seberapa besarpun penghasilan yang dihasilkan, seberapa tinggi jabatan yang dipegang di kantor, seberapa besar tanggung jawabnya di perusahaannya, ketika kembali ke rumah, istri adalah pendamping dan penolong setara dari sang pemimpin keluarga yaitu suaminya.
Elly Nagasaputra, MK, CHt
Marriage Counselor & Hypnotherapist