Luisa, seorang perempuan cerdas. Ia memiliki karir yang cemerlang. Dengan idealisme dan kerja keras, Luisa berhasil menapak karier dari pegawai biasa menjadi manager yang sangat diandalkan di salah satu perusahaan terkemuka.  Sebagai seorang manager  di kantornya, Luisa juga disegani oleh para bawahan maupun rekan kerjanya yang lain, karena memang diakui berprestasi dan sangat berdedikasi dalam menjalankan tugasnya.
Lain di kantor, lain pula di rumah. Ibu satu anak tersebut selalu merasa 'diacuhkan' oleh suaminya, Anto. Luisa juga kadang merasa heran dengan dirinya sendiri yang tidak memiliki keberanian untuk membela posisinya di hadapan suami.
Masalah gaji, pengeluaran, urusan sekolah anak hingga keputusan remeh seperti membeli makanan, membeli jenis pembersih lantai, Anto yang mengatur. Anto selalu berpendapat jika Luisa terlalu sibuk, tak mengerti caranya mengurus anak maupun urusan dapur hingga harus menyewa satu nanny dan dua asisten rumah tangga. Dan semua diatur oleh Anto cara kerjanya. Anto sangat dominan dan perfeksionis dalam mengatur segala sesuatunya.
Jauh sebelum mereka menikah enam tahun lalu, tanda-tanda jika Anto akan bersikap super dominan dan kerap melecehkan perasaan Luisa sebenarnya sudah mulai tampak.
Pernah satu kali ketika mereka masih berpacaran, Luisa dan Anto untuk menghabiskan waktu bersama di dalam bioskop.Antrian membeli tiket film yang mereka ingin tonton cukup banyak. Dan tidak seperti laki-laki lain yang berinisiatif untuk mengantri, Anto malah menyuruh (bukan lagi meminta) Luisa untuk mengantri.Â
Bukan hanya hal-hal seperti itu, bahkan ketika Luisa menyampaikan suatu gagasan pun, ia selalu merasa dimentahkan oleh Anto. Payahnya, Â Luisa memilih bertahan dan bersedia hidup dengan Anto.Kini, sebagai seorang perempuan, istri dan ibu yang bekerja, Luisa merasa gagal. Perasaan itu datang bukan karena apa yang telah atau belum ia lakukan. Melainkan karena opini suaminya dan sikap dominan pasangannya, yang kerap melecehkan.Â
Sehingga walau Luisa merasa dirinya sangat dianggap oleh rekan kerjanya namun merasa tidak berarti sebagai istri dihadapan suaminya. Bahkan hal ini sudah menganggu kompetensi Luisa dalam bekerja. Luisa terkadang menjadi sangat ragu ketika harus mengambil keputusan dalam pekerjaanya bahkan juga sering diserang rasa cemas dan grogi ketika harus mempresentasikan hasil kerjanya dihadapan dewan direksi.
Memiliki pasangan dominan memang kerap menyakitkan. Saya sendiri sebagai seorang Konselor, kerap mendapati kasus rumah tangga retak karena hal ini.
Pasangan dominan sendiri bukan hanya ada pada sosok laki-laki atau suami, tetapi juga banyak dilakukan oleh pihak perempuannya. Malah, akan lebih rumit persoalan jika istri lah yang lebih dominan dibanding suami dan ditambah si istri dominan berpenghasilan jauh melebihi suami.
Jika suami dominan dalam batasan yang wajar, biasanya istri juga tidak akan terlalu mengeluh karena pada dasarnya, perempuan merupakan sosok yang ingin dipimpin. Lain hal jika perempuan nya yang lebih dominan bukan hanya karena watak tapi juga karena memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan suami. Maka rumah tangga otomatis akan ada guncangan.
Namun dalam kasus Luisa dan Anto diatas maka sikap Anto yang sangat mendominasi bahkan sudah menjurus ke arah pelecehan secara verbal sudah sangat menganggu relasi suami istri antara Luisa dan Anto. Luisa merasa tidak nyaman, tidak bahagia, merasa tidak berarti bahkan sudah menganggu kompetensi nya di dunia kerja yang selama ini selalu Luisa banggakan. Jadi bisa dikatakan bentuk dominansi Anto yang berlebihan tidak hanya membuat relasi suami istri menjadi buruk bahkan mengancam  jati diri Luisa sang istri. Hal yang telah terjadi bertahun-tahun ini telah menganggu keharmonisan rumah tangga mereka, Luisa merasa terperangkap dalam pernikahan yang salah, merasa tidak dicintai bahkan membuat Luisa sudah mengalami depresi dan menderita insomnia di dua tahun belakangan ini.
Luisa telah berusaha dengan segala cara, dengan bicara yang baik bahkan hingga perkelahian sengit bahkan sudah mengancam jika Anto tidak berubah, akan meninggalkan suami dan mengajukan cerai. Namun semua itu hanya di bibir saja, Luisa merasa tidak berdaya karena tidak ingin pernikahannya hancur dan anak semata wayangnya besar tanpa ayah.
Apakah 'mengancam' bisa mengubah pasangan yang dominan? Sayangnya tidak. Jika ingin pasangan yang dominan berubah, tidak diperkenankan dengan cara ancam mengancam apalagi dengan ancaman perceraian. Karena hal tersebut tidak akan mengubah keadaan apalagi jika melakukan ancaman kepada pasangan yang dominan. Terkadang hal itu akan sangat menyerang rasa ego pasangan dominan dan bahkan bisa membuat keadaan tambah runyam jika pasangan dominan akhirnya melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Sebenarnya, pasangan dominan juga memiliki sisi positif. Meski lebih sering, mereka hanya mengakomodir keinginan sendiri, namun pasangan dominan yang suka mengatur, biasanya, memiliki pemikiran yang panjang. Mereka sangat detail, sehingga memiliki naluri mencegah hal-hal buruk cukup tinggi. Hal tersebut tentu saja merupakan hal yang cukup positif karena ada juga pasangan yang sangat sangat pasif yang sama sekali tidak mau berpartisipasi mengatur rumah tangga, dimana semua berjalan tanpa memiliki arah dan tujuan.
Tapi selalu ingat, jika pasangan yang dominan sudah sangat berlebihan dan membuat tidak nyaman, hal tersebut akan mengancam kelangsungan kehidupan rumah tangga.Â
Dalam rumah tangga, kesetaraan adalah kunci. Jangan sampai kita membuat keputusan egois yang nantinya malah membuat pasangan merasa terhina dan diinjak-injak harga dirinya karena sikap egois yang kita tunjukkan.
Yang saya lakukan kepada kasus seperti diatas adalah perlunya penerapan  Behavioral Therapy yang menyeluruh.
Behavioral Therapy dengan di mentor dan di coach oleh Konselor yang berpengalaman akan dapat  menukik ke sasaran dengan mengubah paradigma berpikir dan pada tahap lanjutan akan masuk ke  perubahan pola perilaku pasangan  dominan, sehingga pasangan dominan akan dapat mengasah dominansi nya ke arah yang baik dan bukan menekan dan membuat pasangannya dalam pernikahan merasa tidak nyaman dan tidak bahagia.
Sehingga pada akhirnya dengan mengikuti Behavorial Therapy dengan Marriage Counselor yang berpengalaman  bukan  membuat si pasangan dominan  berubah kepribadian, namun akan diakomodir agar  si dominan  dimampukan untuk mencapai titik keseimbangan dengan  pasangannya dan mereka berdua akan dapat berada dalam pernikahan yang membuat kedua belah pihak merasa nyaman dan bahagia.
Salam Sejahtera,
Elly Nagasaputra, MK, CHt
Marriage Counselor & Hypnotherapist
www.klinikhipnoterapijakarta.com
-healing hearts-changing life-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H