"Untung Punya KIS, Kalau tidak entah uang darimana untuk berobat"
Pernyataan itu saya dapat dari kakak ipar saya yang harus menjalani operasi karena adanya batu didalam ginjalnya yang sebelah kanan. Meski dirawat dibangsal kelas 3 dan harus berbagi ruang dengan beberapa orang pasien lain, tetapi layanan yang didapat oleh kakas ipar saya cukup baik. Biaya operasi dan obat-obatan hampir semuanya di cover oleh BPJS, kakak saya hanya mengeluarkan beberapa ratus ribu untuk membeli obat yang tidak dicover oleh layanan BPJS. Hal yang senada juga saya dapatkan dari beberapa pasien yang berada disatu ruang perawatan dengan kakak ipar saya tersebut.
Kalau boleh jujur, tidak ada seorangpun yang ingin sakit. Sama juga dengan saya, meski sudah sejak lima tahun yang lalau saya ikut BPJS Kesehatan namun sampai saat ini belum pernah saya menggunakan fasilitas pengobatan yang diberikan oleh BPJS tersebut. Lalu apakah saya merasa rugi...? . Tidak juga, meskipun penghasilan saya hanya sedikit diatas UMR di tempat saya tinggal, namun beruntung sampai saat ini saya dapat membayar iuran BPJS kelas 2 untuk 3 anggota keluarga saya secara rutin.
Pernyataan berbeda saya dapat dari salah satu teman saya. Meski beberapa kali teman saya ini, juga istrinya harus dirawat di rumah sakit, tetapi sampai saat ini masih enggan untuk ikut BPJS Kesehatan. Layanan buruk terhadap pasien dengan BPJS Kesehatan menjadi alasan dia enggan untuk ikut BPJS Kesehatan. Baginya lebih baik membayar mahal namun mendapatkan layanan yang lebih baik daripada harus ikut iuran tiap bulan tetapi tidak mendapat jaminan layanan yang bagus saat sakit.
Apakah teman saya tersebut salah, ataukah mungkin pendapat saya yang kurang tepat..?
Buruknya layanan yang diterima pasien dengan BPJS (dan jaminan kesehatan dari pemerintah) dulu memang sering terjadi. Namun sekarang sudah sangat berkurang (meski beberapa kali masih terjadi), jika di prosentase kejadian itu mungkin sangat kecil.Â
Saya masih ingat dulu saat berdiskusi dengan bagian keuangan dari sebuah rumah sakit swasta di Ponorogo yang saat itu menjadi satu-satunya RS swasta yang melayani pasien JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat) pada sekitar 9 atau 10 tahun yang silam.
Buruknya pelayanan pada pasien (pada saat itu) adalah imbas dari sering telatnya penggantian (Reimburse) biaya pengobatan pasien oleh pemerintah. Menurutnya, itupun terjadi kemungkinan karena lambatnya proses adminisstrasi di pemerintah dan juga kemungkinan karena pihak rumah sakit  yang telat memasukkan klaim. Permasalahan ini juga terungkap saat saya berdiskusi dengan dinas kesehatan kabupaten Purworejo beberapa tahun silam saat saya membuat riset kecil tentang Jampersal (jaminan Persalinan).  Namun saat ini nampaknya hal tersebut sudah jarang terjadi. Buktinya, saat ini rumah sakit dan klinik swasta, bahkan dokter praktek pun sudah banyak yang ikut memberikan layanan pada pasien dengan BPJS Kesehatan.
Menurut pengalaman kakak ipar dan keluarga saya lainnya yang menjad peserta BPJS Kesehatan, selama ini mereka mendapatkan pelayanan yang cukup baik di fasilitas kesehatan yang mereka gunakan. Menurut mereka, meski prosedur administrasinya sedikit lebih panjang dibanding pasien tanpa BPJS Kesehatan,tetapi prosesnya masih terhitung cukup cepat.
Rasa Aman dan Fokus pada Keluarga