Mohon tunggu...
Kong Rie
Kong Rie Mohon Tunggu... Pegiat sosial -

Pembelajar dan pegiat sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sapi-Sapi Pengungsi Gunung Agung

18 Oktober 2017   14:41 Diperbarui: 18 Oktober 2017   14:46 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita di bali post edisi 2-8 ocktober 2017

"Lebih enak orang dipenjara, dia tahu kapan waktunya (akan) keluar (pulang)"

"Kita ini tidak menentu, tidak tahu kapan akan pulang"

kata salah satu pengungsi yang saya temui disebuah Banjar di kabupaten Klungkung, Bali

Setelah hampir sebulan sejak ditetapkan berstatus Awas pada Jumat (22/9/2017), Gunung Agung tak jua erupsi. Hal ini menimbulkan ketidak pastian dan keresahan masyarakat sekitar gunung Agung yang mengungsi. Setidaknya itu yang saya tangkap dari beberapa dialog dengan masyarat yang mengungsi di wilayah sekitar gunung Agung.

Keresahan sebenarnya bukan hanya dirasakan oleh masyarakat yang mengungsi, status awas gunung Agung ternyata juga berdampak pada jumlah kunjungan wisata ke pulau dewata ini. Sopir mobil carteran yang saya tumpangi dari bandara ke hotel mengungkapkan jika paska penetapan status awas gunung agung pendapatannya turun drastis. Pernyataan yang senada juga saya dapatkan dari salah pedagang yang saya jumpai di kabupaten Karangasem.

Kembali ke masyarakat di pengungsian, meskipun dalam hal makanan tercukupi, tetapi harus tinggal jauh dari rumah membuat mereka kehilangan banyak hal. Dipengungsian, mereka kehilangan ruang privat karena harus berbagi ruang dan fasilitas dengan sesama pengungsi. Kegiatan-kegiatan yang biasa mereka lakukan bersama dengan keluarga di rumah tak lagi dapat mereka lakukan selama di pengungsian. Di tempat pengungsian mereka harus berbagi fasilitas bersama saat makan, mandi bahkan juga saat tidur.

Selain itu, masyarakat yang rata-rata petani dan peternak juga masih terbebani dengan mengurus kebun dan terutama ternak mereka. Seolah abai dengan keselamatan diri, tiap pagi mereka pulang ke rumah untuk memberi pakan ternak dan baru balik ke pengungsian pada siang dan sore harinya.

Saat saya mengikuti rapat koordinasi pada Rabu (4/10/2017) Sore, masih ada sekitar 15.000 ekor sapi yang belum dievakuasi dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3 gunung Agung. Pemerintah telah menyediakan lokasi kandang evakuasi, pakan dan tenaga kesehatan untuk ternak. Namun upaya evakuasi ternak berjalan lamban. Selain terkendala oleh ketersediaan angkutan untuk evakuasi ternak, banyak pemilik ternak yang belum mau mengevakuasi ternaknya. Keselamatan dan keamanan ternak serta ketersediaan pakan menjadi alasan mereka enggan mengevakuasi ternak mereka ke kandang - kandang evakuasi ternak yang telah disiapkan oleh pemerintah.

Made salah satu pengungsi yang beruntung, sapinya sudah dia titipkan di tempat iparnya yang bersedia memelihara dan mencarikan pakan untuk sapi milik Made. Menurut Made, keengganan para pengungsi mengevakuasi sapi karena kesulitan mengurus ternak saat dipengungsian.

"(di kandang evakuasi) Mereka tidak tahu kemana harus cari rumput" kata Made.

Selain itu, berdasar pengalaman erupsi sebelumnya (1963), paska erupsi sapi-sapi tidak mau memakan rumput yang sudah terkena abu gunung Agung. Hal ini yang kemudian mendorong sebagian peternak menjual sapi-sapi mereka dengan harga yang sangat murah, bahkan sampai separuh dari harga jual normal.

Berkaca pada kejadian erupsi merapi 2010, ternak merupakan asset penghidupan yang sangat berharga bagi warga. Sama halnya dengan di gunung Agung, Sapi merupakan asset produksi yang digunakan untuk mengolah lahan. Selain itu juga sebagai tabungan yang dapat dijual sewaktu-waktu saat warga membutuhkan uang.

Di merapi, ada kebijakan untuk mengganti kehilangan sapi bagi warga terdampak. Di gunung Agung akan lebih baik pemerintah juga memberikan jaminan atau asuransi terhadap sapi-sapi yang dimiliki oleh warga terdampak. Jika itu dilakukan, mungkin mereka mau mengevakuasi ternak-ternak mereka ke tempat yang lebih aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun