Mohon tunggu...
Kong Rie
Kong Rie Mohon Tunggu... Pegiat sosial -

Pembelajar dan pegiat sosial

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Musim Hujan Datang, Banjirpun Menjelang

17 Oktober 2017   13:05 Diperbarui: 17 Oktober 2017   16:24 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari belakangan, saat perhatian saya lagi tertuju pada situasi "Awas" Gunung agung, di salah satu WA grup saya info tentang banjir dan tanah longsor mengalir deras. Pikiran saya menjadi tergelitik dengan berbagai hal soal bencana hidrologi yang satu ini.Beberapa waktu lalu, saya beberapa kali terlibat diskusi secara pribadi dengan teman yang aktif dalam advokasi tentang bencana hridologi alias bencana yang disebabkan oleh air dan turunannya. Diskusinya cukup seru meski tidak terlalu mendalam, maklum meskipun sama-sama bencana tetapi dalam hal teknis lingkungan atau ekologi memang bukan bidang saya. 

Menurut teman saya dan saya pun sepakat, banjir terjadi karena kapasitas sungai tidak mampu menampung semua air yang masuk kedalamnya. Akibatnya air sungai dan selokan akan melimpah dan menggenangi wilayah sekitarnya. Penyebabnya memang bisa jadi dari banyak faktor, mulai dari sistem drainase yang uruk, pendangkalan sungai (dan selokan), daerah resapan yang semakin berkurang dan masih banyak hal yang lainnya.

Selama ini yang selalu disalahkan jika banjir terjadi selalu berkurangnya resapan di daerah hulu, selain buruknya drinase dan pendangkalan (serta penyempitan) sungai. Hal tersebut bisa jadi benar, tetapi mungkin juga masih kurang tepat. 

Sungai, Muara drainase kita

Sungai merupakan muara akhir dari hampir semua sistem drainase di berbagai kota dan wilayah, tentu saja ini membuat beban sungai menjadi berat. Meskipun beberapa kota membuat waduk-waduk sebagai kolam penampung dan resapan, namun volume air yang langsung masuk kesungai masih sangat banyak. Ditambah dengan masuknya limbah rumah tangga baik yang padat maupun cair ke sungai, beban sungai menjadi makin berat. Masuknya limbah rumah tangga akan mempercepat laju sedimentasi sungai dan tentu saja sangat mencemari sungai. 

Di daerah hulu hal yang hampir sama juga terjadi, alih fungsi lahan dan berubahnya pola pertanian yang tidak ramah lingkungan menimbulkan banyak masalah. Beberapa kejadian banjir bandang terindikasi disebabkan oleh pembukaan dan alih fungsi lahan yang masif tanpa memperhatikan daya dukung tanah dan lingkungannya. Pertanian dengan lahan terbuka didaerah perbukitan dan pegunungan secara masif menyebabkan tanah mudah sekali terkikis dan terbawa oleh air hujan yang turun lalu masuk kesungai-sungai dibawahnya.

Pengerukan secara berkala memang perlu dilakukan untuk menjaga kedalaman dan lebar sungai, namun pengerukan memerlukan biaya yang cukup besar. Mestinya perlu juga dipikirkan sistem drainase yang lebih baik, sehingga semua limbah rumah tangga dan industri tidak langsung masuk kesungai. Tetapi melewati satu instalasi pengolahan limbah yang baik sehingga air yang masuk kesungai tidak membawa "Polutan" dan "Sedimen". Butuh investasi besar pada awalnya tetapi ini akan lebih menjamin kelestarian sungai dan kapasitas sungai sebagai muara akhir sistem drainase.

Pentingnya daerah resapan air hujan.

Sebab utama banjir sebenarnya adalah semakin berkurangnya luasan resapan air hujan. Di kota-kota dengan kepadatan tinggi luasan tanah terbuka menjadi lebih sedikit. Selain tertutup bangunan dan jalan, trend untuk menyemen dan "pavingisasi" halaman juga semakin mempersempit luas tanah terbuka. Dapat dibayangkan jika semua air hujan langsung menjuju sungai dan tak ada sedikitpun yang meresap ketanah. Masalah berkurangnya luasan tanah terbuka bukan hanya terjadi di kota-kota besar di pedesa'an dan kota-kota kecilpun masalah yang sama juga terjadi. Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia untuk mengolah lahan pertanian juga ikut andil memadatkan tanah sehingga daya resap tanah menjadi sangat berkurang.  

Beberapa daerah sudah berinisiasi untuk mewajibkan setiap bangunan mempunyai tanah terbuka. Seperti di kota Jogja yang mewajibkan setiap bangunan menyisakan 30% dari luasan lahan untuk ruang terbuka hijau. Beberapa kota lain bahkan mulai berinisiatif untuk membuat sumur resapan air hujan pada bangunan perkantoran dan perumahan. Beberapa contoh tersebut patut kita apresiasi dan dorong agar dapat direplikasi di daerah lain.

Saya jadi membayangkan jika semua rumah mempunyai instalasi pengolahan limbah rumah tangga dan sumur resapan untuk menampung air hujan sebelum masuk keselokan. Berapa banyak keuntungan yang akan kita dapatkan, selain mencegah banjir sumur resapan akan menjaga ketersediaan air atanah di lingkungan sekitarnya. Bagaimana menurut anda..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun