Mohon tunggu...
Komunitas Kretek
Komunitas Kretek Mohon Tunggu... lainnya -

Komunitas Kretek lahir atas kesadaran bahwa kretek adalah salah satu produk budaya bangsa Indonesia yang unggulan. Adalah cita-cita kami bersama untuk membela para penghayat budaya kretek, termasuk di dalamnya pelaku industri kretek dari hulu ke hilir, konsumen kretek, pemerhati kretek, kalangan akademisi, dan pecinta budaya kretek lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Konsumen Kretek adalah Pahlawan; Refleksi Hari Konsumen Nasional 2014

28 April 2014   19:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:06 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam rantai komoditas, konsumen menempati posisi yang sangat penting. Produsen dan konsumen bukanlah elemen yang terpisah, yang oleh Durkheim diistilahkan dengan Solidaritas Mekanis. Kini, tidaklah cukup mengggambarkan relasi konsumen dengan produsen, melainkan mesti dilihat juga keterkaitannya dengan Negara. Itulah mengapa, slogan “belilah produk dalam negri” menjadi sangat penting.

Dalam rantai hubungan industrial dalam sebuah Negara, posisi konsumen bukanlah pelengkap. Konsumen adalah stakeholder yang keberadaanya bisa mempengaruhi banyak hal. Posisi dan daya tawar konsumen dalam usaha mendorong kemandirian nasional melalui komoditas produksi, sangatlah perlu dipertimbangkan kuat. Kalau dalam konteks kretek misalnya, bila industri kretek memberikan banyak keuntungan pada Negara berupa lapanga kerja, pajak, dan devisa, konsumen kretek menyumbangkan cukai yang nilainya tak kalah banyak.

Konsumen kretek bahkan bisa dikatakan sebagai satu-satunya konsumen yang paling banyak menyumbang kepada Negara. Nilai penerimaan Negara dari sektor tembakau bahkan setiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Tahun 2012, konsumen tembakau menyumbang negara sebesar Rp 84,4 triliun, tahun 2013 cukai dapat menembus Rp 103,73 triliun. Tidak ada konsumen produk lain yang bisa menyumbang pada Negara sejumlah itu. Bahkan di sektor kesehatan yang harga produknya selangit, yang harganya sangat membebani konsumen, ternyata tidak banyak memberikan keuntungan pada Negara. Keuntungan dari sektor kesehatan yang sangat besar itu, hanya masuk ke kantung korporasi farmasi, dan para dokter yang sekaligus berprofesi sebagai distributor obat.

Itulah mengapa, sebetulnya, konsumen kretek berperan besar dalam memperkuat keuangan Negara. Kalau Tenaga Kerja Indonesia adalah Pahlawan Devisa, konsumen kretek bisa dikatakan sebagai pahlawan pendapatan Negara. Sayangnya, tidak banyak pihak-pihak yang menyadari peran konsumen kretek ini, termasuk pemerintah. Buktinya, ketika pemerintah tengah membuat regulasi pertembakauan, konsumen tidak diikutsertakan dalam membicarakan.

Pengebirian konsumen kretek tidak hanya dalam proses pembentukan regulasi pertembakauan. Tetapi dalam pengaturan cukan itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui, bahwa penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) adalah untuk kepentingan stakeholder yang berkaitan dengan produk kena cukai. Dengan demikian, semestinya konsumen juga mendapat bagian dari DBHCHT. Penggunaannya bisa bermacam-macam, bisa pengadaan ruang merokok di berbagai instansi dan tuang publik, bisa dengan cara lain seperti jaminan kesehatan khusus konsumen rokok. Tetapi faktanya tidaklan demikian.

Selama ini, penggunaan DBHCHT diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 66A UU Nomor 39 tahun 2007 ayat (1) yaitu untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, Sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai illegal. Dalam alokasi penggnaan itu, posisi konsumen kretek dikebiri.

Di Hari Konsumen Nasional (HKN) 2014 ini, saya kira perspektif kita tentang konsumen rokok mestilah kita jernihkan. Kalau ada pendapat yang mengatakan konsumen rokok sebagai sampah Negara, tentu saja itu adalah pendapat yang sangat keliru. Kalau ada yang mengatakan konsumen rokok harus dibatasi dan dikekang, ini juga pendapat yang salah kaprah. Lebih jauh itu adalah pendapat ahistoris, alias tidak punya dasar. Bagaimana mungkin penyumbang Negara dikekang? Lebih jauh, bagaimana mungkin pahlawan dikekang?

Kontribusi konsumen kretek tidak hanya terletak pada relasinya dengan Negara, tetapi juga kepada sesame warga Negara. Kalau anda menggunakan produk mie instan nasional, anda sekaligus sedang membesarkan juga insustri nasional dan petani gandum asing (karena pertanian gandum di Indonesia sangat kecil). Kalau anda menggunakan produk impor, anda sebetulnya tengah membesarkan korporasi asing dan penyuplai bahan baku yang juga orang asing. Tetapi dalam konteks kretek, kasusnya menjadi berbeda. Kalau anda sedang menkonsumsi kretek, sebetulnya anda telah memperkuat basis industri nasional dan pertanian nasional. Karena seluruh proses produksi kretek dari hulu ke hilir, mulai dari bahan baku—tembakau dan cengkeh—sampai produk akhir—kretek—dikerjakan di dalam negeri.

Beberapa poin yang saya jabarkan di atas hanyalah sebagian dari sumbangan konsumen kretek kepada negeri ini. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk tidak memberikan predikat “pahlawan“ kepada para konsumen kretek. Kalaulah ada konsumen produk lain yang secara signifikan lebih memberikan dampak  positif kepada nagara, pendapat ini bisa gugur. Tetapi, hingga saat ini, tidak ada.

Monggo mampir: http://komunitaskretek.or.id/?p=2983

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun