Mohon tunggu...
Komunitas Penulis Berbalas
Komunitas Penulis Berbalas Mohon Tunggu... Guru - Berbalas puisi, cerpen, dan kanal lainnya

Email: komunitasp582@gmail.com Berbalas puisi, cerpen, dan kanal lainnya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Pusara Ayah

16 Februari 2022   20:21 Diperbarui: 16 Februari 2022   20:27 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis oleh Suaviter

Hai, Yah kita bertemu lagi
di dua tempat dan dua dunia yang berbeda
tapi, aku tak peduli yang penting namamu yang t'lah terukir
menjadi representasimu yang tak 'kan bisa kubeli.

Yah, tepat di Februari ini, telah satu tahun kau pergi
pergi ke pangkuan Bapa yang tak bisa kulihat.

Kadang kuberpikir bahwa kau jahat, tega, dan sadis
mengapa harus pergi sebelum melihatku berhasil
aku harus balas pakai apa dan bagaimana
semua peluhmu, luka di tubuhmu, laparmu dulu,
dan semua cinta kasihmu yang tulus dan gigih itu?

Kau kini sudah tiada: raga dan fisik
hanya pusara dan patri namamu yang bisa kulihat dan jamah
berwarna emas dan kokoh
cocok sebagai penghargaan bagimu
walau tak senilai

Yah, walau lelaki aku harus jujur mengakuinya:
"Aku rindu Ayah. Aku mau peluk ayah. Aku mau belajar banyak hal dari Ayah.
Termasuk bagaimana merangkai kata untuk Sang Pujaan hatiku!"

Ayah tidak adil! Tuhan juga begitu!
Mengapa Ia memanggil Ayah begitu cepat?
Mengapa ayah tidak beri penjelasan pada-Nya bahwa ingin bersamaku lebih lama lagi?

Aku bertumbuh tanpa sosok ayah lagi
hati merindu tiap malam tuk dengar ayah ucapkan:
"Met bobo yah, Jagoan Ayah!"
hati pun merindu tiap pagi mendengar sapaan ayah;
hati merindu tiap Minggu pergi jogging dengan ayah.

Huuhh.. Yah, semua tinggal memoria yang telah terpatri
semua kini telah menjadi kenangan indah
bahwa ayah sudah berjuang mendidik dan mengasuhku.
Semua itu tidak bisa kubalas dengan materi dan harta.
Aku akan selalu bawakan nama dan wajahmu di dalam doa
yang begitu sering kau ajarkan padaku.

Ayah, tadi aku bertanya pada Tuhan
apakah kelak nanti aku bisa bertemu denganmu?
Mungkinkah kisah kita masih akan sama dan berlanjut?
Mungkinkah kita menjadi satu keluarga lagi di sana?

Sampai sekarang aku belum mendapat jawabannya.
Kita tunggu saja Yah.
Tapi, jangan lupa untuk sering singgah di mimpi dan lamunanku ya, Yah.
Kau pasti rindu padaku.
Aku juga rindu padamu.
Selamat berbahagia di rumah barumu, Ayahku, Jagoanku, dan Sang Guruku.

Profil Suaviter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun