Tidak pernah sekalipun Soekarno menggunakan busana 'gaul' dengan perpaduan antara kemeja terbuka dan kaos oblong. Soekarno selalu menjaga penampilannya sebagai seorang diplomat sehingga tidak hanya lawan politik yang hormat, tetapi kawan politik sangat mengaguminya.
2. Bicara sesuai Waktu, Tempat, dan Kepentingan
Pesona Komunikator akan tampak jelas saat memiliki kemampuan mengendalikan diri dalam diskusi atau pertemuan dengan orang lain. Terkadang, banyak komunikator sembarangan bicara di setiap kesempatan yang ada. Mereka tidak perduli dengan kondisi saat mengungkapkan ide dan pemikirannya. Mereka selalu beralasan jika tidak segera diungkapkan, maka dia akan melupakan ide tersebut.
Baginya, cara tersebut dianggap hebat, padahal bicara tidak pada waktu dan tempat sungguh menyebalkan dan sangat mengganggu orang lain di sekitarnya. Misalnya, Dalam sebuah seminar tentang komunikasi, seorang peserta mengangkat tangannya. Panitia lalu mempersilakan peserta tadi berdiri untuk mengungkapkan pertanyaannya. Namun, saat berdiri, sang peserta justru melontarkan kritikan pada busana pembicara.Â
Sontak, pendapat sang peserta membuat seisi ruangan seminar membeku. Melihat kondisi ini, panitia berlari mendekati peserta tadi, lalu mempersilakan dia keluar dari ruangan seminar. Sosok peserta bukan dianggap hebat karena menyampaikan kritikan terkait busana pembicara, tetapi dia justru dianggap pembuat onar yang bodoh dan tidak mengerti etika.
Peristiwa yang sama akan menimpa setiap orang jika mereka tidak mampu mengendalikan lidah dan pikirannya di hadapan orang lain. Jika muncul ketakutan akan melupakan bahan pembicaraan, maka sebaiknya merekam dulu pada telepon genggam sendiri. Lalu, pada saatnya, baru disampaikan dengan tata krama dan aturan sopan santun. Komunikator yang mampu bicara pada waktu dan tempat yang sesuai akan mendapatkan perhatian istimewa dari orang lain di sekitarnya.
3. Berpikir Materi Baru Bukan Hanya Merangkum
Sebagian orang mempunyai kebiasaan 'mimikri' atau menirukan orang lain. Di dalam diskusi, dia bertindak sebagai pengamat dan bukan pemikir. Sehingga saat diberikan kesempatan bicara, si mimikri tadi, bicara merangkum semua bahan yang sudah disampaikan pembicara lain.Â
Karena daya ingatnya kuat, maka rangkuman pembicaraan seolah miliknya. Lalu, dia pun sering menyanjung pembicara lain dengan kalimat, "Benar kata Bapak A barusan, bahwa blablabla." Tetapi begitu ditanyakan pemikirannya sendiri, maka dia akan sibuk beralasan dan bicara keluar dari tema pembicaraan.
Seorang komunikator dengan kebiasaan itu sebaiknya lebih banyak belajar dan membaca buku sehingga pengetahuannya dapat berkembang dan semakin luas. Sikap mimikri tadi boleh kita lakukan dengan sifat sekedar mengutip beberapa kalimat penting, tetapi tidak mengutip semua kalimat dari semua orang di sekitarnya. Kebiasaan orang berkelakuan mimikri ini, perlahan akan dianggap tidak berguna karena dinilai tidak berkontribusi bagi perkembangan sebuah organisasi atau perusahaan.
Saat menjadi seorang komunikator, karakter (attitude) harus diprioritaskan dalam setiap kehidupannya. Selain itu, seorang komunikator diwajibkan untuk selalu belajar dan menambah ilmu pengetahuan supaya kemampuannya terus meningkat dan berkembang baik. Sebab, tanpa belajar, seorang komunikator akan kehilangan pesonanya di hadapan banyak orang. Setiap proses perkembangan diri harus dilakukan seorang komunikator secara mandiri.Â