Mohon tunggu...
.........
......... Mohon Tunggu... -

.........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

doggy style sang abdi negeri (yang penting aku selamat)

5 Maret 2012   04:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:29 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="gambar diambil dari http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/5/5f/Gedung_MPR-DPR.PNG"][/caption]

. . .

Da, bagaimana keadaan jalan-jalan utama di pedesaan?”

Seperti yang bapak amanatken, baik dan ruar biasa pak..”

Bagus.. bagus...”

Sebilah pedang kata-kata melayang, menancap tepat di ulu hati anjing-anjing yang mereka (pemangku kekuasaan) sebut sebagai rakyat jelata kebanyakan. Selaksa kalimat busuk tega terlontar, menghalau sang nyata, menampar lembut sang pemimpin, dihembuskan dengan lenturnya oleh sang abdi aka menteri, demi lahirnya kalimat:

Tidak akan diresuffle...

Sang pawana singgah, lalu tanyanya, “Dimanakah dewi keadilan?”

Keadilan nyungsep jauhdi dompet sang abdi negeri, si gerombolan koalisi, dan si si si.. yang lain yang menjadiken kekuasaan sebagai ajang pencarian harta atau jamak disebut keroyokan bersama menggali kekayaan (dari hutang negeri yang terus ditambah dan ditambahi).

Burung Garuda yang mendengar selentingan kabar negeri pun datang dan melontarkan sebuah tanya, yang kemudian jadi terlalu satir dan menggalaukan semua pemangku kekuasaan negeri,

Percuma kita dirikan koalisi bila tak mampu goyahkan negeri! Rombak Undang-undang Dasar '45!”

Maka jadilah para punggawa tertawa, berlindung dengan bodohnya dibalik Undang-undang barunya, melakukan proyek-proyek baru dengan nama standar nasional negara. Entah hasil pembicaraan dengan beberapa pengusaha atau mungkin bagi hasil antara keduanya.

Dan matahari marah! Se-marah-marahnya, karena sinarnya telah di sombong-i oleh nyala lampu kendaraan roda dua di siang hari!

Hhhhhh..”

.

.

Sebuah kata menggaung di pucuk-pucuk gunung

melahirkan anak-anak gema yang meraung-raung...

hei! Inilah doggy style! Inilah cara aman!

Niscaya kita tetap berteman

dan berada di lahan basah kekuasaan..

.

apa itu rakyat?

Mengapa mereka tak menggeliat?

Oh mereka terbius oleh aksi tak berguna di Facebook saja

bukan aksi sebenarnya di halaman istana!

Good.. good.. good..

lanjutkan sebelum mereka menjadi betulan badmood!

.

.

.

Sebuah rasa telah menggilas si kaya, pemangku kekuasaan negara, namun.. tetap saja. Lanjutken, lanjutken.. toh ini hanya protes di dunia maya, mana mampu..... (sensor)

dari Jakarta, hari ini, Senin 5 Maret 2012, JoshuaDe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun