Mohon tunggu...
KompasianerPenggilaPuisi
KompasianerPenggilaPuisi Mohon Tunggu... Freelancer - Kata-kata adalah Kekuatan

Cuma Setitik Debu Dikehidupan Yang Fana Ini

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kiprah Pesyair Kompasiana di 12 Tahun Kompasiana

22 Oktober 2020   15:50 Diperbarui: 22 Oktober 2020   20:09 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam Kompasiana,

Semula judul tulisan ini adalah "Indonesia dan Pesyair Perempuan". Namun, dengan beberapa pertimbangan serta terkait dengan keinginan ikut meramaikan 12 Tahun Kompasiana maka penulis menggantinya dengan judul "Kiprah Pesyair Kompasiana di 12 Tahun Kompasiana" dengan 'merevisi' kembali tulisan yang sudah jadi tersebut.

Dokpri*
Dokpri*
Indonesia 'Kering' dengan Pesyair Perempuan

Pertanyaannya kenapa Indonesia 'kering' dengan pesyair perempuan? Ini adalah pertanyaan besar sekaligus pekerjaan rumah bagi dunia susastra Indonesia umumnya dan khususnya Kompasiana (Kanal Fiksiana). Beberapa pesyair perempuan yang masuk dalam buku berjudul "Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia" yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan, antara lain: Nukila Amal, Dewi Lestari, Rieke Dyah Pitaloka, Dinar Rahayu selain itu adapula Ulfatin Ch, Abidah El Khalieqy, Linda Christianty Fira Basuki; dianggap belum mewakili kaum perempuan. Kerana mereka tidak konsisten dalam menulis karya-karya susastra (khususnya puisi). Mereka yang disebutkan tersebut karya-karya tulis mereka lebih ke genre prosa (novel, cerpen)

Sementara beberapa nama-nama besar pesyair perempuan seperti Dyah Hadaning, Nani Tandjung, Dorothea Rosa Herliany, Kinanthi Anggraini, Nana Riskhi Susanti, Ita Dian Novita, Marfuah, Nana Erawati, Dhenok Kristianti dan Toeti Heraty; yang lebih spesifik menulis puisi dengan karya-karya tulis puisi yang berkarakter kuat. Mengalami masa-masa stagnasi. Apakah mereka sedang berhibernasi?

Tak bisa dipungkiri bahwa dunia sastra Indonesia khususnya di genre puisi masih didominasi oleh penulis puisi atau pesyair laki-laki. Demikian pula pada pentas-pentas baca puisi. Sebuah ironi? Kenapa bisa demikian? Apakah benar bahwa hanya sedikit perempuan yang menulis puisi? Atau, jangan-jangan mereka sering menulis namun takpernah memublikasikan tulisannya diberbagai media? Kemungkinan?

Bagaimana dengan Kompasiana? Bahwa, ruang-ruang publik (baca; media daring) saat ini sudah sangat terbuka bagi siapa saja termasuk bagi kaum perempuan. Berbagai grup-grup puisi di media sosial (Facebook, Whatsapp) dan media online lainnya memungkinkan bagi penulis perempuan mengekspresikan dirinya melalui karya-karya tulis puisinya. Salah satu contoh paling nyata ruang yang paling terbuka buat penulis puisi perempuan di media online adalah hadirnya "blog keroyokan" jurnalisme warga di kanal Fiksiana, Kompasiana. Dengan adanya kanal tersebut selaiknyalah penulis-penulis puisi di Kompasiana benar-benar memanfaatkan ruang terbuka yang disiapkan oleh Kompasiana dengan membuat karya-karya tulis yang berbobot.

Dokpri*
Dokpri*
Pesyair Perempuan Kompasiana

Sejak Kompasiana berdiri 22 Oktober 2008 telah disediakan ruang untuk pemublikasian karya-karya tulis fiksi khususnya puisi. Dan banyak penulis-penulis yang memulai 'karirnya' (debutannya) di Kompasiana telah menerbitkan karya-karya tulisnya baik berupa Novel, Kumpulan Cerpen maupun Antologi Puisi.

Linda Jalil, Kit Rose, Mariska Lubis, Fitri Manalu, Lilik Fatimah Azzahra, Selsa Salindeho, Hilda Rumambi dan beberapa nama lainnya adalah penulis-penulis perempuan yang lahir dari rahim Fiksiana-Kompasiana; mereka telah menerbitkan (membukukan) karya-karya tulisnya. Selain itu adapula penulis-penulis lainnya yang tergabung dalam Komunitas Fiksiana Community, dan Rumpies The Club; 2 (dua) komunitas inipun telah menerbitkan karya-karya tulis mereka dalam bentuk antologi bersama (puisi dan cerpen);

Namun, di antara nama-nama yang disebutkan di atas baik secara personal maupun komunal belum ada satupun yang benar-benar bisa tampil dipanggung-panggung tingkat nasional. Jika ada yang tampil dipanggung terbuka tidak lebih hanya sebatas panggung regional; Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan sekitarnya. Itupun hanya dalam komunitas terbatas (baca, kalangan sendiri).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun