Ini adalah artikel saya yang kedua kalinya dengan topik yang sama, setelah setahun lalu saya sudah sampaikan dalam satu artikel berjudul "Verifikasi Akun Kompasiana: Sejauh Mana Efektifitasnya?" bisa dibaca disini
Dalam artikel tersebut sudah saya jelaskan, apa resikonya bila Kompasiana tidak melakukan perubahan mekanisme dalam melakukan verifikasi akun secara benar.
Entah kenapa, pihak Kompasiana tidak merespon dengan baik. Apakah artikel tersebut tidak sempat terbaca, atau malah mungkin admin menganggap saya hanya sekadar membual saja.
Tapi apa yang terjadi sekarang? Terbukti bukan? Bahwa resiko apa yang saya tulis, benar-benar menjadi kenyataan. Oleh sebab itu, saya hanya bisa menghimbau kepada pihak Kompasiana, untuk lebih terbuka terhadap kritik dan saran. Admin diharapkan dapat membaca dengan teliti semua artikel yang ditayangkan, dan bila perlu ditelaah dengan baik sebagai masukan untuk perbaikan. Apalagi jelas-jelas saya menyoroti sebuah kelemahan yang nyata pada sebuah fitur yang digunakan oleh Kompasiana sendiri.
Verifikasi akun memang sangat perlu dilakukan, apalagi di dalam era keterbukaan dan euphoria kebebasan berpendapat seperti sekarang ini. Akun yang terverifikasi sesungguhnya mencerminkan tanggung jawab dari pemilik akun atas artikel yang ditulisnya. Sebuah akun yang terverifikasi, seharusnya berarti bahwa pemilik akun tersebut adalah benar-benar terjamin keberadaannya.
Bila mekanisme verifikasi akun sebagaimana yang sedang digunakan Kompasiana seperti saat ini, maka bukan hal yang aneh, bila sampai muncul kasus pada akun Pakde Kartono, yang ditengarai adalah milik terpidana korupsi Gayus Tambunan. Dan tunggu saja, tentu akan terjadi lagi kasus yang sama atau mungkin akan lebih menghebohkan lagi, gara-gara mekanisme verifikasi yang sangat lemah dan mengandung resiko terjadinya rekayasa atau fiktip.
Lalu bila sudah terlanjur terjadi kasus seperti pada akun Pakde Kartono bagaimana? Apa yang bisa dilakukan oleh pihak Kompasiana menanggapi kasus ini? Apakah masih diam saja? Membiarkan atau mungkin bingung mau berbuat apa ?
Mungkin ada yang lebih tidak nyaman lagi adalah apabila pihak Kompasiana di minta pertanggungjawaban atau setidaknya menjelaskan, mengapa bisa terjadi kasus Pakde Kartono, sedangkan jelas-jelas akun Pakde Kartono telah diberi label "Terverifikasi"Â ?Â
Oleh sebab itu, ini adalah sebuah momentum penting bagi Kompasiana, agar kedepan janganlah bersikap apatis terhadap semua masukan atau saran dari semua pihak, atau terkesan sombong dan merasa paling hebat dan paling besar. Jangan meremehkan apapun saran dari para kompasianer, yang bertujuan konstruktif. Hargailah mereka yang telah menyumbangkan saran atau pemikiran sebagai wujud dedikasinya terhadap eksistensi Kompasiana sendiri.
Di dalam masalah ini. saya bukannya ingin sekadar menunjuk-nunjuk Kompasiana sebagai satu-satunya pihak yang bertanggungjawab, namun saya juga punya solusi untuk memperbaiki kelemahan yang ada.
Verifikasi Akun seharusnya benar-benar diantisipasi untuk menekan kemungkinan terjadinya rekayasa atau fiktip. Bukti identitas diri yang masih berlaku, walau hanya berupa scan yang diunggah, itupun sebagai salah satu yang penting untuk dipersyaratkan.
Namun tidak berhenti sampai disitu saja. Sebab, sebagai mana kita ketahui bersama, bahwa begitu banyak contoh scan bukti identitas diri semacam KTP, SIM . Passport dll yang dapat di unduh dengan mudah melalui Google.Â
Apakah sesederhana itu dalam melakukan proses verifikasi akun? Tentu saja tidak, bila tak ingin terjadi lagi kasus yang sama seperti kasus Pakde Kartono.
Setelah scan bukti identitas diri di unggah, lalu apa yang selanjutnya harus dilakukan oleh kompasiana?
Tentu saja harus dipastikan bahwa data identitas tersebut benar adanya. Setidaknya pemilik akun adalah benar keberadaanya sesuai dengan data alamat di dalam bukti identitas tersebut.
Bagaimana caranya?
Sangat mudah tapi memang tidak murah. Sangat mudah maksudnya adalah kompasiana harus mengirim kode tertentu dalam amplop tertutup yang dialamatkan langsung sesuai dengan data alamat yang tertera di dalam bukti identitas yang sudah diunggah oleh pemilik akun.
Apabila pemilik akun menerima kiriman kode dalam amplop tersebut, maka pemilik akun harus segera mengirim kembali kode yang tertera kepada Kompasiana. Kompasiana memberi tenggang waktu,misalnya selama 30 hari kepada pemilik akun untuk menyampaikan kode dengan benar, sesuai dengan yang telah ditetapkan masing-masing. Bila masih dalam proses pengiriman kembali kode oleh pemilik akun, maka status verifikasinya adalam "In progress". Sedangkan bila kode terkirim kembali dengan benar, maka dapat dipastikan bahwa pemilik akun adalah benar keberadaannya.Â
Tidak murah memang, sebab Kompasiana harus membangun sebuah sistem khusus yaitu berupa data base dari semua akun kompasianer dan membangun sebuah program agar mekanisme verifikasi dapat terpantau dengan baik dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Ini adalah tentang biaya. Meski jumlahnya tidak kecil, namun untuk situs sebesar dan sepopuler Kompasiana, saya rasa bukanlah suatu hal yang terlalu dipermasalahkan, demi terciptanya sebuah sistem verifikasi akun yang terpercaya. Mekanisme seperti juga dilakukan oleh Google Adsense dan terbukti sangat efektip.
Bila memang terlalu mahal bila dilakukan terhadap seluruh akun, maka Kompasiana bisa mengaturnya. Yaitu dengan cara membuat beberapa kriteria, akun mana saja yang diwajibkan untuk dilakukan verifikasi. Sebagai contoh khusus bagi akun yang sangat aktif atau seringkali tampil sebagai HL atau TA, atau pemilik akun yang sudah menulis artikel dalam jumlah tertentu, maka wajibkan untuk dilakukan verifikasi. Dibangun sistem untuk melakukan blokir kepada akun yang sudah masuk dalam kriteria untuk dilakukan verifikasi, namun pemilik akun menolak.Â
Kompasiana harus memberi contoh yang baik bahwa setiap anggotanya harus berani bertanggung jawab terhadap artikel yang ditulisnya yaitu dengan diminta kesdiaannya untuk dilakukan verifikasi. Bukan berarti semua Kompasianer harus menampilkan jati diri untuk diketahui publik, nama samaran atau nama pena tetap saja boleh dipergunakan. Namun satu yang harus dilakukan adalah bahwa pemilik akun adalah benar keberadaannya.
Dengan demikian, maka pemilik akun Kompasiana tidak bisa lagi sembarangan dalam meng-upload bukti identitas diri mereka, sebab data alamat harus valid dan sangat penting dan mutlak harus benar sesuai dengan keberadaannya. Bila tidak, maka sampai kapanpun sebuah akun tak akan bisa memperoleh label "Terverifikasi"
Demikianlah semoga bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H