Kompasianer, kira-kira nih, bulan Ramadan ini kamu bakal beli baju baru enggak? Atau kamu mau memanfaatkan yang ada saja? Selain itu, apa pendapat kamu mengenai fesyen berkelanjutan?
Terkait hal itu, Kompasiana kali ini berkolaborasi dengan Kompasianer sekaligus Founder dari KREM (@withkrem), Oktavia Wijaya dalam program "Topik Pilihan Kolaborasi Spesial Ramadan Bareng Pakar".
Ramadan Bareng Pakar adalah program kolaborasi dengan Kompasianer pakar. Di sini, kamu bisa berkonsultasi ke pakar melalui fitur "Tanya Pakar" dan mengikuti tantangan menulis tentang isu yang diangkat oleh pakar melalui "Topik Pilihan Kolaborasi" ini.
Ngomongin fesyen memang enggak pernah ada habisnya. Selalu saja ada model atau tren terbaru yang menarik dicoba, termasuk tren fesyen berkelanjutan. Kenapa sih harus coba?
Jadi begini, sejak abad ke-20, pakaian semakin dianggap sebagai barang sekali pakai, dan industri pun menjadi sangat mengglobal.
Kemudian tren ini semakin membesar selama 15 tahun terakhir. Hal itu ditandai dengan meningkatnya permintaan yang tumbuh di seluruh dunia, dan ujungnya muncul fenomena yang disebut sebagai fast fashion, yang menyebabkan peningkatan produksi hingga dua kali lipat.
Akibat dari fenomena tersebut emisi karbon yang dihasilkan industri fesyen ini menghasilkan lebih banyak emisi karbon, bahkan lebih banyak dari industri penerbangan dan pelayaran internasional. Begitu kira-kira hasil penelitian Ellen McArthur Foundation.
Maka dari itu, dunia fesyen gencar mengusung konsep sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan.
Kendati demikian, kita tidak bisa menunggu atau mengandalkan industri tersebut cepat berubah. Kita mesti ambil bagian dari percepatan perubahan itu sendiri.
Karenanya, Kompasianer Oktavia Wijaya mengajak kita untuk memulai memikirkan dan mengedepankan fesyen yang sifatnya berkelanjutan. Namun, pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya?