Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

"Kuliah" Pariwisata 2 SKS Bareng Kompasianer Yustisia Kristiana

16 Desember 2023   14:39 Diperbarui: 16 Desember 2023   21:26 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianer menurutmu apa yang kita bisa lakukan untuk pemajuan pariwisata berkelanjutan? Dari mana kita harus memulainya? Dan sejauh mana masyarakat lokal dapat berkontribusi?

Kompasiana baru-baru ini berbincang mengenai pariwisata berkelanjutan dengan Kompasianer Yustisia Kristiana. Dia adalah seorang dosen sekaligus praktisi pariwisata.

Yustisia Kristiana merupakan Ketua Program Studi Usaha Perjalanan Wisata dan Pariwisata Universitas Pelita Harapan. Dia mengajar mata kuliah Ekowisata, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Jasa, Pengantar Pariwisata, serta Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan.

Yustisia mempunyai pengalaman mengajar yang cukup lama. Diungkapkannya dia sudah mengajar selama 18 tahun, mesk agak malu-malu dia memberitahunya.

Selain itu, ia telah menerbitkan berbagai publikasi karya ilmiah, mulai dari pendidikan, konsep, hingga analisis mengenai pariwisata.

Tak ketinggalan, dia juga menghasilkan sebuah karya buku berjudul Buku Ajar Studi Ekowisata.

Yustisia Kristiana menempuh pendidikan Manajemen Kepariwisataan di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, lalu melanjutkan pada program Magister Manajemen di Universitas Pelita Harapan, dan saat ini sedang menyelesaikan studi Doktoral.

Kami memaknai perbincangan tersebut dengan "kuliah" 2 SKS, atau 3 SKS. Entahlah, tapi yang jelas dalam kuliah tersebut kami berbincang soal pariwisata dari sisi yang lain. Seperti pendidikan pariwisata, salah satunya.

Sekolah Pariwisata Setelah Pandemi Covid-19

Pandemi rupanya bukan saja menghantam sektor pariwisata secara komersial, melainkan minat pendidikan terhadap bidang tersebut turut terdampak.

Diakui Yustisia, sejak pandemi jumlah minat mahasiswa yang ingin menempuh dunia pendidikan pariwisata jauh berkurang, dan hingga hari ini belum kembali seperti sebelum pandemi.

Dia mengungkapkan, bahwa kekhawatiran orang tua turut berkontribusi terkait hal itu. Wajar saja, orang tua pasti sangat khawatir soal masa depan anaknya, terlebih jika peristiwa semacam Covid-19, yang mengharuskan adanya pembatasan pergerakan masyarakat, kembali terulang.

"Berbeda misalnya kalau krisis ekonomi, masih ada orang yang jalan-jalan (liburan). Tapi kalau terkait pembatasan perjalanan, kita tidak bisa melakukan apa-apa. Jadi melihat itu orang tua mungkin berpikir, kalau terjadi sesuatu maka pariwisata yang paling besar kena dampaknya," katanya.

"Jadi kami ingin kembali seperti sebelum pandemi lagi, kami masih berjuang," imbuhnya.

Perjuangan tersebut mudah-mudahan akan seturut dengan perkembangan sektor pariwisata dalam dua tahun terakhir ini, yang mungkin bisa dikatakan telah bangkit usai diterpa Covid-19, meski belum sepenuhnya pulih.

Pariwisata Berkelanjutan dan Peran Penting Masyarakat Lokal

Perlahan namun pasti kunjungan wisatawan secara internasional mengalami peningkatan. Sebagaimana data UNWTO, kondisi tersebut berangsur membaik, terutama pada paruh 2021, di mana saat itu vaksin-vaksin mulai terdistribusi ke berbagai negara dan dibukanya pembatasan secara perlahan.

Hal tersebut juga terjadi di Indonesia. Geliat pariwisata di Indonesia mulai terlihat bangkit pada 2022.

Dikutip dari KOMPAS.id, jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia perlahan meningkat. Dalam periode Januari-November, jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia sudah mencapai 4,58 juta orang, naik 228,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021.

Kendati demikian, pariwisata di Indonesia belum sepenuhnya pulih. Dikatakan Yustisia hal tersebut lantaran beberapa properti dari sektor pariwisata masih ada yang kesulitan untuk kembali seperti sebelum pandemi Covid-19.

"Memang butuh pelan-pelan. Karena diakui juga oleh kami jumlah akomodasi tidak semuanya langsung bisa normal. Ada properti-properti yang tidak bisa dioperasionalkan. Karena tutup cukup lama jadi mereka tidak bisa cepat-cepat beroperasi kembali," sebutnya.

Tak kalah penting adalah mengenai pariwisata berkelanjutan. Kita pasti sudah seringkali mendengar mengenai satu ini. Namun, bagaimana ini diterjemahkan dan diimplementasikan menjadi sebuah tantangan tersendiri.

Pariwisata berkelanjutan, secara sederhana, tak lain adalah untuk meminimalkan dampak negatif pariwisata terhadap masyarakat lokal dan lingkungan. Ada istilah "semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan."

Dalam pariwisata berkelanjutan juga memiliki prinsip, yakni pelestarian budaya, pelestarian lingkungan, manfaat ekonomi, dan tata kelola.

Pelestarian budaya menjadi penting untuk dikedepankan untuk mewujudkan pemajuan pariwisata berkelanjutan. Sebab, dalam pelestarian budaya terdapat beragam elemen penting identitas bangsa, ekonomi, dan kreativitas.

Pun pelestarian lingkungan. Pasalnya, lingkungan merupakan sumber daya alam yang menjadi daya tarik wisata, serta memiliki peran dalam menjaga keseimbangan ekologi dan keanekaragaman hayati.

Dengan mengedepankan dua hal tersebut ditambah dengan tata kelola yang baik, maka pada akhirnya masyarakat lokal lah yang akan merasakan manfaat ekonominya.

"Supaya orang tidak cuma viral saja. Sekilas saja orang datang, karena tidak dikelola dengan baik. Datang sesaat, pindah lagi ke tempat lain. Viral lagi hilang lagi. Harapannya tidak seperti itu."

Kendati begitu, dikatakan Yustisia, untuk mewujudkan itu semua bukanlah hal mudah. Sebab, pariwisata berkelanjutan bersifat jangka yang sangat panjang.

"Bicara mengenai berkelanjutan ini memang bukan sesuatu yang mudah dan jangka panjang sekali. Dalam lima tahun Indonesia sudah menjadi negara yang mengusung destinasi pariwisata berkelanjutan dan itu tidak cukup. Karena pariwisata itu tidak bisa berdiri sendiri, ada sektor-sektor lain yang beririsan, misalnya dengan perhubungan, dengan lingkungan hidup dan lain-lain. Jadi kalau kita mau bilang berkelanjutan itu sebenarnya yang kena bukan hanya pariwisata," paparnya.

Selain itu keterlibatan masyarakat lokal juga sangat penting untuk pemajuan pariwisata berkelanjutan. Bagaimanapun masyarakat lokal memiliki hak atas tanahnya yang dijadikan destinasi wisata dan tidak boleh hanya menjadi penonton.

Melibatkan juga berarti masyarakat perlu mendapat edukasi, terutama dalam mengembangkan potensi-potensi yang dapat memberikan manfaat ekonomi dari diri dan tempatnya berasal.

"Dari pengalaman saya pergi ke berbagai tempat, masyarakat memiliki keinginan yang besar untuk mengembangkan daerahnya. Namun permasalahannya adalah bagaimana mereka mengelola dan memasarkan. Karena banyak yang serupa yang ditawarkan. Yang di sini menawarkan ini, yang di sana juga menawarkan yang sama. Nah itu kan mereka perlu dibantu dan didampingi untuk membuat atau mengembangkan produk yang memiliki keunikan," paparnya.

Desa Nglanggeran di Yogyakarta yang dikelola oleh Sugeng Handoko bisa menjadi contoh praktik baik.

Sugeng Handoko merupakan sosok yang mempelopori desa wisata alam Desa Nglanggeran, di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alam desa yang terawat bersama masyarakat setempat membawa manfaat yang dapat dirasakan secara luas.

Dia juga menumbuhkan kesadaran potensi kepada masyarakat untuk bangga terhadap sesuatu yang dimiliki Desa Nglanggeran.

Tak heran jika Sugeng, sebagai penggerak Desa Wisata Nglanggeran, berhasil mendapatkan tanda kehormatan Satyalancana Kepariwisataan pada Agustus 2023 lalu.

Kompasianer, bagaimana menurutmu mengenai pariwisata berkelanjutan kita saat ini? Apakah sejauh ini masyarakat lokal sudah jauh terlibat dalam mengembangkan pariwisata dalam negeri? Apakah mereka sudah mendapatkan manfaat ekonominya?

Selain itu, ada tidak tokoh atau sosok seperti Sugeng Handoko di sekitar kamu? Seperti apa dia?

Nah, Kompasiana kali ini berkolaborasi dengan Kompasianer Yustisia Kristiana mengenai pariwisata berkelanjutan, terutama terkait masyarakat lokal dan pariwisata berkelanjutan.

Kompasianer Yustisia ingin mengajak sekaligus menantang kamu untuk berbagi pandangan dan cerita terkait masyarakat lokal dan pariwisata yang ada di sekitarmu.

Seperti biasa, nantinya konten-konten terbaik akan ditanggapi langsung oleh Kompasianer Yustisia Kristiana.

Bagaimana, tertantang untuk ikutan?

Kalau begitu, persiapkan dirimu dan tunggu sebentar lagi info selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun