Tingginya angka perceraian adalah persoalan serius. Akan selalu ada yang dikorbankan: bisa hubungan atau anak yang dikalahkan.
Hubungan yang sudah "putus" itu barangkali bisa dibiarkan dan akhirnya menjalani jalannya masing-masing. Akan tetapi, bagaimana dengan anak yang tumbuh di antara perceraian itu?
Perceraian orangtua, apapun sebabnya, bisa memberi trauma panjang pada anak.
Idealnya memang anak tidak dilibatkan pada konflik orangtua, tapi bila itu kadung terjadi maka orangtua mesti bisa menjelaskannya dengan sederhana dan baik pada anak.
Melihat fenomena ini, kami coba pilihkan opini maupun pandangan Kompasianer terkait perceraian.
1. Ini Hal Penting untuk Bersama Membesarkan Anak Setelah Bercerai
Ketika pasangan tidak bisa lagi mempertahankan hubungan mereka, tulis Kompasianer Hennie Triana, meskipun telah meminta bantuan ahli, pilihan terbaik adalah berpisah.
Perceraian tersebut akan makin sulit dilakukan jika sudah memiliki anak.
Namun, rasa-rasanya akan jadi lebih bijaksana bila tidak membiarkan anak tumbuh dengan hubungan yang sudah tak lagi harmonis orangtuanya.
Nah, pertanyaan besarnya adalah bagaimana agar hubungan mantan suami istri dan anak-anak tetap berjalan dengan baik? (Baca selengkapnya)
2. Ketika Perceraian Berdampak Pada Proses Belajar Siswa di Sekolah
Jika perceraian menjadi pilihan terakhir, anak sebagai pihak yang paling tidak berdaya dan terkena dampaknya mesti tetap mendapatkan perhatian.
Memang ada beragam penyeban perceraian, tapi sedikit banyaknya itu seputar perselisihan dan pertengkaran.
Hal tersebut tentu saja akan berdampak pada proses belajar anak --di rumah maupun di sekolah.
"Ada rasa tidak nyaman pada diri anak ketika teman-temannya bercerita tentang kondisi keluarganya," tulis Kompasianer Yuli Anita. (Baca selengkapnya)
3. Dampak Perceraian terhadap Kondisi Psikologis
Kompasianer Zairiyah Kaoy menulis bahwa tidak ada yang menghendaki perpisahan namun kebanyakan dari kita tidak mengetahui bagaimana cara mempertahankan suatu hubungan.
Hal itu, lanjutnya, tentu membuat seseorang yang bercerai merasa tidak nyaman, dari dalam tidak harmonis lagi dan dari luar mendapat hinaan.
"Dampaknya meluas hingga dikucilkan dan digibah juga dihina seolah ia akan merusak kehidupan orang lain, padahal tidak selalu demikian," tulis Kompasianer Zairiyah Kaoy.
Pada akhirnya hukuman sosial sangat mengerikan dan menimbulkan trauma bagi yang mengalaminya. (Baca selengkapnya)
***
Meskti ada komitmen dibutuhkan dalam pernikahan, karena manusia biar bagaimanapun tidak bisa berharap pada cinta yang sempat tumbuh dan berbunga di masa lalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI