Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Mencari Kunci untuk Kecerdasan Buatan Sendiri

20 Februari 2023   07:58 Diperbarui: 24 Februari 2023   05:58 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barangkali tidak ada yang lebih menyadarkan kita hari-hari ini bahwa kecerdasan buatan itu nyata adanya selain sebuah terobosan bernama ChatGPT, model bahasa yang dirancang dengan kemampuan memahami konteks dalam suatu percakapan sekaligus menjawab pertanyaan dengan tepat.

ChatGPT pada dasarnya merupakan sebuah chatbot yang dirancang untuk melakukan interaksi dengan manusia melalui chat atau pesan teks untuk memahami permintaan dan pertanyaan dari pengguna dan memberikan jawaban atau informasi yang relevan.

Kemampuan yang dimiliki ChatGPT ini pun lantas menarik perhatian 10 juta pengguna dalam sepekan sejak peluncuran perdananya, dan menjadi kurang lebih 100 juta pengguna dalam dua bulan selanjutnya.

ChatGPT sendiri dikembangkan oleh firma penelitian dan pengembangan teknologi kecerdasan bautan, OpenAI, yang didirikan pada 2015 di California, Amerika.

Meledaknya ChatGPT membuat kami ingin tahu lebih jauh, seperti apa program ini bekerja, bagaimana ia bisa digunakan, hingga bagaimana kita seharusnya bersikap atas kehadiran era kecerdasan buatan ini.

Awal Februari kami berbincang dengan Kompasianer sekaligus Solution Architect/Data Modeler Veronika Gultom untuk membahas dan mengulas terkait kecerdasan buatan.

Sepulang menjalani aktivitas hariannya sebagai konsultan IT, Kompasianer Veronika Gultom menyempatkan waktunya untuk berbincang dengan kami via video conference.

Menurut Veronika kecerdasan buatan sudah ada lama hadir di tengah-tengah kita. Namun, kian terdengar namanya setelah kehadiran sebuah ChatGPT.

Veronika beranggapan ada kemungkinan ChatGPT bekerja seperti sebuah situs bernama appen.com, sebuah perusahaan teknologi yang menyediakan solusi kecerdasan buatan.

Dihimpun dari berbagai sumber, perusahaan appen.com berfokus pada pengembangan teknologi AI dan mesin pembelajaran yang dapat membantu bisnis dalam mengoptimalkan serta meningkatkan kinerja, serta mengembangkan produk baru. appen.com didirikan pada 1996 di Sydney, Australia.

"Saya belum tahu pasti, tapi saya pikir-pikir mungkin dari situ (appen.com) juga ChatGPT itu. Jadi mereka itu suka ngasih pertanyaan tentang pendapat kita, tentang segala macam masalah terus kita dibayar. Kemarin-kemarin saya coba-coba wah jangan-jangan dari situ, dari jawaban-jawaban atau opini-opini yang kita submit," katanya.

Dikatakannya kecerdasan buatan bukan sesuatu yang baru. Kecerdasan buatan sudah ada sejak lama, hanya saja kini kecerdasan buatan dikonversikan ke dalam teknologi dan semakin terdengar ketika kemunculan ChatGPT.

Veronika menilai kehadiran kecerdasan buatan tidak akan menggantikan manusia. Sebab, sebenarnya, manusia itu sendiri yang membuat kecerdasannya melalui mesin.

"Ai itu kan dibuat oleh manusia berdasarkan data, jadi data-datanya diinput ke AI dan AI mempelajarinya. Itu kan sebenarnya segala sesuatu yang dibuat manusia jadi mereka mempelajari kebiasaan manusia, kini terbentuklah kecerdasan buatan. Jadi kalau dibilang AI akan manusia, engga, karena itu harus terus di-update, sementara kita manusia harus terus belajar. Kalau tidak, lama-lama akan ketinggalan," ujarnya.

Walakin, Veronika mengamini bahwa akan ada profesi-profesi yang akan tergantikan dengan adanya kecerdasan buatan. Profesi ini umumnya bekerja dengan tahapan atau langkah-langkah yang sudah pasti.

Dia mencontohkan, berdasarkan pengalamannya, profesi IT di sebuah bank pada posisi tertentu yang bekerja untuk supply data dengan query-query yang ada nantinya berpotensi tergantikan dengan kecerdasan buatan

"Kalau step by step-nya sudah jelas seperti itu, bisa digantikan teknologi. Kalau belum jelas, kan, tidak bisa dikonversi ke teknologi. Seperti itu yang akan hilang nantinya," ungkapnya.

Kecintaan Veronika terhadap profesinya saat ini bermula dari kesukaannya pada matematika kala mengenyam pendidikan diploma di Politeknik ITB. Setelah lulus, Veronika bekerja sebagai programmer dan system analyst.

Cukup lama bekerja di beberapa perusahaan, akhirnya wanita yang pernah meraih IBM Certified Specialist ini memutuskan untuk menjadi Konsultan IT yang berfokus pada Solution Architect, spesialisai data modeling dan analisis.

"Saya itu orangnya gampang bosan, tidak terikat dengan jam kerja, jadinya lebih enak kerja sebagai konsultan saja," ungkapnya.

Persaingan Kecerdasan Buatan

Kehadiran ChatGPT bukan saja menyadarkan kita atas kehadiran kecerdasan buatan, melainkan tengah membuka lembar baru persaingan teknologi AI.

Raksasa teknologi dunia, Google, misalnya, yang terpaksa terbangun dari tidur lelapnya karena tak ingin tertinggal untuk persaingan teknologi AI.

Melalui CEO Google dan Alphabet, Sundar Pichai, Google mengumumkan bahwa pihaknya telah menghadirkan proyek kecerdasan buatan yang diberi nama Bard.

Bard mengandalkan model AI yang sudah dikembangkan melalui Language Model for Dialogue Applications (LaMDA), yang dibuat berdasarkan lebih dari 1,5 triliun kata untuk dapat meniru cara orang berkomunikasi dalam obrolan tertulis (KOMPAS/01/02/2023).

Nantinya, sistem ini, dapat mengamati bagaimana kata-kata berhubungan satu sama lain sekaligus memprediksi kata-kata apa saja yang akan muncul untuk menghasilkan sebuah kalimat atau paragraf.

Lain ChatGPT, lain Dall-E. Meski sama-sama besutan OpenAI, Dall-E lebih dulu lahir. Hanya saja, jika ChatGPT menghasilkan sebuah kalimat, Dall-E menghasilkan gambar.

Cara kerjanya pun serupa, seorang pengguna tinggal memasukan sebuah kalimat kunci, maka Dall-E akan menghasilkan gambar.

Dall-E sendiri tak lain diambil dari nama pelukis ternama Salvador Dali dan karakter WALL-E dari Disney Pixar.

Selain Dall-E ada juga Stable Diffusion, kecerdasan buatan serupa seperti Dall-E.

Kompasiana mencoba membuat gambar ilustrasi dengan kecerdasan buatan milik Dall-E
Kompasiana mencoba membuat gambar ilustrasi dengan kecerdasan buatan milik Dall-E

Kehadiran ChatGPT, Dall-E, mapun Bard pada akhirnya memunculkan sebuah pertanyaan, mampukah kita menghasilkan kecerdasan buatan sendiri?

Veronika Gultom menilai kita sangat mungkin untuk membuat dan mengembangkan kecerdasan buatan sendiri. Hanya saja, kuncinya adalah keterbukaan pikiran.

Kehadiran Gojek, misalnya, sebagaimana dicontohkan Veronika, bisa menjadi pelajaran bagaimana seharusnya kita bersikap. Mengingat, pada mulanya, Gojek ditentang begitu keras.

Namun kini, kehadiran Gojek menjadi bermanfaat dan memiliki dampak besar yang tidak hanya kepada pengguna, tetapi juga ekonomi nasional.

Selain keterbukaan pikiran, adalah rasa keingintahuan yang besar. Menurutnya dengan asa keingintahuan yang besa maka akan timbul pertanyaan kenapa bisa begini dan kenapa bisa begitu. Hal tersebutlah yang dapat membuat seseorang dapat berkembang.

Sementara untuk kemampuan teknis, Veronika menjamin bahwa sumber daya manusia Indonesia mampu bersaing.

Meski begitu, orang-orang Indonesia masih memiliki kekurangan dalam hal pendokumentasian dan komunikasi.

Menurut Veronika pendokumentasian dan komunikasi saat ini menjadi penting bagi seorang berprofesi IT. Sebab ini akan berpengaruh secara langsung kepada bisnis user.

Begitu juga dalam memimpin sebuah tim. Dalam sebuah projek besar manajemen pendokumentasian dan komunikasi menjadi krusial agar orang-orang awam dapat mengerti.

"Sebenarnya orang Indonesia itu canggih-canggih. Dibanding orang India, kan terkenal jago IT, orang kita engga kalah. Cuma kalau yang saya amati orang India pintar bicaranya, pengalaman saya begitu," katanya.

Setidaknya begitu apa yang telah dikemukakan Kompasianer Veronika Gultom terkait fenomena kecerdasan buatan. Lalu bagaimana dengan kamu?

Eits, sabar dulu. Kali ini Kompasiana akan berkolaborasi dengan Kompasianer Veronika Gultom untuk mengajak sekaligus menantang kamu berbagi opini dan gagasan terkait era kecerdasan buatan dan kesiapan sumber daya kita.

Bagi kamu yang sudah engga sabar, tunggu tanggal tayangnya, ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun