Teknik ini pada dasarnya membuat sinar matahari tak langsung mengenai fasad utama tempat penghuninya tinggal. Fasad terluar akan menerima panas matahari sehingga fasad bagian dalamnya lebih terlindungi dan mempertahankan hawa yang lebih stabil.
Bentuknya fasad ganda bisa berbagai macam, bergantung efektivitasnya, anggaran, serta selera penghuni. Bisa dengan menambahkan kaca, tembok dari batuan alam, tritisan, atau bahkan sesederhana menanam pohon dan menambahkan tirai bambu!
Jeniusnya, sesungguhnya rumah-rumah tradisional sudah banyak menerapkan ini. Maka tak heran bila rumah tradisional terasa sejuk karena dinaungi pohon, tirai bambu, dan membuat zona perlindungan dari matahari lainnya.
"Coba tengok saja rumah orang-orang Betawi, di bagian depan suka ada kerai yang digulung. Nah kira-kira seperti itu," lanjutnya.
Arsitek yang Juga Seorang Guru Bahasa Jerman
Memiliki profesi sebagai Master Planner tak lantas membuat Frankhy berpuas diri. Pengalamannya tinggal di Jerman semasa kuliah membuatnya ingin berbagi ilmu dengan mendampingi anak SMA/SMK atau siapapun yang mau mengadu nasib bekerja di Jerman, tetapi belum memiliki kemampuan dasar berbahasa Jerman.
"(Negara) Jerman sedang kekurangan tenaga kerja, jumlah kelahiran berkurang sementara negara-negara maju butuh tenaga kerja," katanya.
Jadi, selain fokus di bidang properti, Kompasianer Franhky pun menjadi dosen tamu dan pengajar Bahasa Jerman. "Belajar sama saya tidak begitu lama, kok, persiapan 6 bulan juga cukup," lanjutnya.
Tak hanya mengikuti perkembangan kebutuhan tenaga kerja di Jerman, ia pun menjadikan pengalamannya mengamati bangunan di Jerman sebagai modal membuat desain bangunan di Tanah Air.
Ia memperhatikan bahwa Jerman memiliki caranya sendiri dalam meregulasi udara panas dalam bangunan. Salah satunya dengan membuat jendela bukaan ke atas. Tentu saja karena orang Eropa menyadari bahwa udara panas yang harus dialirkan terdapat di bagian atas.
Akan tetapi, menurutnya, jendela bukaan ke atas kurang sesuai bila diterapkan di Indonesia yang beriklim tropis. Bisa-bisa air semakin mudah masuk dalam ruangan saat musim hujan.
Di luar itu, Kompasianer Frankhy menyadari ada perbedaan yang sangat ketara dari cara orang Indonesia dan Jerman saat membangun rumah. Rumah orang Jerman biasanya sudah ada ukuran bakunya, tidak seperti di Indonesia yang selalu "custom".