Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

dr. Andri, Psikiater Serba Bisa yang Gemar Meditasi

8 Oktober 2022   02:23 Diperbarui: 11 Oktober 2022   00:16 3658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dr. Andri, Psikiater Serba Bisa yang Gemar Meditasi. (Dokumentasi dr. Andri yang diolah Kompasiana)

"Penyintas itu bukan berarti Anda lebih pintar atau paham soal kesehatan jiwa." dr. Andri, dalam diskusinya bersama Tim Kompasiana hari Jumat (23/9).

Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tanggal 10 Oktober, Tim Kompasiana mengundang dr. Andri, Sp.KJ, FAPM., sebagai tamu dalam program Topik Pilihan Kolaborasi bulan Oktober. Membuka obrolan dengan Kompasianer yang berpraktik di RS EMC Tangerang itu, kami bertanya mengenai pendapat dr. Andri terhadap fenomena diagnosis mandiri yang kini tengah menjamur di tengah masyarakat.

Ia mengapresiasi isu kesehatan jiwa yang kini telah menjadi perbincangan populer di media sosial, di kalangan anak muda. Salah satunya juga dikarenakan drama Korea yang kerap menyelipkan isu masalah kejiwaan di dalamnya. Meski demikian, ia menyoroti pembahasan gangguan kejiwaan yang cenderung disimplifikasi ke dalam spektrum atau diagnosis tertentu saja.

"Kejiwaan itu luas! Luas sekali. Ada 159 diagnosis gangguan jiwa, tidak hanya depresi dan bipolar saja. Tapi mengapa kok saya lihat influencer mengidentifikasikan ODGJ itu sama dengan skizofrenia?"

Ia juga mengkritisi kecenderungan anak muda yang sekilas malah terlihat berbangga jika merasa dirinya mengidap bipolar. "Kenapa kok sekarang jadi kayak keren ya, kalau punya bipolar?"

Dokter Andri menjelaskan bahwa ada perbedaan antara Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Contoh ODMK, biasanya yang sering terjadi di kalangan pekerja dan pengguna media sosial.

Kebiasaan hustle culture dan penggunaan medsos yang berlebihan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa sehingga orang yang bersangkutan mengalami burnt out. "Nah burnt out ini, bisa dialami oleh saya, oleh kita semua. Nah kita semua ini yang mengalami burnt out termasuk ke dalam ODMK. Kalau bisa dikelola, ya kita bisa sehat jiwa lagi, sehingga tidak menyebabkan anxiety. Tidak berlanjut menjadi ODGJ."

Guna meluruskan stigma dan kekeliruan persepsi, dr. Andri sering melakukan edukasi melalui artikel dan video di media sosialnya. Ia merasa terbantu dengan komunitas penyintas yang kerap memberi edukasi dan semangat kepada pasien untuk sembuh. Akan tetapi, pada satu titik, pasien bahkan lebih mempercayai informasi dari penyintas alih-alih rekomendasi dari dokter.

"Kepercayaan kepada komunitas itu bagus, tapi harus dimoderasi. Komunitas penyintas punya peran yang sangat kuat hingga lebih didengar daripada ucapan dokter. Sampai ada yang pernah bilang 'Dokter gak ngerasain sih apa yang saya rasain'," kisah dr. Andri.

Dokter Andri --mengutip WHO---menuturkan bahwa pada tahun 2020 gangguan depresi menempati urutan kedua terbanyak setelah penyakit kardiovaskular. Karenanya, dr. Andri menganjurkan masyarakat untuk menyadari kondisi kejiwaannya.

"Kapan mesti ke psikiatri? Jika ada gangguan berat yang menyebabkan fungsi seseorang terganggu. Misalnya sedih sampai nggak bisa ngapa-ngapain lebih dari dua minggu. Cemas, takut ke mana-mana, takut jalanan, takut ketemu orang. Kenapa? Karena psikiater bisa kasih obat. Nanti setelah dipulihkan kondisinya, baru dibantu pola pikirnya oleh psikolog. Jangan sampai amigdala kita rusak."

Apalagi, menurut dr. Andri, sistem jaminan kesehatan Indonesia telah memadai lantaran sudah menanggung pengobatan penyakit kejiwaan. "BPJS itu bagus lho, menanggung penyakit jiwa. Mahal-mahal lagi, obatnya. Dibayari, bertahun-tahun!"

Sekarang para tenaga kesehatan sudah dibekali pengetahuan dan wawasan mengenai kesehatan jiwa. Karenanya dr. Andri menyarankan jika memang mulai merasakan gejala gangguan kesehatan jiwa, sebaiknya langsung datang saja ke Puskesmas.

"Datang saja ke nakes siapa pun yang dekat. Bisa perawat, dokter, sampai psikolog. Setelah itu jika memang butuh penanganan lebih lanjut akan dibuatkan rujukan," ungkap dr. Andri menjelaskan langkah penanganannya. "Cemas itu disadari. Cemas adalah sinyal wajar, bagian dari pertahanan tubuh kita."

Mahasiswa Angkatan Reformasi yang Gemar Menulis Puisi

Dokter Andri sempat bingung memilih jurusan kuliah selepas lulus SMA. Ia ragu mengikuti jejak profesi ayah dan ibunya sebagai pedagang.

Akan tetapi, anak tengah dari 3 bersaudara ini menyadari perannya sebagai anak dan cucu laki-laki pertama. Dalam budaya Tionghoa, menjadi anak dan cucu  laki-laki pertama mengharusnya dirinya mengambil peran sebagai "penjaga rumah". Ia pun berpikir, pekerjaan apa yang sekiranya sesuai dengan minatnya dan tetap memungkinkannya menjadi "penjaga rumah"?

"Saya mendaftar ke Fakultas Kedokteran UI dan Sipil Untar. Sebenarnya kalau keturunan Tionghoa gak ambil ekonomi kok lucu. Tapi saya pikir sudah banyak orang kuliah ekonomi," ungkapnya, sambil tertawa.

Ia berpikir bahwa menjadi dokter itu bisa menolong orang, tapi tetap dibayar juga. "Saya suka pekerjaan seperti itu."

Singkat cerita dr. Andri akhirnya diterima Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1997. Mengenang masa-masa awal kuliah dulu, dr. Andri ingat betul pernah diminta oleh seniornya membaca buku Soe Hok Gie "Catatan Seorang Demonstran".

"Saya bingung, kenapa mau kuliah kedokteran mesti baca buku begituan?" kata dr. Andri, sambil tertawa.

Baru menjalani setahun perkuliahan, kerusuhan 1998 pecah. Sebagai seorang yang tak begitu mengetahui jalanan Jakarta, dr. Andri bingung mesti ke mana untuk menyelamatkan diri.

"Saya ditolong sama Ibu-ibu berjilbab dan anaknya, diantar lewat jalur kuburan ke rumah Om saya di Karawaci," ungkapnya. "Nah, kemarahan massa saat itu adalah isu kesehatan jiwa juga," ujarnya menambahkan.

Fenomena sosial itulah yang lantas membuat dr. Andri tertarik pada spesialisasi psikiatri. Ia pun mendalami kajian ilmu budaya dasar yang diberikan kepada setiap mahasiswa eksakta. "Saya tertarik, dan berpikir menarik juga ya bisa baca pikiran orang," katanya mengenang perspektifnya semasa muda. Inilah awal mulanya hingga ia menggunakan istilah "Mbahndi" sebagai nama akun media sosialnya. Ia mengira pekerjaan sebagai psikiater mirip seperti dukun.

Dokter Andri pun lulus tahun 2003 dan memiliki gelar spesialis kejiwaan tahun 2008 dari kampus yang sama.

Lalu bagaimana hingga akhirnya dr. Andri banyak menulis di Kompasiana? Ia mengaku bahwa semasa SMP, dirinya adalah kebanggaan gurunya lantaran suka menulis, bahkan membuat puisi! Akan tetapi, pada satu waktu tulisannya sempat dicela oleh wartawan.

Sampai akhirnya dr. Andri menemukan buku "Berani Menulis Artikel" yang ditulis oleh Wahyu Wibowo. Ya, dari buku itulah akhirnya dr. Andri terus belajar memperbaiki tulisannya, bahkan berusaha untuk meniru teknik penulisannya. Kini artikelnya di Kompasiana masih banyak dikutip oleh media online ini sebagai rujukan.

Sebelum menulis di Kompasiana, dr. Andri mengirimkan tulisannya pertama kali ke koran pada tahun 2006, saat menjadi dokter residen. Ia menulis untuk Suara Pembaruan, Jawa Pos, dan Media Indonesia. Ketika itu, ia berpikir bahwa pendapatan yang diperolehnya lumayan. "Maka tidak heran jika teman-teman dokter memilih untuk menjadi content creator," tambahnya.

Selain "Mbahndi", dr. Andri kerap menggunakan nama "Andri Psikosomatik" sebagai nama penanya di media sosial.

Memang, dr. Andri merupakan satu-satunya dokter dari Indonesia yang mendapat pengakuan dari Fellow of The Academy of Psychosomatic Medicine (FAPM) di Amerika Serikat. Buah dari pendidikan yang ditempuhnya dari American Psychosomatic Medicine di Atlanta, Amerika Serikat (tahun 2012, 2013, dan 2014). Ia pun pernah juga mengikuti International Brain Medicine, Course on Psychopharmacology, di Makati, Filipina (2013).

Keahliannya sebagai dokter spesialis kejiwaan dan hobinya mengedukasi lewat video serta tulisan membawanya pada peran sebagai Humas Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) tahun 2019-2022.

Trimantra ala dr. Andri: Ikhlas, Sabar, Sadar

Menganut ajaran Buddha, spiritualitas Buddha telah banyak membantu dr. Andri mendalami ilmu kejiwaan. "Dari kecil saya berlatih menditasi, menyadari. Dalam Buddha ada Vipassana: menyadari kondisi sekarang."

Menyadari bahwa bidang yang digelutinya bertalian erat dengan kesadaran, dr. Andri pun membuat trimantra yang terinspirasi dari aktivitas meditasi yang dilakukannya secara rutin.

Ikhlas, sabar, sadar. Tiga kata itu kerap diucapkannya dalam berbagai kesempatan, baik ke pasien maupun audiensnya di media sosial. "Ikhlas untuk menerima kondisi kejiwaan kita. Sabar dalam menjalani pengobatan. Terakhir: Sadar, mindful. Seringkali orang itu pikirannya bercabang ke mana-mana. Padahal kita perlu menyadari here and now," terang dr. Andri.

Trimantra tersebut diharapkan dapat menginspirasi pasien agar menerima keadaannya dan keadaan di luar dirinya. Dengan demikian, pikiran-pikiran berlebih tidak terlalu memengaruhi otak kita berlebihan. "Sabar adalah cara bertapa tertinggi," ungkapnya.

Sebelum menyampaikan Trimantra ini kepada pasien, dr. Andri beranggapan bahwa dirinya harus mengupayakan kesehatan jiwa atas dirinya sendiri. Oleh karena itu, dr. Andri membatasi jumlah pasien per hari, hidup sederhana, tidak berlebihan, dan beristirahat cukup seperti biasanya. Apalagi, aktivitas hariannya sudah padat. Selain praktik, dr. Andri juga mengajar di Ukrida dan melakukan edukasi di banyak platform.

Nah, dr. Andri sudah memberi tahu kiat yang diterapkan dalam menjaga kesehatan jiwanya. Bagaimana denganmu, Kompasianer? Sudahkah kamu menyadari kondisi jiwamu? Apa ritual harian yang biasanya kamu lakukan untuk menjaga kesehatan jiwa? Bagaimana caramu mendeteksi jika ada masalah pada kejiwaaan? Apakah kamu pernah membantu orang di sekitarmu menyadari kondisi jiwanya?

Ingatlah pesan dr. Andri bahwa rasa cemas adalah sinyal alami yang merupakan bagian dari pertahanan tubuh kita. Jika sedang terlalu letih dan emosional, cobalah rasakan kondisi yang kita alami, dikelola, hingga kita kembali menjadi sehat jiwa. Jika ada gejala yang berkepanjangan dan mengganggu, jangan lupa datang ke ahlinya ya! Hindari diagnosis mandiri, konsultasi ke fasilitas kesehatan terdekat supaya penanganannya tepat!

Yuk ceritakan kisahmu menjaga kesehatan jiwa karena dr. Andri menantangmu untuk menjadi influencer yang menyadari kondisi jiwa dan menanganinya secara tepat. Simak ketentuannya di Topik Pilihan Kolaborasi bersama dr. Andri di bulan Oktober ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun