"Cinta akan menemukan jalannya."
Bagi Kompasianer Yunita Kristianti, ada satu kunci yang membuatnya konsisten meniti perjalanannya bertahun-tahun membina anak berkebutuhan khusus. Kunci itu adalah: cinta.
Yunita percaya bahwa pada dasarnya setiap anak mempunyai kesempatan yang sama, termasuk anak berkebutuhan khusus, atau yang kerap disingkat ABK.
Karenanya, ketika ia berjumpa dengan orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, Yunita menekankan bahwa yang terpenting dari pendampingan ABK ialah rasa sayang dari orangtua ke anaknya. Itu saja cukup. Dengan rasa sayang, seseorang akan 100x lipat lebih sabar, 100x lipat lebih telaten, dan memiliki semangat pantang menyerah agar Si Buah Hati dapat memiliki masa depan secerah anak lain sebayanya.
***
Perjalanan Yunita dimulai pada tahun 2003. Ketika itu --Nita--- demikian ia akrab disapa, bergabung dengan sebuah lembaga terapis untuk penyandang autisma. Inilah titik awal yang membuatnya banyak berinteraksi dengan ABK, hingga merasa terpanggil untuk terus mengabdi hingga hari ini.
"Mereka (ABK) ini jujur-jujur lho, gak pernah bohong. Sudah begitu rasa empatinya tinggi," kata Yunita.
Meski begitu, pasti ada saja suka duka dalam menjalani. Apalagi saat itu Yunita baru saja lulus kuliah dan pertama kali bekerja.
Pernah pada satu siang Yunita didatangi anak asuhnya. Secara tiba-tiba, entah apa yang terjadi, anak tersebut justru menggigit dada dan punggungnya.
"Sakit sekali, tapi aku tahu aku gak bisa membalasnya, jadi aku hanya bisa lari ke lantai 2 dan ke kamar mandi," kenang Yunita.
Seiring berjalannya waktu, Yunita membuka sentra pelayanannya sendiri di kota tempat tinggalnya, Salatiga. Pusat pelayanan psikologis terpadu buatannya itu diberi nama: Home of PsychE atau disingkat Hope.