Cuti atau izin adalah hal yang tidak asing dalam dunia kerja. Serta biasanya para pekerja mendapatkan jatah cuti atau izin kerja ini dari perusahaan.
Karena cuti atau izin kerja ini juga merupakan bagian dari hak para pekerja. Apabila pekerja sedang dalam sebuah urusan yang mengharuskanya untuk cuti, maka perusahaan wajib memberikannya cuti.
Tentu untuk mengajukan cuti kalian perlu memiliki alasan yang kuat. Misalnya, ketika kamu diminta untuk menghadiri acara keluarga, sedang mengalami musibah, bahkan kalian yang sedang masa menstruasi.
Baca juga: Dilema Kram Perut dan Cuti Bulanan bagi Perempuan
Tidak jarang juga beberapa pekerja memanfaatkan cuti kerja untuk sekedar liburan dari penatnya bekerja. Sebelum mengajukan cuti ataupun izin kerja kalian juga perlu memperhatikan beberapa etika, dan tidak sembarangan mengajukan cuti, lho!.
Lalu apa saja etika yang harus diperhatikan sebelum mengajukan cuti?Â
Berikut 3 konten yang menarik di Kompasiana agar para Kompasiner memahami apa saja etika sebelum mengajukan cuti kerja.
1. Perhatikan 7 Etika Ini Sebelum Mengajukan Cuti agar Integritas Anda Terjaga
Tak selamanya seorang pekerja itu selalu siap sedia melakukan pekerjaan. Adakalanya kita absen masuk kerja. Entah karena sakit, urusan keluarga, kepentingan mendadak, dan berbagai keperluan lainnya.Â
Untuk itulah perusahaan memberikan fasilitas berupa cuti bagi para karyawan. Namun perlu diingat bahwa bukan berarti kita bisa seenaknya mengambil cuti.Â
Sebagai seorang pekerja yang digaji oleh perusahaan, sudah selayaknya kita pun memperhatikan kepentingan perusahaan. Adakalanya memang urusan pekerjaan itu tidak bisa ditinggal sehingga pengajuan cuti itupun ditolak oleh atasan.
Mari perhatikan 7 etika berikut ini yang baik ketika kita akan mengajukan cuti. Jangan sampai cuti itu justru mencederai integritas anda sebagai seorang pekerja. (Baca selengkapnya)
2. Catat! 8 Alasan Sah untuk Izin Cuti Ketika Bekerja dari Rumah (WFH)
Saat Anda bekerja di lingkungan kantor - tatap muka, hampir semua hal yang menghalangi Anda untuk datang ke kantor secara fisik dapat menjadi alasan yang sah untuk izin tidak masuk kerja.
Tetapi ketika Anda bekerja dari rumah dan pergi ke kantor berarti berjalan menyusuri lorong ke kantor rumah Anda sendiri, ada jauh lebih sedikit alasan untuk cuti.
Baca juga: Istri Melahirkan, Seberapa Penting Suami Ambil Cuti?
Dengan lebih sedikit variabel yang terlibat dalam membuat Anda bekerja, Anda dapat lebih mudah tetap fokus pada tugas dan tanggung jawab Anda.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa akan ada saat-saat ketika Anda benar-benar perlu menelepon untuk tidak bekerja walau sedang WFH. Apa saja syarat sah membatalkan pekerjaan saat bekerja dari jarak jauh? (Baca selengkapnya)
3. Etika Mengajukan Cuti Saat Harpitnas
Harpitnas (hari terjepit nasional) terkadang menyebalkan, terkadang pula menyenangkan. Bekerja pada hari yang diapit dua hari libur sungguh sangat tanggung.
Sebagian pekerja memutuskan mengambil cuti kala itu. Sebetulnya, semua ingin (kecuali mungkin pekerja workaholic). Rata-rata alasannya sebab melancong ke daerah wisata, yang pelaksanaannya membutuhkan beberapa hari, oleh sebab termakan perjalanan dan penginapan.
Baca juga: Izin Kerja Tak Mengapa, Mesin Saja Punya Tombol "Off"
Bagaimana bawahannya bisa serempak begitu mengajukan cuti? Rekan kerja lain pun heran, siapa nanti yang bisa menjamin pekerjaan tim selesai?
Untuk menghindari hal-hal tersebut, berikut etika yang perlu dimengerti oleh pekerja yang hendak mengambil cuti kala harpitnas. (Baca selengkapnya) Â |Â (IZM)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H