Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ibu Kita Kartini, Perempuan yang Ingin Merdeka Seutuhnya

21 April 2021   11:56 Diperbarui: 22 April 2021   09:01 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan "kapan nikah?" bagi perempuan lajang mungkin terdengar horor. Apalagi, tulis Kompasianer Luna Septalisa, bagi yang sudah berkepala tiga.

Mungkin bagi mereka yang menanyakan hal seperti itu sekadar basa-basi, tapi budaya kolektif menempatkan masyarakat sebagai "polisi moral" atas hidup orang lain.

Bahkan, lebih jauh bagi Kompasianer Luna Septalisa sudah sampai untuk urusan-urusan yang sebenarnya sudah menyangkut ranah privat.

"Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi, siap-siap perempuan akan menerima stigma 'bukan perempuan utuh atau 'bukan perempuan sejati baik dari keluarga sendiri maupun masyarakat," lanjnutnya.

Pandangan ini menjadi problematik ketika kita dihadapkan pada isu infertilitas. (Baca selengkapnya)

3. Paradoks Perkawinan Anak di Bawah Umur Saat Pandemi

Di dalam hukum perdata, perkawinan merupakan salah satu bentuk dari perikatan atau perjanjian. Perjanjian sejatinya dibuat minimal oleh dua orang.

Agar perjanjian tersebut dianggap sah secara hukum, maka harus memenuhi beberapa persyaratan. Salah satunya cakap. Cakap adalah orang-orang yang mampu melakukan perbuatan hukum.

Anak-anak masuk ke dalam kategori tidak cakap. Itu sebabnya, menurut Kompasianer Dani Ramdani dalam syarat perkawinan ada pembatasan umur yang harus dipenuhi guna memenuhi unsur cakap tadi.

Masalah utama yang terjadi saat ini adalah mengapa marak perkawinan dini yaitu karena pergaulan yang menyimpang.

"Celakanya, untuk menyelesaikan masalah remaja tersebut kebanyakan masyarakat lebih memilih dikawinkan," tulis Kompasianer Dani Ramdani. (Baca selengkapnya)

4. Kisahku: Gadis Desa Putus Sekolah, Dinikahkan Dini, tapi Bisa Sukses

"Sebelum mengenal dan patah hati karena cinta (asmara), gadis itu telah patah hati lebih awal akan impian pendidikannya yang sirna," tulis Kompasianer Alfira Azzahra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun