Generasi yang berkualitas lahir dari perempuan-perempuan cerdas.
Kita semua sepakat bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengakses pendidikan, tak peduli ia perempuan ataukah laki-laki.
Tetapi, sayangnya pendidikan masih dipandang sebagai privilese bagi sebagian kaum perempuan.
Meski kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan itu diperlukan, akan tetapi perempuan terlebih dahulu harus berjuang untuk dirinya sendiri.
Lantas, bagaimana Kompasianer melihat pendidikan yang didapat khususnya untuk kaum perempuan ini?
1. Ibu, Madrasah Anak yang Pertama
Mengajar di madrasah putri itu, tulis Kompasianer Yuli Anita adalah hal yang sangat mengesankan.
Selama mengajar itu, Kompasianer Yuli Anita menyadari satu hal: ternyata siswa yang homogen tidak kalah ramainya dengan siswa yang heterogen.
Akan tetapi, karena semakin seringnya berinteraksi dengan orangtua murid lainnya, mengetahui banyak di antara siswa saya yang orang tuanya terutama ibunya tidak bersekolah tinggi.
Kepada anak perempuan biasanya mereka tidak begitu menuntut prestasi yang bagus di sekolah.
"Bagus syukur, tidak bagus tak apalah. Tugas perempuan nanti kan 'hanya' membesarkan anak-anak dan melayani suami," tulis Kompasianer Yuli Anita. (Baca selengkapnya)
2. Pendidikan Perempuan Terbentang Luas, Bagai Permadani Tanpa Batas
Pendidikan pada umumnya, juga pendidikan perempuan, sudah terbentang luas, bagaikan permadani tanpa batas.