Bentuk kekerasan seksual bisa berupa kekerasan secara fisik maupun verbal dengan menggunakan relasi kuasa.
Sekolah atau kampus yang sejatinya menjadi pusat dari aktivitas keilmuan malah menjadi neraka bagi perempuan yang sedang menuntut ilmu.
"Institusi pendidikan yang umumnya berisi orang-orang berpendidikan justru menodainya dengan tindakan-tindakan yang jauh dari cerminan orang berpendidikan," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
5. Ketika Mereka Dipaksa Mengalah untuk Tak Melanjutkan Sekolah
Semaca kecil lingkungan bermain Kompasianer Agustina Purwantini itu banyak sekali teman perempuannya yang tidak melanjutkan sekolah selepas SD.
Ada yang menjadi ART di kota (biasanya di Semarang dan Jakarta), menjadi pelayan toko, bekerja di warung makan, dan masih banyak lagi.
Bahkan aada juga yang langsung dinikahkan oleh orang tuanya. Untuk yang langsung dinikahkan, tulis Kompasianer Agustina Purwantini, biasanya yang beberapa kali nunggak alias tak naik kelas.
Kalau keluarga pas-pasan, setingkat di atas miskin, anak perempuanlah yang dikorbankan, dipaksa mengalah lulus SD saja meskipun prestasi akademiknya lebih baik ketimbang adik/kakak laki-lakinya.
"Seolah-olah ada peraturan tak tertulis, yang wajib diusahakan dapat bersekolah ke jenjang lebih tinggi adalah anak laki-laki dengan harapan kelak dapat mendapatkan pekerjaan yang baik," tulis Kompasianer Agustina Purwantini. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H