Hal tersebut jadi semakin menarik karena ketika masih banyak pernyataan tak terjawab, justru kampus-kampus di Indonesia seperti berlomba dalam melakukan publikasi jurnal-jurnal ilmiah.
Maka, tulis Kompasianer Erkata Yandri mau tidak mau masing-masing kampus harus menggenjot kinerjanya agar terlihat kinclong.
"Ini secara tidak langsung sudah melibatkan kampus masuk ke dalam "liga" tadi. Konsekuensinya adalah 'posisi'," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
3. Sudah Kuatkah Mental Anak Menghadapi Bullying di Sekolah?
Memang belum banyak siswa-siswi yang kembali ke sekolah untuk melaksanakan proses belajar-mengajar seperti dulu.
Akan tetapi, yang masih belum bisa diatasi oleh pihak sekolah dan seluruh civitas akademik justru terkait perundungan di sekolah.
Sulitnya jangkauan pantau setiap tindak siswa bisa jadi kendala, misalnya.
"Kondisi-kondisi seperti inilah yang bisa mengganggu kesehatan mental sehingga anak menjadi depresi, marah, ataupun kecewa," tulis Kompasianer Indra Mahardika. (Baca selengkapnya)
4. Perlukah Pendidikan tentang Plagiarisme Dimasukkan ke Dalam Kurikulum?
Awalnya Kompasianer Steven Chaniago menganggap plagiarisme suatu hal yang biasa saja. Akan tetapi, setelah ia aktif menulis dan karyanya dijiplak tanpa pertanggungjawaban sungguh tidak mengenakan.
Karena hal itulah yang kemudian membuka mata agar plagiarisme semakin dikenalkan di Indonesia, paling tidak diaajarkan sejak di sekolah.
"Bahwa semakin cepat kita dikenalkan dengan apa itu plagiarisme dan konsekuensinya, maka semakin kecil kemungkinan kita akan melakukannya dengan sengaja," tulisnya. (Baca selengkapnya)
5. Kegurubesaran di Indonesia
Menjadi Guru Besar (Profesor), tulis Kompasianer Juneman Abraham, itu idaman banyak orang, tidak terkecuali orang-orang yang kita kenal sebagai praktisi, seperti Kak Seto.