Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Pembaruan Apa yang Diinginkan untuk Dunia Penerbangan di Indonesia?

17 Januari 2021   04:13 Diperbarui: 17 Januari 2021   10:51 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI - Pintu darurat di pesawat. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Sudah sepekan sejak jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 banyak sekali masukan maupun pendapat dari masyarakat agar kejadian itu tidak terulang lagi.

Pencarian masih terus dilakukan, dari penumpang hingga ditemukannya black box yang diharapkan bisa membantu penyebab jatuhnya pesawat. Dan ini akan diperpanjang selama  hingga Senin (18/1/2021).

Atas kejadian ini, industri maupun bisnis penerbangan di Indonesia harapannya makin berbenah.

Jika musibah tidak bisa diprediksi, paling tidak sebesar mungkin untuk mengantisipasi.

Selain kabar terkait jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, masih ada konten terpopuler dan menarik lainnya di Kompasiana dalam sepekan.

1. Menanti Hadirnya Parasut Pesawat untuk Mencegah Jatuhnya Korban Jiwa dalam Kecelakaan Penerbangan

Kompasianer Tuhombowo Wau ingin industri pesawat makin berinovasi membuat semacam alat untuk menihilkan atau mengurangi jumlah korban jiwa ketika terjadi kecelakaan penerbangan.

"Maksudnya, mengapa industri tidak menginisiasi terciptanya sebuah alat, agar ketika terjadi musibah dan pesawat jatuh, para penumpang tidak ikut remuk di dalamnya?" tanya Kompasianer Tuhombowo Wau dalam tulisannya.

Pertanyaan itu muncul berdasarkan adanya ide rancangan "parasut pesawat" dari seorang insinyur penerbangan asal Ukraina bernama Vladimir Tatarenko.

Dalam desain yang sudah lama dibuatnya, lanjut Kompasianer Tuhombowo, Tatarenko merancang pesawat berkapsul dan berparasut. (Baca selengkapnya)

2. Duh, Terlanjur Pencet Setuju Berbagi Data WhatsApp ke Facebook, What Should I Do?

Kompasianer Efrem Siregar ketika itu masih setengah sadar karena baru bangun dari tidurnya dan memilih "setuju" saat pemberitahuan WhatsApp masuk.

Pikirnya saat itu sekadar pemberitahuan belaka. Makanya, tanpa membaca secara rinci, langsung dipilih "setuju".

Barulah saat membuka Twitter, warganet banyak yang membahas kebijakan WhatsApp yang baru, yang baru saja ia setujui itu.

"Pada akhirnya, masalah keamanan, kenyamanan pengguna dan payung hukum adalah beberapa isu penting untuk dipikirkan," tulis Kompasianer Efrem Siregar. (Baca selengkapnya) 

3. Blusukan Risma Dipersoalkan, Ini Pentingnya Dilakukan di Lingkungan Perusahaan

Perbincangan mengenai blusukan yang dilakukan oleh Menteri Sosial yang baru dilantik, Tri Rismaharini belum juga usai.

Akan tetapi bagi Kompasianer Meirri Alfianto ada hal lain yang menarik dari blusukan itu: bagaimana kalau yang dilakukan Menteri Sosial dilakukan juga oleh para atasan di perusahaan yang dipimpinnya?

Maksudnya adalah melihat kondisi aktual yang terjadi, tidak hanya menerima laporan dari anak buah.

"Dengan seringnya pimpinan turun mengecek kondisi lapangan, suasana kerja pun berubah dan adda beberapa hal penting mengapa blusukan dalam lingkungan perusahaan," tulis Kompasianer Meirri Alfianto. (Baca selengkapnya)

4. Sudahi Stigmatisasi "Janda Lebih Menggoda" Itu dari Sekarang!

Candaan tentang "status janda" seperti apa yang familiar didengar? Apakah candaan itu lucu atau justru sekadar menghina dan menyinggung saja?

Karena masih banyaknya yang membuat candaan seperti itu, bagi Kompasianer Ardalena Romantika kini malah makin menjurus bahwa janda diasosiasikan pada hal-hal yang bersifat tidak senonoh.

"Sadar atau tidak, candaan dan stigma negatif yang dilontarkan terhadap janda merupakan suatu pelecehan verbal dan berpotensi besar menyebabkan kekerasan seksual," tulis Kompasianer Ardalena Romantika.

Selain itu, stigma ini akan sangat merugikan perempuan karena banyak perempuan yang merasa takut dan malu apabila menyandang status janda sehingga lebih memilih bertahan dalam perkawinan. (Baca selengkapnya)

5. WFD, WFE, WFH, dan WFO di Mata CEO

Jika boleh memilih, mana yang disuka untuk bekerja: WFD, WFE, WFH, atau WFO?

Tentu dari keempat pilihan itu ada lebih dan kurangnya. Semisal, WFO diperlukan supaya tetap ada interaksi dengan tatap muka.

Bagaimana pun, tulis Kompasianer Siska Dewi mengutip dari Mardi Wu, bertemu secara fisik lebih memungkinkan untuk terciptanya bounding dengan tim.

Nah, jadi tempat asyik buat kerja menurutmu di mana? (Baca selengkapnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun