Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pembelajaran Abad 21, Membosankan atau Tantangan?

22 November 2020   04:42 Diperbarui: 24 November 2020   18:33 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembelajaran Abad 21. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Pandemi covid-19 membuat kita semua untuk sama-sama belajar dan sadar: bahwa perkembangan pendidikan masa kini amat pesat dan berlangsung cepat.

Pada satu sisi kita mungkin bisa tertinggal, tapi pada waktu yang tidak begitu lama, asal ada usaha lebih, kita mampu mengejar ketertinggalan itu.

Namun, ada hal yang terpenting agar bisa berjalan dengan baik, yakni penyesuaian diri. Barulah setelah itu infrastruktur yang mendungkungnya.

Karena kini dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki beragam kompetensi dan keterampilan di tengah perubahan zaman.

Selain pembahasan mengenai pendidikan di abad 21, masih ada konten terpopuler dan menarik lainnya di Kompasiana dalam sepekan:

1. Blended Learning, Tren Model Pembelajaran Abad-21

Dengan adanya pandemi covid-19, menurut Kompasianer Arief Er. Shaleh, telah terjadi tren aktualisasi bahasan publik. Pendidikan, misalnya, karena begitu terasa jauh perbedaannya.

Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) pilihan yang paling memungkinkan. Sebab, pola ini memberi akses kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

"Tentu dalam tataran keterlaksanaannya akan ada pernak-pernik masalah dan gangguan teknis. Hal ini wajar, mengingat PJJ memang dipaksakan dan terpaksa harus dilakukan untuk kesinambungan layanan pendidikan," tulis Kompasianer Arief Er. Shaleh.

Inilah yang menjadi nilai positif dalam dunia pendidikan dalam bayangan Kompasianer Arief Er. Shaleh.

Meskipun, peran guru tak tergantikan, lanjutnya, sudah saatnya tidak memandang sebelah mata peran teknologi untuk menjawab tantangan dan perubahan yang ada. (Baca selengkapnya)

2. Kegaduhan Pemberian Bintang Mahaputera kepada Hakim MK

Dengan pemberian gelar Bintang Mahaputera kepada enam hakim MK aktif itu, menurut Kompasianer Budi Susilo, akan menimbulkan kesangsian atas independensinya.

Sebagai contoh kasus, Kompasianer Budi Susilo menulis, dalam proses perkara gugatan UU Omnibus Law dan UU lainnya.

"Apapun hasil keputusan MK atas pengujian UU itu, akan menimbulkan kecurigaan di kalangan pihak penggugat dan masyarakat," tulisnya.

Tentu yang tidak diinginkan adalah kegaduhan politik (lagi) yang diikuti oleh protes keras dan gelombang demonstrasi secara besar-besaran. (Baca selengkapnya)

3. Hari Toilet Dunia: dari Paling Kumuh sampai Paling "Wow"

Pada peringatan Hari Toilet Dunia, kali ini Kompasianer Leya Cattleya tersadarkan karena instalasi kran di rumah ibunya mengalami masalah.

Ketiadaan sanitasi layak ini, tulisnya, sering pula berkaitan dengan ketiadaan air bersih.

Kita tidak bisa begitu saja menyederhanakan permasalahan ini, sebab air merupakan hak dasar manusia, termasuk perempuan dan anak-anak. Air bersih tidak ada, maka akan berbanding lurus kelayakan toilet tersebut.

"Upaya menyediakan dan memperbaiki sanitas perlu berbarengan dengan penyediaan air bersih serta fasilitasi pembuangan limbah serta sampah yang benar," tulis Kompasianer Leya Cattleya. (Baca selengkapnya)

4. Inilah 3 Alasan Mengapa Berteman Tidak Perlu Terlalu Dekat

Dalam hubungan pertemanan, khususnya dengan teman yang sudah kita anggap dekat, hindari dengan mudah membangun ikatan emosi yang sangat kuat.

Padahal memiliki teman dekat itu baik, bukan? Akan tetapi Kompasianer Firda Fatimah berpandangan lain mengenai hubungan pertemanan yang terlalu dekat ini.

"Dekat itu boleh, tapi untuk hubungan yang terlalu dekat sepertinya harus kita pertimbangkan kembali jika tidak mau menerima risiko yang kemungkinan bisa kita alami di kemudian hari. Akan terjadi apa suatu hari nanti, tidak ada yang tau, kan?" tulis Kompasianer Firda Fatimah.

Dari beragam kemungkinan yang terjadi antarteman ini, paling tidak ada 3 hal yang mesti diperhatikan dalam ikatan emosi, misalnya. (Baca selengkapnya)

5. Rekor Juara Dunia Lewis Hamilton dan Makin Membosankannya Balapan Formula 1

Meski Lewsi Hamilton kembali menjuarai balap Formula 1, apakah itu membuat ajang balap mobil ini justru makin membosankan?

Sepanjang kariernya sebagai pembalap, ini sudah kali ke-7 Lewis Hamilton menjadi juara. Dari 2014, Lewis mencatatkan namanya sebagai juara dunia enam kali berturut-turut, kecuali pada musim 2016 di mana gelar juara dunia jatuh kepada pebalap setimnya Nico Rosberg.

"Monopoli Mercedes hanya satu faktor penyebab. Toh, tim lain seperti Ferrari juga pernah mendominasi pada musim 2000an," tulis Kompasianer Efrem Siregar. (Baca selengkapnya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun