Menjadi Ayah feminis, paling tidak, seperti ditulis Kompasianer Ayu Diahastuti, mampu mengubah stigma bahwa peran ayah selama ini hanya sekedar sebagai pribadi yang mempertegas bahwa ayah hanya berada di area maskulin.
Sebab, anak-anak yang tumbuh dalam keluarga tanpa adanya figur ayah, baik secara fisik maupun psikis, akan mengakibatkan beberapa kondisi mental yang terganggu.
Secara sederhana Kompasianer Ayu Diahastuti menjelaskan, kehadiran ayah yang mau memberikan diri ikut ambil bagian dalam tugas keluarga sebagai bentuk kepeduliannya.
Yang jelas, Ayah yang feminis bukan berarti melemahkan sisi maskulinitasnya lho! (Baca selengkapnya)
5. Apa yang Akan Terjadi Bila Seorang Anak Perempuan Kehilangan Figur Ayah?
Nah, setelah sedikit dijelaskan oleh Kompasianer Ayu Diahastuti, mari kita lihat dampak yang terjadi bila anak perempuan, misalnya, kehilangan figur seorang Ayah.
Seorang anak perempuan, tulis Kompasianer Reynal Prasetya, akan selalu ingin diapresiasi oleh Ayahnya.
Misalnya, ketika ternyata dia berhasil menjadi yang terbaik di sekolahnya, maka seorang anak perempuan akan selalu berusaha ingin membanggakan Ayahnya. Karena, jauh di lubuk hatinya, dia ingin selalu dimanjakan, dibela, dan dicintai.
Lantas bagaimana jika ia kehilangan figur Ayah di keluarga?
Kompasianer Reynal Prasetya menulis, ia akan berusaha memenuhi kebutuhan dan ruang kosong dalam jiwanya itu dari kekasih atau pasangannya.
"Berharap kekasihnya bisa juga berperan seperti seorang Ayah yang mencintai, melindungi dan membuat dirinya merasa aman," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H