Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Membahas Pohon Kata Anjing, Sisi Muram Bisnis Startup di Masa Pandemi

2 September 2020   05:30 Diperbarui: 2 September 2020   10:17 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Live Streaming di media sosial. (sumber: Salesforce.com via kompas.com)

Ilustrasi Live Streaming di media sosial. (sumber: Salesforce.com via kompas.com)
Ilustrasi Live Streaming di media sosial. (sumber: Salesforce.com via kompas.com)
Kita semua tahu, semenjak boomingnya penggunaan smartphone dan mudahnya akses internet, banyak masyarakat yang meninggalkan TV, seperti diri saya contohnya.

Melihat hal ini, maka gugatan RCTI dan iNews ini menimbulkan dua hipotesis. Apakah esensinya untuk kesetaraan dan tanggung jawab moral bangsa atau motif ekonomi. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya. (Baca Selengkapnya)

Kenangan Meneliti Candi Borobudur Sehabis Bom Meledak pada 1985

Kondisi pembongkaran di area Candi Borobudur pada 1985. Tanda panah menunjukkan Candi Borobudur (koleksi pribadi Djulianto Susantio)
Kondisi pembongkaran di area Candi Borobudur pada 1985. Tanda panah menunjukkan Candi Borobudur (koleksi pribadi Djulianto Susantio)
Pada Februari 1985 saya berkesempatan mengunjungi Candi Borobudur selama 14 hari. Jadi sehabis bom meledak. Waktu itu untuk penelitian ilmiah. Proposal saya tentang "Pengunjung dan Masalah Konservasi Candi Borobudur: Sebuah Penelitian Pendahuluan" disetujui oleh Jurusan Arkeologi UI.

Karena membawa surat, saya gampang saja turun naik Candi Borobudur. Beberapa tempat terlihat masih tertutup untuk pengunjung. Batu-batu yang pecah masih tampak di sekitar tempat itu. Saya cuma bisa bergumam, "Biadab kau". (Baca Selengkapnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun