Tantangan bagi ideologi Pancasila pada generasi milenial saat ini adalah digitalisasi, sesuai dengan karakter dan platformnya. Setiap zaman memang harus ada sebuah program yang mengikuti perkembangan zaman tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Rektor UIN Sumatera Utara, Saidurrahman.
Menurutnya, agar Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika bisa diterima, maka karakter milenial, platform yang digunakan, dan kontennya harus disusun. Untuk itu diperlukan penguatan secara struktural untuk memastikan bahwa ada yang mengawal Pancasila.
"Kalau masa lalu kita punya BP7, lalu ada yang kita sebut Eka Setya Pancakarsa, juga 36 butir Pancasila yang kemudian direvisi menjadi 45 butir," ujarnya.
Menurut pengamat politik, Karyono Wibowo, tantangan bagi penanaman nilai-nilai Pancasila di dunia digital memang tidak mudah. Jika nanti BPIP sudah dikuatkan oleh undang-undang, yang paling penting adalah bagaimana menyusun formula untuk penanaman nilai-nilai ideologi Pancasila di semua segmen masyarakat terutama generasi milenial.
"Metodenya harus menyesuaikan dengan perkembangan dunia digital saat ini, di mana generasi milenial dalam satu hari minimal selama kurang lebih 7 jam menghabiskan waktunya dengan gawai di tangan," jelasnya.
Karyono juga berpendapat jika Pancasila jangan sekedar dijadikan slogan-slogan saja, karena bagi generasi milenial ini akan sulit untuk dicerna, seharusnya lebih melekat, lebih aplikatif, lebih up-to-date, dan lebih implementatif.
"Jargon-jargon dan dogma Pancasila tidak perlu dihilangkan, akan tetapi metode penyampaiannya harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada," tambahnya.
Saidurrahman juga mengatakan jika kata kunci dalam penanaman nilai-nilai ideologi Pancasila adalah pengarusutamaan. Ia berpendapat kalau selama ini Indonesia telah terlena karena semenjak era reformasi, doktrin-doktrin Pancasila telah hilang.
Untuk mengarusutamakan Pancasila, menurut Saidurrahman, dibutuhkan penguatan secara struktur, penyampaiannya bukan lagi secara kultur. Ia berharap BPIP memiliki kekuatan untuk mengarusutamakan Pancasila di semua segmen, termasuk generasi milenial.
Ia mengaku heran dan aneh kalau dalam sebuah penelitian, ada sekitar 10% generasi milenial yang ingin mengganti Pancasila. "Wah, itu bisa kiamat nanti," candanya.
Saidurrahman juga ingin, jika nanti media harus memastikan konten-konten yang merupakan bagian dari Pancasila, meskipun tidak harus disebut Pancasila sila sekian, tapi semua sepakat bahwa itu Pancasila.