Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Terpopuler: Ketika Guru Kehabisan Kuota akibat WFH hingga Budaya Jepang Cegah Corona

7 April 2020   05:40 Diperbarui: 7 April 2020   05:43 2402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budaya Ugai, kumur-kumur di TK Jepang| Dokumentasi suginoko-y

Imbauan pemerintah untuk bekerja di rumah atau work from home (WFH) diperpanjang seiring dengan bertambahnya pasien terjangkit Covid-19.

Dengan begitu, dunia pendidikan juga terkena dampaknya. Mengajar dari rumah adalah tren yang baru dilakukan bagi para guru. Itu berarti, profesi ini sungguh mengandalkan koneksi internet yang stabil.

Lalu apakah para guru dibekali kuota internet yang cukup untuk mengajar setiap hari? Akan jadi masalah ketika sekolah tidak menyediakan anggaran bagi guru untuk beli kuota sehingga harus menyisihkan gajinya sendiri untuk membelinya.  

Pembahasan ini ramai diperbincangkan di Kompasiana. Selain itu juga terdapat artikel populer lain mengenai faktor budaya hidup bersih di Jepang yang ternyata efektif mencegah Covid-19 menyebar dengan cepat.

Apa sajakah itu? Berikut kami sajikan artikel terpopuler kemarin:

1. Ketika Para Guru Mulai Kehabisan Kuota Akibat Corona
Ilustrasi penggunaan paket data. Sumber: Kompas.com
Ilustrasi penggunaan paket data. Sumber: Kompas.com

Dengan kenaikan harga kebutuhan pokok yang mulai merangkak sejak wabah corona merebak. Tentu kuota perut lebih penting daripada kuota data, karena sekolah juga tidak menyediakan anggaran bagi guru untuk beli kuota sehingga harus menyisihkan gajinya sendiri untuk membelinya.

Bagaimana mau live streaming dengan murid-muridnya kalau kuota guru saja terbatas? Perlu dipertimbangkan lagi metode belajar di rumah melalui internet, agar guru dan murid tidak kebobolan kuota data.

Sudah seharusnya pemerintah menggratiskan internet untuk keperluan pendidikan. (Baca Selengkapnya)

2. Ronaldo Masa Lalu, Ronaldo Masa Kini, dan Sebuah "Cermin Sukses"
Ronaldo Brasil (kanan) dan Cristiano Ronaldo, pemain beda generasi dengan nomor punggung sama yang sama-sama meraih sukses besar di sepak bola| Foto: twitter.com/thecristianofan
Ronaldo Brasil (kanan) dan Cristiano Ronaldo, pemain beda generasi dengan nomor punggung sama yang sama-sama meraih sukses besar di sepak bola| Foto: twitter.com/thecristianofan

Tidak banyak pesepak bola beda generasi yang memiliki "nama punggung" sama dan keduanya sama hebatnya.

Karenanya, cerita tentang dua Ronaldo adalah kisah teramat unik yang jarang terjadi di sepak bola. Betapa, ada dua pesepak bola dengan nama punggung yang sama "Ronaldo" dan sama-sama hebatnya, tapi keduanya hidup di zaman berbeda. (Baca Selengkapnya)

3. Why "Monkey D Luffy" is Such A Great Leader
Luffy dan Straw Hat Pirates (Sumber : mangahelpers.com)
Luffy dan Straw Hat Pirates (Sumber : mangahelpers.com)

Bagi penggemar anime One Piece, tentu tahu siapa itu Monkey D Luffy. Oda Sensei (Eiichiro Oda) menaruh karakter protagonis Luffy sebagai sosok pemimpin yang punya banyak nilai-nilai dan karakter kepemimpinan yang patut dicontoh oleh siapa saja.

Oda Sensei sengaja membuat Luffy sebagai tokoh yang lemah, tidak ada yang menarik darinya, tidak punya kekuatan yang luar biasa hebat.

Lantas, apa yang kemudian menjadikan Luffy sebagai sosok pemimpin yang luar biasa? (Baca Selengkapnya)

4. Mas Nadiem, Kami Ingin Kurikulum yang Tidak Sekadar Ganti Nama!
Mas Nadiem dalam sambutan serah terima hasil PISA 2018 untuk Indonesia di Gedung Kemendikbud Jakarta, Selasa (3/12/2019).| Sumber: KOMPAS.com/Yohanes Enggar
Mas Nadiem dalam sambutan serah terima hasil PISA 2018 untuk Indonesia di Gedung Kemendikbud Jakarta, Selasa (3/12/2019).| Sumber: KOMPAS.com/Yohanes Enggar

Selama berlabuh di dunia pendidikan, tidak sedikit dari kita yang terus berteman dengan mindset "Ganti Menteri, Ganti Kurikulum". Perihal ini sulit dimungkiri, karena faktanya kurikulum pendidikan kita sudah 10 kali berganti. 

Yang jadi pertanyaan adalah mengapa perubahan-perubahan kecil mesti didaulat sebagai kurikulum yang berganti nama. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, pengubahan kurikulum itu tidak lebih dari sekadar ubah format dan selip nilai? (Baca Selengkapnya)

5. Budaya di Jepang Cegah Corona Menyebar Luas dengan Cepat
Budaya Ugai, kumur-kumur di TK Jepang| Dokumentasi suginoko-y
Budaya Ugai, kumur-kumur di TK Jepang| Dokumentasi suginoko-y

Masyarakat Jepang sudah terbiasa hidup bersih dan menjadi gaya hidup mereka sehari-hari. Jadi pemerintah sangat terbantu karena kesadaran sendiri mereka sudah melakukannya tanpa merasa ada tekanan akibat wabah corona ini.  

Mungkin inilah kenapa penyebaran corona di Jepang tidak begitu naik cepat seperti negara-negara lainnya di dunia, karena dari kecil sudah ada budaya pakai masker, budaya kumur, dan budaya cuci tangan. (Baca Selengkapnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun