Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Terpopuler: Ketika Guru Kehabisan Kuota akibat WFH hingga Budaya Jepang Cegah Corona

7 April 2020   05:40 Diperbarui: 7 April 2020   05:43 2402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ann-Marie Molyet, a third grade teacher from Edison Elementary in Ashland, uses a smart phone to record as she reads a book from her Mansfield home. Schools from all over the country are trying to find ways to educate their students remotely during the Covid-19 pandemic. (Photo: Jason J. Molyet/News Journal)

Oda Sensei sengaja membuat Luffy sebagai tokoh yang lemah, tidak ada yang menarik darinya, tidak punya kekuatan yang luar biasa hebat.

Lantas, apa yang kemudian menjadikan Luffy sebagai sosok pemimpin yang luar biasa? (Baca Selengkapnya)

4. Mas Nadiem, Kami Ingin Kurikulum yang Tidak Sekadar Ganti Nama!
Mas Nadiem dalam sambutan serah terima hasil PISA 2018 untuk Indonesia di Gedung Kemendikbud Jakarta, Selasa (3/12/2019).| Sumber: KOMPAS.com/Yohanes Enggar
Mas Nadiem dalam sambutan serah terima hasil PISA 2018 untuk Indonesia di Gedung Kemendikbud Jakarta, Selasa (3/12/2019).| Sumber: KOMPAS.com/Yohanes Enggar

Selama berlabuh di dunia pendidikan, tidak sedikit dari kita yang terus berteman dengan mindset "Ganti Menteri, Ganti Kurikulum". Perihal ini sulit dimungkiri, karena faktanya kurikulum pendidikan kita sudah 10 kali berganti. 

Yang jadi pertanyaan adalah mengapa perubahan-perubahan kecil mesti didaulat sebagai kurikulum yang berganti nama. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, pengubahan kurikulum itu tidak lebih dari sekadar ubah format dan selip nilai? (Baca Selengkapnya)

5. Budaya di Jepang Cegah Corona Menyebar Luas dengan Cepat
Budaya Ugai, kumur-kumur di TK Jepang| Dokumentasi suginoko-y
Budaya Ugai, kumur-kumur di TK Jepang| Dokumentasi suginoko-y

Masyarakat Jepang sudah terbiasa hidup bersih dan menjadi gaya hidup mereka sehari-hari. Jadi pemerintah sangat terbantu karena kesadaran sendiri mereka sudah melakukannya tanpa merasa ada tekanan akibat wabah corona ini.  

Mungkin inilah kenapa penyebaran corona di Jepang tidak begitu naik cepat seperti negara-negara lainnya di dunia, karena dari kecil sudah ada budaya pakai masker, budaya kumur, dan budaya cuci tangan. (Baca Selengkapnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun