Pada kasus operasi tangkap tangan (OTT) anggota KPU Wahyu Setiawan oleh KPK ternyata memiliki dampak yang tidak biasa.
Pasalnya, setelah Wahyu ditangkap pada Rabu (8/1/2020), sedangkan penetapan tersangka dilakukan pada Kamis (9/1). Sementara itu Dewan Pengawas KPK baru menerima surat pengajuan izin penggeledahan pada Jumat sore, dan izinnya baru diberikan pada Jumat malam (12/1).
Itu baru secara birokrasi, lantas bagaimana dengan penyelenggaraan pemilihan umum ke depan?
Kompasianer Diaz Rosano menuliskan keresahannya lewat sebuah esai yang menarik: Menguak Ruang Gelap Penyelenggaraan Pemilu Pasca-OTT KPK.
Selain adanya OTT KPK, masih ada artikel menarik dan terpopuler lainnya di Kompasiana: dari pro-kontra diresmikannya Omnibus Law hingga tantangan bagi mereka yang berniat nikah muda.
Berikut 5 artikel menarik di Kompasiana dalam sepekan:
1. Menguak Ruang Gelap Penyelenggaraan Pemilu Pasca-OTT KPK
Pertarungan seru para capres tampak lebih menarik perhatian publik ketimbang pemilihan anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Pemilihan para caleg ini, tulis Kompasianer Diaz Rosano, nyaris luput dari perhatian masyarakat mulai dari awal kampanye hingga penetapan para anggota legislatif terpilih karena terlalu sibuk mengamati proses pilpres daripada pileg.
Dalam tulisannya tersebut, ia menjelaskan bahwa sebenarnya justru terjadi di antara caleg baik antarpartai maupun di dalam partai itu sendiri.
Saat kampanye, misalnya, banyak caleg yang berani bertaruh menggadaikan harta bendanya untuk meraih posisi legislatif walau dengan risiko tidak kembali modal bila gagal.
"Ruang gelap inilah yang ternyata dimanfaatkan oleh penyelenggara Pemilu dari berbagai tingkatan untuk "bermain" dengan partai dan para caleg yang ingin duduk di kursi legislatif," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. Dinasti Politik, dari Harry ke Gibran
Ada yang mengejutkan dari Kerajaan Inggris: Pangeran Harry memutuskan untuk mengundurkan diri dari daftar anggota senior kerajaan.
Ini menjadi tantangan dan catatan tersendiri bagi Kerajaan Inggris. Sebab, meski telah keluar dari pemegang hak sebagai anggota senior The Royal Family, Harry telah memiliki modalitas yang lebih dari sekedar mampu hidup sederhana.
Akan tetapi, menurut Kompasianer Yudhi Hertanto, Pangeran Harry mencoba keluar dari bayang-bayang Kerajaan Inggris, sekaligus merupakan antitesis dari normalitas umumnya.
Harry adalah fenomena di Inggris, sedangkan di Indonesia, menjelang Pilkada serentak 2020, satu yang menjadi sorotan adalah majunya Gibran dan Bobby dalam proses kontestasi politik nasional.
"Apakah dengan demikian anak seorang tokoh tidak diperkenankan untuk terlibat dalam kontestasi? Pada banyak kasus domestik dan luar negeri, kita melihat tipikal yang sama perilaku kekuasaan dari masa ke masa," tulis Kompasianer Yudhi Hertanto. (Baca selengkapnya)
3. Omnibus Law Cilaka yang Bisa Bikin Celaka
Serikat buruh kembali sampai di pekarangan Gedung DPR, Senin (13/1) di Gedung DPR-RI, Jakarta.
Tuntutan masssa buruh masih sama seperti tahun lalu: menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka).
Aturan tersebut digadang-gadang sebagai paket regulasi yang diyakini pemerintah bakal mendongkrak investasi.
"Sayangnya ada beberapa pasal dari RUU Cilaka ini yang berpotensi mengebiri hak-hak kelas pekerja. Dengan kata lain, omnibus law Cilaka ini amat rawan menciptakan celaka beneran," tulis Kompasianer Muhammad Arief Ardiansyah. (Baca selengkapnya)
4. Problematika, Tantangan, dan Komitmen bagi Mereka yang Menikah di Usia Muda
Yang kerap dibayangkan dari mereka yang memilih menikah muda itu, biasanya, bisa tetap mengerti sekaligus mengawasi saat anak mengalami kesulitan.
Tidak hanya itu, anggapan bahwa risiko menikah muda itu belum siap secara mental.
Benarkah demikian? Kompasianer Seto Wicaksono menceritakan bagaiamana pengalaman dan tantangan yang ia hadapi sendiri saat memutuskan menikah di usia muda.
"Saya sadar, tidak semua teman memiliki visi yang sama. Ada juga komentar dari seorang teman yang menyatakan bahwa saya sudah tidak asik karena sudah jarang nongkrong," tulisnya. (Baca selengkapnya)
5. Semua Orang Bisa Meniru Usahamu, tapi Tidak dengan Rezekimu
Sadarkah kamu, jika sedang datang dan berbelanja ke pasar tradisional, misalnya, ada begitu banyak pedagang yang menjajaka dagangannya serupa dengan pedagang lainnya?
Bila dipikir-pikir, bagaimana pedagang ini berkompetisi dengan yang lain lewat barang dagangan yang sama tersebut?
Kompasianer Ozzy Alandika melihat, masalahnya bukan ada pada jenis usaha yang sama maupun bersebelahan.
"Yang bermasalah hanyalah tentang kualitas barang, mengecewakan pembeli atau menyenangkan pembeli. Tentang penjualnya, suka berbohong, suka mengurangi timbangan atau tidak," tulisnya. (Baca selengkapnya)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H