Akan tetapi jika berkaca pada bagaimana pergerakan mahasiswa hari ini seperti kehilangan konteks dengan apa yang telah terjadi 21 tahun lalu.
"Saya menduga 'awarenes' mahasiswa/mahasiswi tentang peristiwa reformasi 1998 terbatas. Mereka belum tentu kenal," tulis Kompasianer Leya Cattleya.
AKan tetapi nilai yang sama dengan pergerakan mahasiswa ketika melahirkan reformasi yaitu mereka punya mimpi untuk meraih cita cita dan perubahan. (Baca selengkapnya)
2. Menko Puan Maharani Ingin Undang Guru dari Luar Negeri, Bukan Berarti Impor Guru
Kompasianer Umi Yati menjelaskan kalau banyak yagn keliru dengan rencana pemerintah mengundang guru dari luar negeri.
Rencana mendatangkan guru dari luar negeri tersebut, lanjutnya, tidak ada kaitannya dengan kualitas guru di Indonesia. Apalagi kaitannya dengan guru yang masih berstatus honorer.
"Sekedar contoh, bisa saja salah satu guru yang dibutuhkan adalah pengajar bahasa inggris. Dengan demikian anak-anak murid kita bisa belajar dengan native speaker, yang selama ini hanya bisa dinikmati oleh sekolah-sekolah berstandar internasional," tulis Kompasianer Umi Yati.
Kita harus bijak dalam melihat rencana baik pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, lanjutnya. (Baca selengkapnya)
3. Wacana Impor Guru hingga Rendahnya Minat Milenial Menjadi Guru
Berbeda dengan Kompasianer Umi Yati melihat rencana guru dari luar negeri, apa yang menjadi catatan kritis dari Kompasianer Idris Apandi adalah minat orang-orang untuk menjadi guru.
Menurutnya, sektor pendidikan sebenarnya diharapkan menjadi lokomotif peningkatan mutu dan daya saing bangsa.
"Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas," tulis Kompasianer Idris Apandi.
Sedangkan di sisi lain, lanjutnya, banyak generasi millenial yang potensial dan cerdas justru tidak tidak tertarik menjadi guru.