Sabtu (08/12/2018) siang, sekelompok masyarakat turun ke jalan melakukan pawai. Dari Sarinah menuju Monumen Nasional, Jakarta. Kelompok itu adalah gerakan perempuan. Mereka menuntut disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Aksi itu juga bagian dari gerakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Kekerasan seksual memang sudah menjadi persoalan menahun, dengan perempuan yang selalu menjadi korbannya. Berbagai cara untuk menghapu kekejian ini terus dilakukan olehlembaga-lembaga dan kelompok masyarakat. Hanya saja selalu mengalami kendala. Sialnya, RUU Penghapusan Kekerasan seksual ini sudah lama 'menganggur' di DPR.
Menurut Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah masuk daftar program legislasi nasional (prolegnas) sejak 2016, lalu menjadi prolegnas prioritas pada 2017 dan 2018. Kendati begit, kata Azriana, sampai saat ini RUU tersebut belum juga dibahas.
"Tren kekerasan seksual yang semakin hari semakin meningkat, meyakinkan kebutuhan payung hukum RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk segera disahkan guna melindungi kelompok rentan dari kekerasan seksual, maka Kampanye Internasional 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan sebagai momentum penting dalam mengaktualisasikan jaminan perlindungan," kata Komnas Perempuan dalam keterangan persnya.
Perempuan tidak saja kerap mengalami kekerasan seksual. Mereka juga didapati mendapat stigma kurang baik di lingkungan sekitar. Di tempat bekerja, misalnya, kaum perempuan dianggap tidak mampu menjalani profesi dan tugasnya. Meski, sudah banyak perempuan-perempuan hebat yang berhasil membuktikan kalau mereka mampu.
Ia pun menceritakan bagaimana ia bisa sukses sampai sekarang melalui dunia kerjanya, yang notabene, identik dengan kaum adam.
Menurutnya, ia selalu fokus dengan apa yang dikerjakan dan percaya diri dengan kemampuannya sendiri. Selain itu ia mengatakan kalau dirinya cuek dengan anggapan-anggapan negatif.
"Kadang kita perempuan juga merendahkan diri sendiri. Atau masih malu-malu, takut dicap sombong. Cuek saja dengan yang negatif itu. Kerjakan saja, fokus apa yang diinginkan. Percaya dengan apa yang kamu anggap bisa. Speak up juga penting," katanya saat menjadi narasumber Kompasinival 2018 "Meet The Expert: Perempuan Berjaya di darat, Laut, Udara" di Lippo Mall Kemang, Jakarta, Sabtu (08/12/2018).
Silvia Halim tidak sendiri. Dalam kegiatan itu ada juga Esther Gayatri, Test Pilot PT Dirgantara Indonesia. Di sana ia menceritakan bagiamana dulu jalan menuju pilot tidak semulus yang dibayangkan.
Dikisahkan Ester, sebelum menjadi pilot ia harus menjadi pengasuh bayi saat dirinya masih berusia 18. Di lain sisi ia juga menggarap pekerjaan sebagai laden.
"Tapi itulah jalannya. Tidak bisa semua mulus," ungkap Test Pilot perempuan satu-satunya di Indonesia dan Asia Tenggara ini.
Diketahui, tiga tahun lalu nama nama Esther Gayatri mengudara melalui profesinya sebagai pilot PT Dirgantara Indonesia (DI) dengan pengalaman 33 tahun.
Ia bukan sembarang pilot, jabatan resminya di PT DI adalah Test Pilot, yakni penerbang yang bertanggung jawab menguji coba pesawat baru dan prototip.
Melihat sedikit cerita-cerita tadi rasanya perempuan sudah tidak perlu cemas lagi untuk bisa lebih maju dan berkembang dari sekarang ini.
Sedikit catatan, Kompasianival merupakan program tahunan Kompasiana. Tahun ini Kompasianival mengusung tema "Beyond Generation" dengan tujuan menjadi ruang bagi para blogger dan warganet untuk saling berinteraksi tanpa meributkan gap generasi. Sebaliknya, Kompasiana ingin mereduksi jarak dan perbedaan generasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H