Tetapi Liliek Pur kerap merasa bingung ketika berhadapan dengan orang baru. Tingkat bahasa mana yang harus ia gunakan?
"Jika saya berbicara menggunakan level bahasa Jawa kasar alias ngoko, saya ragu apakah orang baru bisa menerimanya dengan lapang dada. Sebaliknya, bila saya berbahasa krama, sudah pasti jurang pemisah langsung terbentang di antara kami," ungkapnya (selengkapnya).
Kartika Eka berbagi kepada Kompasiana mengenai panduan berbahasa dalam bahasa Banjar, khususnya mengenai kata sapaan yang umum digunakan oleh anak muda.
Pada suku Banjar, kosakata "unda" dan "nyawa" yang artinya sama dengan "gue" dan "lo", kerap digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Menurut Kartika Eka, sebagian besar penuturnya adalah anakmuda pada rentang usia 13-25 tahun. Dewasa ini, penggunaannya malah merambah ke anak-anak.
"Untuk kosakata reguler yang berarti 'kamu' dalam Bahasa Banjar, digunakan kata 'ikam' (untuk sebaya/lebih muda dan akrab) dan 'pian' (untuk yang lebih tua atau dihormati)."
Penggunaan kata "unda" dan "nyawa" ini masih bisa dipakai oleh penutur yang tidak setara atau tidak setingkat, tapi penuturannya hanya berlaku satu arah dan tidak bisa dibalik. (selengkapnya)
4. Mengenal Sastra Tutur di Sumatra Selatan
Indonesia memiliki banyak sekali ragam bahasa tutur. Pringadi Abdi Surya mencoba mengenalkan salah satunya, yakni sastra tutur dari Sumatera Selatan.
Sastra  tutur di Sumatera Selatan, menurut Pringadi, berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal tersebut terjadi karena wilayah Sumatera Selatan sangat luas dan masing-masing sub-etnik memiliki karakteristik yang khas.
"Beberapa bentuk sastra lisan/sastra tutur yang dikenal di Sumatra Selatan  antara lain Njang Panjang dan Bujang Jelihim  di Ogan Komering Ulu (OKU),  Jelihiman di Ogan Ilir (OI),  Senjang di Musi Banyuasin (MUBA), Geguritan, Tadut, Betadur, dan Tangis Ayam yang berkembang di Lahat, Nyanyian Panjang dan Bujang Jemaran di Ogan Komering Ilir (OKI)," terangnya (selengkapnya).