Salah satu keteledoran kita adalah tidak mendahului dengan membaca komposisi kandungan SKM ini. Tanpa konsekuensi, kita "menyerahkan" begitu saja nasib gizi sang anak. Kalau Anda menuntut adanya sebuah gerakan literasi gizi, itu soal lain.
Tetapi yang perlu kita camkan, menurut Arnheim, demikian juga pakar semiotika Roland Barthes, bahwa citra yang diproduksi masal telah memperkenalkan suatu elemen irasionalitas yang menetap dan meluas ke dalam politik dan perdagangan; dengan foto, lalu film, dan sekarang televisi, sebuah citra produk lebih penting ketimbang kegunaannya.
Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang bertanggung jawab akan persoalan pelik ini? Jawabannya adalah kita.
Ini bisa sangat tergambar dengan jelas, terutama dalam konteks diblokirnya aplikasi Tik Tok. Dengan mudah kita terpecah belah: Anti-Tik Tok, anti-Kominfo. Paling biadab adalah kita justru melempar persoalan kepada remaja 13 tahun.
Kita terlalu sibuk bersitegang dan melupakan, bahkan parahnya tidak berusaha mengingat, ini adalah tanggung jawab kita semua. Kita juga lupa di balik fenomena Tik Tok ada proses identitas diri dan introjeksi.
Identitas diri adalah kualitas yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dari yang lainnya. Ia menjadi ciri yang membedakan satu hal atau seseorang dari yang lain.
Dengan identitas diri ini, maka orang lain bisa membedakan seseorang dari orang lainnya. Sedangkan introjeksi adalah upaya memasukkan atau meniru sikap atau ide orang lain ke dalam kepribadian seseorang secara tidak sadar. Peniruan itu dilakukan berdasarkan adanya kekaguman kepada orang lain tentunya. Tidak mungkin seseorang akan meniru orang lain jika tidak dikaguminya.
Lagi-lagi, kita tidak waspada dengan adanya gejala ini. Kita juga abai dengan tidaknya menuntut adanya kurikulum mengenai literasi digital atau literasi media dalam dunia pendidikan saat ini dan sejak dini. Padahal, dengan sadar, atau pura-pura sadar, literasi semacam itu sudah perlu dihadirkan dalam peristiwa belajar mengajar mengingat perkembangan dan kecepatan teknologi dengan segala perangkatnya begitu cepat masuk ke pori-pori sosial dan budaya.
"Karenanyalah, pada era digital ini kita bisa melihat jelas bagaimana dan mengapa garis pemisah antara masa kanak-kanak dan dewasa begitu tipis," tulis Portman.
Dan, sekali lagi, kita bertanggung jawab atas itu semua.
Selamat Hari Anak Nasional.