1/ Â
Cari tahu tentang peraturan dan informasi di sekolah. Secara khusus, kegiatan ekstrakulikuler sekolah tersebut, yang memungkinkan bisa diikuti anak di sekolah selain proses kegiatan belajar-mengajar.
Namun, Tigor Agustinus menegaskan, oangtua dituntut untuk ikut serta tahu dan ambil bagian dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut agar anak-anak dapat mengikutinya dengan baik.
Hal tersebut, lanjut Tigor, dapat orangtua ceritakan kepada wali kelas atau guru di sekolahnya.
"Ini, tentu saja, membangkitkan percaya diri dan timbul keberanian unjuk prestasi di sekolah dimana kita mendukung minat dan bakat atau kesukaan si anak," tulisnya.Â
Untuk itulah, laiknya yang ditulis M. Yunus, diharapkan para pelaku pendidikan bersambut dengan membantu anak-anak melukis cita-citanya. Hakekat pendidikan, sekali lagi, bagi M. Yunus adalah membantu anak-anak melukis masa depannya.
Peran orang tua, sedikit banyaknya, menurut Danang Dhave, yaitu sebagai patner bagaimana anak bisa mulus melewati tahapan evolusi dalam hidupnya dalam bidang pendidikan.
2/ Â
Datang sedikit lebih pagi. Seperti yang dilakukan Dwi Suparno kepada anaknya. Ketika itu malah anaknya yang meminta, katanya, supaya bisa mencari kelas baru serta mencari tempat duduk di bagian depan.
Gaganawati juga melakukan hal serupa. Bahkan, di Jerman, mengantar anak pada hari pertama ke sekolah sudah menjadi tradisi. Maksudnya, ada kegiatan lain selain sekadar mengantar dan menunggu anaknya pulang.
Menariknya, karena mungkin sudah jadi tradisi, gereja ikut serta-merta dalam kegiatan tersebut. Mereka mengikuti Gottesdienst: mendoakan anak-anak itu agar selamat dan sukses dalam perjalanan menuntut ilmu selama 4 tahun.
3/ Â
Mengantar anak ke sekolah, menurut Charles Emanuel, tidak hanya sebatas menemani mereka untuk memberikan suntikan keberanian agar bernyali melangkah ke luar dari zona anak-anak dengan rumah sebagai sentrum.
Karena kehadiran orang tua inilah, yang pada akhirnya, bertujuan untuk membunuh rasa takut anak-anak. Sebab rumah dan sekolah adalah dua tempat yang berbeda. Biar bagiamanapun, tentu saja, rumah dengan orang tua sebagai aktor utama terhubung dengan sekolah yang bertumpu pada para guru.
Sejalan dengan apa yang dibayangkan Charles Emanuel, mengantar anak ke sekolah menurut Hadi Santoso, awal perjalanan panjang anak-anak kita di rumah keduanya.
"Dengan mengantar anak di hari pertama sekolah, orang tua bisa membangun komunikasi yang benar dengan wali kelas, guru serta kepala sekolah plus bisa bertukar nomor handphone, memberikan apresiasi juga menawarkan bantuan untuk terlibat dalam kegiatan penunjang pembelajaran," lanjut Hadi Santoso dalam tulisannya.
Sebab hal terburuk dari yang tidak ingin terjadi adalah saat seorang anak mendapat gegar budaya dan tidak tahu bagaimana menyikapinya.
***
4/Â
Singapura memiliki cara yang relatif unik dalam kegiatan hari pertama di sekolah. Satu di antaranya yaitu, orangtua hadir di ruangan kelas mendampingi anaknya yang tengah diberi tugas menggambar oleh gurunya.
Pada sekolah tersebut, tulis Adica, Anak-anak diarahkan supaya memiliki kesadaran sosial dan ketertiban sejak dini. a
Lebih menarik lagi di Jepang. Sekolah tempat anaknya Weedy Koshino belajar malah hanya membolehkan di antar pada kelas 1 saja atau anak baru pindahan dari sekolah lain. Setelah kenaikan ke kelas 2 sampai 6, kata Weedy Kosino, mereka sama sekali tidak diantar oleh orang tua. Termasuk menjemput!
"Para orang tua biasanya mengenakan baju formal, berupa blazer atau jas, layaknya pakaian kalau kita ingin berangkat ke kantor. Sedangkan anak-anak tak kalah necisnya, baju dan tas ala nyuugakushiki pun akan banyak dipakai oleh anak-anak kecil yang baru masuk sekolah ini. Serta tak lupa tas randoseru baru sebagai ciri khas anak-anak yang baru masuk SD di Jepang," tungkasnya.
5/ Â
Yang perlu juga kita tahu: Orang-orang tua kita dahulu justru lebih banyak mengajarkan kemandirian kepada anak-anaknya bukan mengajarkan kecengengan apalagi kemanjaan.
Menurut Syahirul Alim, hal terpenting dari mengantar anak di hari pertama sekolah yaitu membentuk kemandirian seorang anak karena seluruh orang tua sudah disodori berbagai macam fasilitas yang dibuat semakin memudahkan dan instan.
Kemudian bersikap mandiri menjadi penting dalam mengarungi seluk beluk kehidupan manusia. Sebab, lanjutnya, seorang anak akan tumbuh dewasa dan terus menerus berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga akan terjadi relasi kompetitif antarindividu dalam lingkungannya.
6/ Â
Memulai hari pertama di sekolah dengan perkenalan siswa terhadap local knowledge seakan menandai penerapan context based.
Hal semacam ini yang kemudian membuat Achmad Syaifullah berpendapat bahwa siswa semestinya memelajari apa yang dialaminya (ke-kini-an) di lingkungan sekitarnya tanpa kehilangan universalitas cakrawala ilmu dan pengetahuan.
Dan jika mengutip terhadap survei yang pernah dilakukan Centre for the Use of Research and Evidence in Education (CUREE) menunjukan bahwa, minat belajar siswa meningkat karena materi belajar dihubungkan dengan pengalaman keseharian, termasuk menghubungkannya dalam jalinan siswa, orangtua, guru.
Jadi, kegiatan mengantar anak ke sekolah pun sarat akan nilai dan tujuan. Tidak penuh penuh gebyar, cukup sederhana dan bersahaja saja. (HAY)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H