Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ulang Tahun Dewa hingga Batandang ke Pujaan Hati, Ini 7 Kisah dari Riau, Kepri, Jambi, dan Bengkulu

28 Juni 2018   16:00 Diperbarui: 29 Juni 2018   15:52 2451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Perpustakaan Soeman HS (Dokumentasi Dizzman)

Kompasianer Cucum Suminar yang tinggal di Pulau Belakang Padang, memiliki pengalaman yang menyenangkan saat membuat paspor baru di sana. Pulau yang ia tinggali ini tidak terlalu luas, bahkan bila dikelilingi dengan sepeda motor, seluruh wilayah dapat dijelajahi selama 30 menit saja. Meski demikian, pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura ini memiliki fasilitas dan birokrasi pemerintahan yang baik.

Kantor Imigrasi Belakangpadang. (Dokumentasi Cucum Suminar)
Kantor Imigrasi Belakangpadang. (Dokumentasi Cucum Suminar)
Saat mengurus paspor di Pulau Belakang Padang, ia mengaku proses yang dilalui tidak berbelit. Setelah mengisi berkas, ia langsung diarahkan untuk mengantre foto dan wawancara. Keseluruhan proses pendaftaran membuat paspor baru tidak sampai satu jam. Setelahnya cukup membayar dan mengambil paspor sesuai jadwal yang diberikan.

Namun untuk pembuatan paspor anaknya, ternyata mengalami kendala sehingga paspor tidak dapat diambil sesuai jadwal. Walau demikian ia tidak mempermasalahkan hal tersebut, sebab pemberitahuan kendala tersebut diberitahu pihak imigrasi melalui telepon. Pemberitahuan lebih cepat membuatnya tidak perlu bolak-balik ke kantor imigrasi dengan tangan kosong. Pelayanan yang cepat dan responsif itulah yang membuatnya terkesan dengan kantor imigrasi Pulau Belakang Padang.

Kemudian tak jauh dari Kepri, Jambi yang berbatasan langsung di bagian selatan juga memiliki beragam cerita menarik, terutama tentang peninggalan arkeologi. Wilayah ini amat terkenal dalam literatur kuno dan sering disebut dalam prasasti-prasasti Tiongkok. Salah satu bukti peninggalan masa lalu di sana adalah Candi Muaro. Menurut reportase Kompasianer Ariyani Na, Candi Muaro merupakan kawasan candi terbesar di Asia Tenggara dengan luas 3.981 hektar. Tak hanya hari libur, candi ini juga ramai dikunjungi wisatawan dan umat Budha saat Waisak.

Candi Kembar Batu (Dokumen Ariyani Na)
Candi Kembar Batu (Dokumen Ariyani Na)
Sebenarnya ada banyak candi lain di kawasan Candi Muaro, hanya saja belum bisa dinikmati wisatawan karena masih dalam proses pemugaran. Beberapa candi yang sempat dikunjungi Ariani Na antara lain Candi Kembar Batu dan Candi Astano. Sedikitnya candi yang bisa dikunjungi disebabkan oleh bahan bangunan yang digunakan penduduk di masa lampau.

Candi di Jambi menggunakan bata merah, yang saat ini kualitasnya menurun dimakan usia dan butuh pemugaran serius. Hal ini berbeda dengan berbeda dengan candi di Yogyakarta yang kebanyakan menggunakan batu andesit yang lebih kuat.

Selain kaya wisata sejarah, Jambi juga memiliki budaya yang kental. Salah satu budaya yang kini kian tergerus zaman adalah budaya berpacaran bernama batandang. Di Kabupaten Kerinci, Jambi, hubungan cinta sepasang muda-mudi disebut sebagai bamudo. Manifestasinya dikenal dengan budaya batandang yang artinya bertandang.

Menurut Kompasianer Nursini Rais, budaya batandang ini diawali dengan seorang pemuda datang mengunjungi pujaan hatinya. Lazimnya pada malam hari di rumah orang tua perempuan mulai pukul 19.00-24.00. Bahkan tak jarang sampai dini hari bila pasangan muda-mudi tersebut dilanda mabuk cinta. Meski berlangsung hingga tengah malam, sang gadis didampingi seorang wanita dewasa seperti Ibu atau kerabat dekat wanita sebagai pengawal. Sang pengawal ini tidak harus duduk satu meja dengan pasangan yang diawasi, cukup memantau dari ruangan lain.

Bujang dan Gadis Kerinci, mengenakkan pakaian adat daerah. (Foto: jambi.tribunnews.com)
Bujang dan Gadis Kerinci, mengenakkan pakaian adat daerah. (Foto: jambi.tribunnews.com)
Menerabas Bukit Barisan dari Jambi, Provinsi Bengkulu juga menyimpan sejarah nasional. Provinsi yang menjadi rumah bunga Rafflesia ini pernah dijadikan sebagai tempat pengasingan Bung Karno. Kini tempat pengasingan tersebut dijadikan lokasi wisata sejarah yang dikenal dengan Rumah Pengasingan Bung Karno yang dikelola oleh Dinas Budaya Provinsi Bengkulu.

Kompasianer Deddy Huang yang pernah berkunjung ke sana sangat terkesan akan terawatnya rumah pengasingan Bung Karno ini. Seperti kembali ke masa 1939-1942, ia membayangkan sedang berdiri di depan rumah putih itu sambil dikelilingi banyak prajurit yang tengah mengamankan Presiden Soekarno saat itu.

Rumah Bung Karno di Bengkulu (Dokumentasi Deddy Huang)
Rumah Bung Karno di Bengkulu (Dokumentasi Deddy Huang)
Detil rumahnya juga masih terjaga sangat apik dengan ciri khas rumah tempo dulu. Ada pula corak ubin lantai berukuran 20x20 cm dan gambar Bung Karno di tiap dinding. Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno, biaya masuknya hanya Rp 3.000 per orang. Bisa juga digunakan sebagai lokasi foto pre-wedding dengan biaya Rp 150.000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun