Kompasianer Cucum Suminar yang tinggal di Pulau Belakang Padang, memiliki pengalaman yang menyenangkan saat membuat paspor baru di sana. Pulau yang ia tinggali ini tidak terlalu luas, bahkan bila dikelilingi dengan sepeda motor, seluruh wilayah dapat dijelajahi selama 30 menit saja. Meski demikian, pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura ini memiliki fasilitas dan birokrasi pemerintahan yang baik.
Namun untuk pembuatan paspor anaknya, ternyata mengalami kendala sehingga paspor tidak dapat diambil sesuai jadwal. Walau demikian ia tidak mempermasalahkan hal tersebut, sebab pemberitahuan kendala tersebut diberitahu pihak imigrasi melalui telepon. Pemberitahuan lebih cepat membuatnya tidak perlu bolak-balik ke kantor imigrasi dengan tangan kosong. Pelayanan yang cepat dan responsif itulah yang membuatnya terkesan dengan kantor imigrasi Pulau Belakang Padang.
Kemudian tak jauh dari Kepri, Jambi yang berbatasan langsung di bagian selatan juga memiliki beragam cerita menarik, terutama tentang peninggalan arkeologi. Wilayah ini amat terkenal dalam literatur kuno dan sering disebut dalam prasasti-prasasti Tiongkok. Salah satu bukti peninggalan masa lalu di sana adalah Candi Muaro. Menurut reportase Kompasianer Ariyani Na, Candi Muaro merupakan kawasan candi terbesar di Asia Tenggara dengan luas 3.981 hektar. Tak hanya hari libur, candi ini juga ramai dikunjungi wisatawan dan umat Budha saat Waisak.
Candi di Jambi menggunakan bata merah, yang saat ini kualitasnya menurun dimakan usia dan butuh pemugaran serius. Hal ini berbeda dengan berbeda dengan candi di Yogyakarta yang kebanyakan menggunakan batu andesit yang lebih kuat.
Selain kaya wisata sejarah, Jambi juga memiliki budaya yang kental. Salah satu budaya yang kini kian tergerus zaman adalah budaya berpacaran bernama batandang. Di Kabupaten Kerinci, Jambi, hubungan cinta sepasang muda-mudi disebut sebagai bamudo. Manifestasinya dikenal dengan budaya batandang yang artinya bertandang.
Menurut Kompasianer Nursini Rais, budaya batandang ini diawali dengan seorang pemuda datang mengunjungi pujaan hatinya. Lazimnya pada malam hari di rumah orang tua perempuan mulai pukul 19.00-24.00. Bahkan tak jarang sampai dini hari bila pasangan muda-mudi tersebut dilanda mabuk cinta. Meski berlangsung hingga tengah malam, sang gadis didampingi seorang wanita dewasa seperti Ibu atau kerabat dekat wanita sebagai pengawal. Sang pengawal ini tidak harus duduk satu meja dengan pasangan yang diawasi, cukup memantau dari ruangan lain.
Kompasianer Deddy Huang yang pernah berkunjung ke sana sangat terkesan akan terawatnya rumah pengasingan Bung Karno ini. Seperti kembali ke masa 1939-1942, ia membayangkan sedang berdiri di depan rumah putih itu sambil dikelilingi banyak prajurit yang tengah mengamankan Presiden Soekarno saat itu.