Mana yang jadi pelengkap, makan nasi dicampur mi instan atau makan mi instan pakai nasi? Tentu itu dua hal berbeda meski keduanya adalah variabel yang sama.
Begini. Pelengkap, biar bagaimanapun, porsinya pasti jauh lebih sedikit. Dan yang dominan, tentu saja, sebagai inti. Ini merupakan logika paling sederhana dari proposisi. Dan pada akhirnya kita tidak bisa menjawab mana yang jadi pelengkap. Sebab di antara dua pernyataan tersebut tidak kita ketahui mana lebih dominan.
Lain lagi dengan sepakbola. Meski sebulat apapun bentuknya bola, kita dengan mudah menerka dan mengira: tim mana yang unggul dan bukan. Sudah begitu, sebelum pengundian, tim-tim sudah dipisahkan seperti itu.
FIFA sebagai badan tertinggi sepakbola, punya hitung-hitungannya sendiri untuk menentukan. Biasanya merujuk pada peringkat akhir pada masa waktu tertentu. Lalu barulah dibagi menjadi beberapa Pot baru kemudian dilakukan pengundian.
Nah, pada saat diundi, misalnya, tim-tim yang ada pada Pot 1 berisi tim teratas hingga seterusnya. Ini yang kemudian membuat dalam satu grup tidak ada lebih dari satu tim unggulan. Dan yang masuk pada pot terakhir, besar kemungkinan adalah "pelengkap".
Jadi, sekali lagi, ketika bahasannya adalah tim unggulan dan bukan, maka yang menentukan adalah peringkat, bukan sejarah panjang sebuah tim.
Dari itu kami mencoba merangkum bagaimana tim pelengkap ini mengisi kejuaraan akbar Piala Dunia 2018. Tidak banyak, hanya 5 negara saja. Berikut:
1. Nigeria
Berada satu grup bersama Argentina, Eslandia dan Kroasia, nampaknya segala yang dipunya Nigeria serasa sedikit bisa diunggulkan. Tapi, sampai saat ini, Nigeria belum menemukan komposisi yang tepat.
Lihat saja bagaimana mereka dengan mudah takluk 2-1 dari Inggris pada laga uji coba. Kemudian kalah lagi 0-1 dari Republik Ceko.
Sedangka mereka hanya menang 2-1 dari tim sekela Uganda. Tentu ini catatan buruk untuk menerka kemampuan mereka pada kejuaraan Piala Dunia.
Satu-satunya peluang Nigeria, paling tidak, ada pada pertandingan melawan Eslandia. Ini akan menjadi pertandingan menarik: adu taktik kontra kemampuan individu pemain.
2. Swiss
Pada pergelaran Piala Dunia 2014, mereka berhasil lolos dari fase grup. Lalu kalah. Tapi motivasi anak asuh Vladimir Petkovic, di edisi kali ini, bisa saja berlipat bila melihat sepak terjang mereka di Piala Eropa 2016 di mana Swiss lolos dari fase grup sepanjang sejarah keikutsertaan mereka.
Rasanya semangat itu mesti kembali dibawa kalau tak ingin keikutsertaan Swiss pada Piala Dunia sebatas wisata ke luar negeri saja. Atau, itu tadi, sebagai pelengkap paling "sempurna".
3. Peru
Sebagai pembanding, Peru telah menjalani pertandingan uji coba menjelang Piala Dunia 2018 dengan sangat baik: menang atas Skotlandia 2-0 dan mengalahkan Islandia dengan skor 3-1. Sebuah catatan impresif. Namun, lawan-lawannya nanti adalah tim-tim besar yang punya pengalaman jauh lebih baik dari mereka, Prancis dan Denmark, dua di antaranya.
Semoga saja kapten mereka, Guererro, bisa berkontribusi lebih nantinya. Sebab, beberapa hari menjelang Piala Dunia, ia sempat diduga terlibat menggunakan obat terlarang.
Dan diharapkan itu tidak terlalu mengganggu. Karena dukungan moril tidak hanya datang dari tim sendiri, melainkan dari pemain-pemain yang menjadi lawan mereka di Grup C.
4. Kolombia
Lolos secara dramatis dari babak Zona Conmebol dengan menahan hasil imbang Peru membawa mereka kini berada satu grup bersama Jepang, Senegal dan Polandia di Grup H. Hasil buruk melawan tim-tim tangguh sampai saat ini adalah masalah terbesar mereka. Dan berada di Grup H semestinya Kolombia bisa baik-baik saja.
Masih ada nama-nama seperti James Rodriguez, Cuadrado dan Carlos Sanchez yang siap membantu Falcao di lini tengah. Juga yang tidak bisa di kesampingkan pemain-pemain seperti Mina dan Santiago Arias. Pun, di bawah mistar, David Ospina. Tidak banyak memang perombakan yang dilakukan Pekerman, hanya saja kini terbantu dengan kebugaran pemain.
Namun, apakah Jepang, Senegal, dan Polandia bisa dilewati begitu saja? Keuatan tim dari Grup ini memiliki rata-rata yang sama, yang kemudian jadi menarik adalah keluwesan dalam menerapkan tak-tik.
Pekerman nampaknya akan menduetkan Bacca dan Falcao sebagai penggedor pertahanan lawan. James dan Cuadrado membantu di kedua sisi sayap penyerangan. Namun, di situlah kemudian masalah muncul: dengan usia rata-rata pemain yang hampir 30, akan kesulitan menjaga kecepatan lawan.
5. Iran
Mereka adalah tim pertama yang sampai lebih dulu di Rusia. Ketika beberapa negara lebih memilih melakukan uji coba, Iran berfokus pada penyesuaian cuaca. Maklum saja, kondisi cuaca di Iran dan Rusia berbeda jauh sekali. Sebuah pilihan yang bijak dan masuk akal.
Apakah persipan seperti itu sudah cukup untuk Iran? Belum lagi lawan-lawannya adalah Spanyol, Portugal dan Maroko. Namun kepala pelatih Iran, Carlos Queiroz, "berada di Rusia merupakan impian yang menjadi kenyataan bagi sepakbola Iran."
Kami mencapai hal ini melalui kerja keras dan pengorbanan, yang menambah perasaan terhormat dan istimewa untuk berada di sini, lanjutnya.
***
Nasi dan mi instan bukanlah (permainan) sepakbola dengan hitung-hitungan statistik. Sepakbola selalu menarik ketika kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam 2 kali 45 menit. Faktor-faktor yang kadang tidak terhitung kadang menetukan dan senjata utama.
Berbeda dengan nasi dan mi instan, dobel karbo menjadi bayang-bayang ilusi kenikmatan keduanya. Meski sudah diakali dengan mengurangi porsi, tetap saja mi instan dan nasi menolak menjadi pelengkap. Mi instan dan nasi selalu ingin jadi yang utama. Utama bagi mereka yang kelaparan tengah malam.
Andai tim-tim ini bisa membuat ilusi semacam itu, bisa saja mereka tidak jadi pelengkap; tim-tim ini menjadi harapan supaya Piala Dunia tidak didominasi tim unggulan belaka.
(HAY/ibs)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H