Bulan Bung Karno, begitu biasanya orang-orang yang mengenang hari kelahiran Soekarno. Sebab, 6 Juni 1901 di tanah Surabaya "...Sang Fajar bangkit dari peraduannya, kau lahir ketika Sang Fajar bangkit dan menerangi dunia, kau lahir bukan saja membawa hari baru, tapi sebuah jaman baru," ujar Ayahanda, Raden Soekemi Sosrodihardjo.
Dan 44 tahun setelah kelahirannya, Soekarno memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Pada titik itulah kita kemudian mengenalnya tidak hanya sebagai Presiden pertama, melainkan Bapak Bangsa.
Perjuangan, perlawanan dan pemikirannya untuk Indonesia masih kita rasakan sampai hari ini: penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan (red: Pembukaan UUD 1945).
Pesannya kala itu hanya satu: Jasmerah, Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Dengan semangat itu pula kami ingin merangkum beberapa jejak-jejak Soekarno. Jejak-jejak itu pula yang, barangkali, membuat kita tetap merawat ingatan.
Perjuangan Soekarno di Bengkulu
Dapur dan kamar pembantu (Dokumentasi: kompasiana.com/mochnasir)
Soekarno diasingkan di Bengkulu setelah sebelumnya diasingkan di Ende (1934-1938) karena aktivitasnya yang dianggap membahayakan kepentingan Belanda. Pemindahan itu ditenggarai oleh Moch. Thamrin yang protes karena selama di Ende Soekarno sakit keras.
Koleksi Buku Ir.Soekarno (Dokumentasi: kompasiana.com/mochnasir)
Ranjang Tidur Soekarno (Dokumentasi: kompasiana.com/mochnasir)
"Ketika berita mengenai keadaanku yang sedang sakit keras sampai di Jakarta, Thamrin mengajukan protes di Volksraad," begitu pengakuan seperti dalam buku
Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Sepeda yang digunakan Soekarno (Dokumentasi: kompasiana.com/mochnasir)
Kiranya 4 (empat) tahun Soekarno di sana. Ia mendiami sebuah rumah yang terletak di jalan Anggut Atas (kini Jalan Soekarno Hatta). Dan hari ini kita bisa mengunjunginya dengan biaya yang cukup murah: 5000 rupiah.
Perenungan di Bawah Pohon Sukun Mengantarkan Soekarno akan Falsafah Pancasila di Ende
Patung Soekarno dan pohon sukun. (Dokumentasi: kompasiana.com/asitasuryanto)
Tanaman sebatang pohon sukun dengan lima cabang, lokasinya bersebelahan Lapangan Pancasila merupakan tempat di mana Soekarno setiap sore, menghabiskan waktu untuk duduk merenung dan membaca buku-buku kesukaannya.
Kunjungan Soekarno ke Pulau Ende pada 1955 konon diyakini sebagai tempat lahirnya gagasannya yang cemerlang akan falsafah sila-sila Pancasila.
Tempat Soekarno Merenung Falsafah Pancasila (Dokumentasi: kompasiana.com/asitasuryanto)
Jalan Soekarno diabadikan tepat di depan Taman Renungan Bung Karno (Dokumentasi: kompasiana.com/asitasuryanto)
Meski kini pohon sukun tersebut telah tumbang sekitar tahun 60-an, tetap saja tempat Soekarno merenung itu masih bisa kita ejawantahkan dengan rasa dan syukur.
Namun, pada tahun 80-an pohon sukun telah ditanam kembali. Dan tidak jauh dari pohon itu dibuat sebuah patung Soekarno tengah duduk di kursi panjang.
Soekarno mendatangi Gorontalo
Papan Petunjuk Rumah Pendaratan (Dokumentasi: kompasiana.com/dizzman)
Pasca kemerdekaan Soekarno kerap berkeliling Indonesia. Dari banyak tempat yang ia datangi, adalah Gorontalo.
Kedatangannya bukan tanpa alasan. Pada masa itu Gorontalo amat rawan akan pemberontakan. Negara dalam keadaan darurat perang. Sedangkan isu terbesarnya adalah upaya wilayah timur untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia.
Ruang Utama Musium Pendaratan (Dokumentasi: kompasiana.com/dizzman)
Radio Peninggalan Soekarno (Dokumentasi: kompasiana.com/dizzman)
Sebuah rumah yang dibangun oleh Belanda kala itu untuk tempat singgah Soekarno. Letaknya tepat di tepi Danau Limboto.
Dermaga Pendaratan di atas Danau Kering (Dokumentasi: kompasiana.com/dizzman)
Di depan rumah tersebut terdapat dermaga yang bisa didarati juga oleh pesawat pada saat itu. Sayang permukaan Danau Limboto semakin surut sehingga tempat pendaratannya telah berubah menjadi padang rumput.
The Sukarno Center di Bali
Pelataran depan The Sukarno Center (Dokumentasi: kompasiana.com/onyjamhari)
The Sukarno Center dibangun oleh keluarga besar Soekarno sebagai pusat pembelajaran bersama sehingga masyarakat dapat mengenal lebih jauh mengenai Presiden pertama Indonesia.
Di dalamnya menyimpan berbagai benda bersejarah peninggalan Soekarno. Siapapun bisa datang untuk melihat-lihat. Tidak terlalu mahal, cukup membayar 20 ribu rupiah per-orang kita bisa melihat barang-barang peninggalan Soekarno.
The Sukarno Center terdiri dari 2 lantai. Pada sisi bagian depan pintu, terdapat kereta yang pernah membawa Soekarno. Di dalamnya juga memuat, paling tidak, sekitar 150 koleksi fotonya.
Peristirahatan terakhir Soekarno
Cungkup Makam (Dokumentasi: kompasiana.com/www.teguhhariawan)
Makam Soekarno terletak di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar.
Patung Bung Karno (Dokumentasi: kompasiana.com/www.teguhhariawan)
Koridor Museum Bung karno dengan Kolam Tiang Bulat menjulang (Dokumentasi: kompasiana.com/www.teguhhariawan)
Jika ingin datang dari arah Malang, saat masuk Garum, belok kanan ikuti petunjuk jalan. Langsung menuju ke Kompleks Makam Soekarno. Jalur ini searah dengan jalur menuju Kompleks Candi Penataran, candi terbesar di Jawa Timur.
Makam Soekardi dibangun di atas tanah seluas 1,8 ha. Di areal yang tidak terlalu luas ini, selain makam terdapat Museum Bung Karno dan Perpustakaan.
Berdoa di Pusara Bung Karno (Dokumentasi: kompasiana.com/www.teguhhariawan)
Dari peninggalan benda sampai foto atau buku-buku bacaan Soekarno pun tersedia. Untuk memasuki area makam, pengunjung mesti melewati area Gapura Paduraksa. Jika ada yang ingin nyekar, di depan gapura ada ibu-ibu yang menjual bunga. Harganya beragam, antara 3 ribu sampai 5 ribu.
Batu Pualam Hitam (Dokumentasi: kompasiana.com/www.teguhhariawan)
Makam Soekarno ada di Pojok Utara Cungkup. Posisinya di tengah. Diapit oleh pusara ayah dan ibunya. Sebagai penanda, di  makam Soekarno diberi nisan berupa Batu Pualam Hitam.
Di batu itu tertulis: Di sini dimakamkan Bung Karno Proklamator Kemerdekaan dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
***
Sesuatu yang lahir dan bernyawa telah Tuhan lengkapi juga kematian. Pilihannya hanya dua, tentu saja, mengutip ucapan Soekarno: tulislah dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya. Selamat hari lahir, Bung Besar.
Baca juga Kisah Pahlawan di Kolaborasi Interaktif Kompasiana: Mereka yang Membangun Indonesia dari Nol.
KIK: Mereka yang Membangun Indonesia dari Nol
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Pendidikan Selengkapnya