"Pekerjaan Pak Dita sehari-hari memproduksi minyak jinten, minyak kemiri, dan minyak wijen di rumahnya. Waktu itu saya lihat yang agak laku minyak kemiri, untuk rambut. Menurut saya juga ia orang berkucupan. Punya mobil, punya rumah. Minyak kemiri sangat mahal, Rp 200 ribu per liter," terang Binawan.
Secara ringkas artinya, ekonomi, penampilan, juga pergaulan sudah bukan menjadi variabel-variabel untuk dijadikan tolak ukur menilai seseorang tersebut menganut ajaran radikal atau bukan.Berbeda dengan rangkaian-rangkaian terorisme medio awal 2000-an dan diawali dengan tragedi Bom Bali. Di mana para "pengantin"biasanya berasal dari golongan ekonomi rendah.
Presiden Joko Widodo pun meminta DPR dan kementerian untuk menyelesaikan selambat-lambatnya pada bulan Juni. Ia mengatakan, revisi UU ini sudah diajukan pemerintah kepada DPR sejak Februari 2016 lalu.
"Artinya sudah dua tahun. Untuk segera diselesaikan secepat-cepatnya dalam masa sidang berikut, yaitu pada 18 Mei yang akan datang," kata Jokowi mengutip Kompas.com (15/05/2018). "Kalau nantinya di bulan Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan Perppu."
Pernyataan Jokowi mengundang reaksi para anggota dewan, antara lain Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang tidak setuju andai  Jokowi menerbutkan Perppu.
"Perppu itu menurut saya tak diperlukan. Karena pembahasan ini sudah mau final, bahkan pada masa lalu pun bisa disahkan. Tapi pemerintah yang menunda. Jangan kebolak-balik," kata Fadli.
Lalu sebenarnya siapa yang menunda, DPR atau pemerintah?
Kompasianer Harja Saputra membeberkan faktanya. Melalui artikelnya, ia menunjukkan dokumen permintaan penundaan rapat dari Pemerintah kepada DPR.
"Alasannya banyak: minta berkoordinasi di antara lembaga-lembaga terkait materi pembahasan, konsolidasi, dan alasan lain. Sila diteliti. Surat ini dijamin keasliannya," tulisnya.