Provinsi dengan penduduk lebih dari tiga juta itu pada 2015 didapati 1,22 persen atau sekitar 25.750 warganya di atas usia 15 masih buta huruf.
"Tapi di tahun ini angka itu sudah sedikit bisa ditekan menjadi 1,18 persen, dan sisanya sudah dapat membaca dan menulis atau melek huruf," tulis akun CPNS PKP2A III LAN Samarinda.
Kedua, yaitu lokasi yang tidak terjangkau. Luasnya wilayah Kaltim ditambah lagi dengan akses jalan yang buruk, semakin menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Ketiga, kurangnya motivasi belajar. Motivasi yang muncul dari dalam diri untuk belajar berkurang atau Iyang tidak terjangkau. Karena kemiskinannya, mereka sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk menekan angka buta huruf agar tidak bertambah. Pertama, koordinasi antar lembaga terkait, dalam hal ini dinas pendidikan dan perpustakaan daerah.
Kedua, penting untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur berupa jalan yang baik, agar masyarakat yang ingin mencapai tempat/lembaga pendidikan tidak kesulitan menjangkaunya.
Ketiga, perlu dibuatkan akses teknologi, sehingga masyarakat yang ada di daerah terpencil mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Keempat, perlu dijalin kerjasama dengan pihak perguruan tinggi untuk turut serta menekan angka buta aksara. Salah satu caranya dengan mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk turut serta terlibat dalam pemberian pelajaran membaca dan menulis pada masyarakat buta aksara.
Selain itu, guru yang mengajar di sekolah di Pulau Nias terkhusus untuk sekolah negeri harus sangat sabar.
"Rata-rata gaji guru honorer 30-50 ribu/les dalam sebulan. Kebanyakan para guru honorer dalam sebulan mengajar sekitar 15-17 les mata pelajaran. Dalam sebulan gaji seorang guru hanya sekitar 500 ribu-700 ribu per bulan," ceritanya.