Ujian Nasional Berbasis Komputer tahun ini banyak dikeluhkan para siswa. Sebabnya, soal ujian terlampau sulit. Menteri Pendidikan dan Kebudyaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy pun mengakuinya.
Muhadjir mengatakan kalau soal ujian tahun ini memang dibuat lebih sulit dari tahun sebelumnya. Alasannya, semua soal yang ada di ujian kali standar internasional atau high order thingking (HOTS).
Alasan lain, sebagaimana dilansir Kompas.com (13/04/2018), diterapkannya HOTS untuk mengejar Progamme of International Student Assesment (PISA) Indonesia yang masih tertinggal dibanding negara-negara lain.
Menggunakan standar internasional memang bagus demi meningkatkan siswa. Hanya saja banyak kalangan menilai penggunaannya yang terbilang mendadak, terlebih di ujian nasional, menjadi tidak tepat.
Ragam pendapat pun bermunculan, antara lain Giri Lumakto. Ia menilik beberapa hal yang luput dari penyelenggara ujian nasional tahun ini. Pertama, berkaitan dengan HOTS, yang ia nilai masih "city oriented" alias berorientasi pada siswa di kota-kota besar.
Padahal, seperti diketahui, pendidikan di Indonesia baik itu siswa atau gurunya sendiri belum merata.
"Atau isu teknis lain yang menghambat akses mendapatkan pengayaan materi di luar sekolah. Ketimpangan akses ilmu tidak dijadikan pertimbangan penyusun soal," tulisnya melalui artikel berjudul Yang Luput Menyoal Ujian Nasional yang Memberlakukan HOTS.
Tiba-tibanya HOTS dalam ujian nasional, masih menurut Giri, akan menimbulkan kecemasan sekaligus beban sosial, terutama bagi siswa sendiri dan para orang tua. "Soal HOTS akan menambah social burden yang ditanggung banyak pihak."
Terakhir, dampak paling ekstrem, adanya pergantian Mendikbud. Bak rahasia umum, ganti menteri ganti kurikulum. "Dan semoga berganti model soal UNBK nantinya," demikian tulis Giri.
Kompasianer Hendry Gunawan mengkritisi kebijakan pemerintah satu ini. Ia menilai bahwa pemerintah mengharapkan hasil pendidikan berkualitas yang sama. Sedangkan ketidakmerataan pendidikan masih belum terselesaikan hingga hari ini. Dan pendidikan, menurutnya adalah masalah yang pelik.
"Pemerataan di bidang pendidikan adalah tantangan besar yang dihadapi bangsa ini. Perbedaan fasilitas, SDM sistem dan guru begitu timpang antara Jawa dan Jawa, antara kota dan desa. Padahal pemerintah mengharapkan hasil yang sama. Menurut saya hal yang mustahil dicapai saat ini, karena begitu besar ketimpangan yang terjadi," tulisnya.