Sementara itu Kompasianer Yusti Yusworo memiliki pandangan yang berbeda, ia tidak melarang pengelola bioskop untuk menerapkan aturan soal makanan. Hanya saja, menurutnya, perlu kembali ke muruahnya dengan menjual kenyamanan saat menonton film: Dengan menyediakan tempat duduk yang nyaman, AC, toilet yang bersih, ruang tunggu yang nyaman termasuk penjualan makanan, misalnya.
Ia juga menambahkan, dengan semakin tinggi kelas bioskop tentu fasilitas yang disediakan pun semakin memanjakan penonton. Meski mahal tapi memiliki fasilitas sepadan. Jadi, tulisnya, ketika seseorang telah memutuskan untuk masuk ke area bioskop pengunjung telah mengetahui semua konsekuensinya.
Sedangkan perihal mahalnya harga makanan di bioskop, ia menyarankan pengunjung harus bisa menyiasatinya sendiri. Misal sebelum menonton sebaiknya makan dan minum dulu secukupnya. Makan yang kira-kira mampu menahan lapar selama pemutaran film berlangsung.
Pendapat berbeda juga diutarakan oleh Kompasianer Rijo Tobing, yang menurutnya pengelola bioskop sebagai pemilik usaha berhak menetapkan aturan bagi pengunjung yang akan menggunakan jasa (menonton film) dan membeli barang yang ia tawarkan (snack).
Pengunjung bioskop juga bebas memilih ingin menonton film di bioskop mana saja sesuai fasilitas dan aturan masing-masing. Lain halnya bila harga tiket nonton bioskop digabung dengan harga snack. Sebab hal itu dapat dinilai sebagai sebuah bentuk pemaksaan, karena tujuan utama pengunjung pergi ke bioskop adalah untuk menonton film, bukan untuk makan atau minum.
(Lbt)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H