i/Â
Akhir pekan yang syahdu. Bentara Budaya Jakarta sedang diselimuti awan mendung. Sesekali rintik hujan turun membasahi apa saja tanpa memilih dan memilah. Orang-orang dan tamu undangan mengantre masuk, mengisi daftar hadir dan berjalan menuju bagian belakang aula gedung Bentara Budaya. Ruangan yang sedikit gelap dan remang, dan dihiasi beberapa hasil karya Anak Down Sybdrome (ADS) menarik perhatian pengunjung. Satu-per-satu mereka abadikan dengan telepon genggam.
Pembawa acara sudah menyebutkan susunan acara. Setelah selesai swafoto berlatar karya ADS, mereka mengisi bangku kosong yang telah disediakan. Tidak butuh waktu lama. Hanya 10 menit, semua bangku terisi. Bahkan masih ada yang berdiri.
Tayangan demi tayangan diputar melalui layar yang ada di sisi kiri panggung. Foto bergerak itu menampilkan kegiatan Potads sejak 2009. Tawa riang tergambar jelas dari tayangan itu. Tanpa terasa, kata Ibu Sri Handayani selaku Ketua Umum Potads, sudah gelaran kesembilan kami merayakan Hari Down Syndrome ini bersama Potads.
"Para penyandang down syndrome (DS) mempunyai hak setara dengan hidup normal, mandiri dan mampu menunjukkan prestasi," lanjutnya.
Untuk itulah Potads hadir mendampingi para orangtua dan anak down syndrome. "Sebab, kreasi yang dibarengi dengan apresiasi akan melahirkan prestasi," tutup Ibu Sri Handayani.
ii/Â
Seiring berjalannya waktu, Potads berkembang dari satu kota ke kota lainnya. Kini sudah ada 9 rumah ceria, termasuk satu di Jakarta, yang melakukan pendampingan.
Pada perayaan Hari Down Syndrome 2018 ini, Potads mengusung tema "Menembus Batas, Aku Ada Aku Bisa". Harapannya tentu untuk lebih menyadarkan masyarakat kalau dunia kerja dan pendidikan mesti saling bersinergi. Tidak perlu berlebihan dalam menyikapi kehadiran ADS di lingkungan.
Hadir pula dalam acara Hari Down Syndrome 2018 Psikolog Dra. Annie Lutfia; Drs. Mustafa Musa, M.Pd; Dian HP; dan Anggie. Keempat pembicara tersebut membagikan pemahaman dan pengalaman bersama ADS. Ada kisah menarik dan banyak yang berkesan. Seperti bagaimana Drs. Mustafa Musa, M.Pd., mendampingi sekaligus melatih ADS untuk mengikuti kejuaraan Olimpiade. Awalnya ia beranggapan, kalau yang dilakukan takut disalahpahami dan dimanfaatkan oleh orang lain. Ia bimbang dan itu menjadi dilematik.
Namun yang jauh lebih menarik adalah kerika Stephanie diminta membawa obor Olimpiade tahun 2012 di Inggris.
"Untuk latihan membawa obor saja sangat sulit. Dari pagi sampai sore," lanjutnya, begitu setiap harinya sampai ia benar-benar bisa.
Sebelum menutup cerita pengalamannya, Drs. Mustafa Musa, M.Pd., pun ingat satu peristiwa yang tidak akan dilupakan. Jadi, satu waktu ada anak asuhnya di SOINA yang tersesat pulang. ADS tersebut hilang selama 21 hari sampai akhirnya bisa pulang. Yang membuatnya takjub adalah, ketika ia hilang tersebut tidaklah menutup diri.
"Kepada polisi, kepada masyarakat, ia bertanya jalan pulang hingga ia bisa kembali," kenangnya.
ADS memang berbeda dengan anak pada umumnya. Namun, kegigihannya dalam menerima dan belajar, sama seperti anak lainnya. Psikolog Dra. Annie Lutfia menganalogikannya dengan baik: bahwa mereka (ADS, maksudnya) itu seperti telur.
Bayangkanlah telur. Telur memiliki potensi dan kekuatan. Di balik kulit yang keras, terdapat hal di dalam yang bisa dikembangkan. Telur bisa kita jadikan apa saja, bukan?
"Ada 4, paling tidak, potensi yang bisa didekatkan kepada ADS ini," ujar Dra. Annie Lutfia. Di antaranya: musikal, kecenderungan mereka menyukai hal-hal seperti lagu dan/atau memainkan alat musik; Spasial, minat terhadap seni menggambar atau melukis; Kinestik, kesukaannya pada gerak/seni tari; dan yang terakhir, Naturalis, minatnya pada binatang atau alam.
Dari keempat aspek tersebut, banyak di antara ADS yang menekuni bidang musik. Dan, pada kesempatan yang sama Dian HP musisi yang peduli pada pendidikan ADS pun punya pengalaman sendiri dalam menangani dan mendampingi mereka untuk mengasah bakat pada bidang musik. Anak-anak DS ini, kata Dian HP, suka sekali mendengar irama ketukan yang beraturan. Yang menarik adalah melihat respon mereka terhadap irama tersebut.
"Baru kemarin ketika audisi (Hari Down Syndrome 2018) saya bersama anak-anak DS lain tengah berada di belakang panggung. Di depan, ada seorang peserta yang memainkan drum (cover) lagu 'We Will Rock You' dengan suara yang keras," kata Dian HP, seraya menceritakan bagaimana ADS memainkan. Tanpa ia sadari, para peserta lain yang tengah menunggu di belakang panggung menirukan ragam reaksi atas tabuhan drum tersebut.
"Ada yang ikut memeragakan seakan ia sedang main drum, ada yang menirukan seperti vokalis lagu tersebut, dan banyak lagi," lanjutnya. Jadi di belakang panggung pun tidak kalah ramai, lanjutnya.
Dian HP memang sudah lama concern terhadap ADS ini. Awal pertemuannya dengan ADS adalah ketika bertemu dengan temannya, yang kebetulan, memiliki anak dengan down syndrome pada usia 4 bulan.
***
Selain musik, ADS juga diajarkan bagaimana memiliki kreasi pada seni lainnya, yaitu menggambar atau membuat kreasi instalasi. Ada pula Mbak Anggie yang membantu Potads dalam urusan tersebut. Mbak Anggie hanyalah ibu rumah tangga biasa yang, entah kenapa, suka sekali membuat macam-macam craft atau melukis. Ia belajar secara otodidak. Pokoknya tinggal google aja, kata Mbak Anggie. "Atau, lihat pinterest(.com). Banyak sekali contohnya di sana," lanjutnya.
Dan, satu waktu ia diminta --atau ditawari mungkin lebih tepatnya-- untuk membatu ADS ini. Semula ia ragu. Namun secara bersamaan dan tanpa pikir panjang, Mbak Anggie menyanggupinya. Tapi, ada syaratnya: ia ingin kenal dulu dengan para ADS.
Pada pertemuan pertama yang dilakukan Mbak Anggie adalah menemani ADS mewarnai dan menggambar. Sampai pada akhirnya Mbak Anggie merasa nyaman dengan mereka pada pertemuan-pertemuan berikutnya .
Sudah banyak yang dihasilkan, beberapa di antaranya dipamerkan dalam acara Hari Down Syndrome 2018 di Bentara Budaya. Ya. Latar yang dijadikan pengunjung ketika swafoto sebelum acara dimulai adalah hasil dari karya anak-anak down syndrome ini. Mengagumkan.
Hari Down Syndrome Sedunia 2018 ini diselenggarakan POTADS yang bekerja sama dengan Kompas Gramedia dan Bentara Budaya Jakarta. Serta didukung oleh beberapa pihak swasta dan pemerintah.Â
Down Syndrome merupakan suatu bentuk kelainan kromosom yang berdampak pada keterlambatan pertumbuhan fisik dan mental anak. Â Anehnya, sampai sekarang, masih saja ada yang melihat ADS dengan stigma negatif. Seakan tidak ingin memahami tapi terlebih dulu sudah membenci. Bahkan bukan saja orang lain, beberapa juga dilakukan oleh orangtua ADS itu sendiri. Tentu ini menyedihkan.
Dan, barangkali, untuk itulah POTADS hadir. Mereka mendapingi sekaligus mengedukasi orangtua agar supaya tidak patang arah. Hal pertama yang selalu disampaikan POTADS bila bertemu orangtua yang baru memiliki keterunan ADS adalah mengajak orangtua tersebut untuk mengubah mindset terlebih dulu.
Bahwa tidak ada yang salah dengan memiliki keturunan ADS. Ia adalah anugerah. Dan yang lebih penting, tidak perlu merutuki diri sendiri, mencari kesalahan atau dosa apa yang telah diperbuat pada masa lalu. Sungguh, itu tidak mengubah apa-apa. Percaya dan (cukup) yakini: Tuhan hanya menitipkan anak spesial untuk orangtua (yang) spesial.
***
Ada 5 cara dalam menangani ADS. Pertama, tetap beri perhatian dan kasih saya dari orangtua, juga lingkungannya. Tidak perlu dikucilkan. Sebab mereka sama dengan anak lainnya. Kedua, terapi atau stimulasi sejak dini. Seperti yang telah dijelaskan di atas, banyak cara sebagai pendekatan kita, beri anak-anak DS ini kesempatan untuk mengekspresikan diri. Selebihnya, jaga dan awasi.
Ketiga, beri asupan makan dengan gizi seimbang. Keempat, hargai dengan memberi ucapan atau ungkapan jika ADS telah melakukan suatu hal. Kelima, diperlukan pendampingan yang terus menerus untuk penyandang Down Syndromememahami nilai-nilai yang ada di masyarakat. Semoga untuk yang terakhir ini bisa dipilih dan pilah: mana nilai yang baik untuk ADS. Karena, biar bagaimanapun, tidak selamanya nilai yang berlaku di masyarakat pada umumnya selaras dengan kebutuhan penyembuhan ADS.
Rangkaian acara Hari Down Syndrome hari itu (Sabtu, 24/03) ditutup dengan meriah. Anak-anak dengan Down Syndrome senang bertemu dengan teman lainnya di sana. Para orangtua saling berbagi cerita dan pengalaman kepada orangtua lain tentang bagaimana cara mereka merawat anaknya. Tamu-tamu lain ada yang kemudian semakin dekat dan mengenali ADS; mengajaknya berbincang dan bermain bahkan.
Suasana mencair dengan hangat dan akrab. Di luar masih hujan rupanya. Saya berkeliling mengelilingi satu-per-satu karya yang dipamerkan. Memerhatikannya seakan saya adalah seorang kolektor lukisan atau seni rupa. Perhatiannya saya tertuju pada lukisan Yutika Zakiya: laki-laki berkumis tebal dengan tugu monas dan gedung-gedung bertingkat di belakangnya. Entah apa maksud lukisan itu, saya sendiri tidak mengerti. Yang jelas pada keterangan lukisan tersebut Yutika Zakiya berpesan: "tekuni yang kamu suka." (hay)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H