Fisikawan besar asal Inggris, Stephen Hawking, meninggal dunia pada Rabu (14/3/2017) di usia 76 tahun. Semasa hidupnya ia banyak menyumbang pengetahuan seputar teori kosmologi dan mekanika kuantum. Sosok Hawking juga dikenal dengan "teori segalanya", yang berpendapat jagat raya berkembang menurut hukum yang pasti. Dari teori ini lah kisah Hawking semasa hidupnya difilmkan dengan judul The Theory of Everything.
Pada film itu penonton dapat mengenal Stephen Hawking bukan seputar penemuannya, tapi juga bagaimana perjuangannya melawan keterbatasan fisik karena penyakit syaraf motorik. Dokter juga memperkirakan usianya tak lebih dari dua tahun. Setelah itu dia mulai merasa tak berdaya dan mulai kesulitan melangkah.
Namun Hawking tak sendirian melawan penyakitnya. Adalah Jane Wilde seorang mahasiswi seni dan sastra yang prihatin melihat kondisi Hawking dan memutuskan berbagi penderitaan dengannya. Dia kemudian mengambil langkah penting dalam hidupnya, menikah dengan Hawking dan merawatnya.
Menurut Dewi Puspasari dalam artikelnya berjudul "Theory of Everything", Kisah Hawking Menciptakan Teori Fenomenal.Film ini mengingatkannya akan film sejenis, a Beautiful Mind, yang juga mengisahkan sosok istri untuk mendukung suaminya dalam kondisi apapun hingga menghasilkan penemuan mengagumkan.
Dia menilai sosok Jane sangat memegang peranan dalam hidup dan kesuksesan Stephen Hawking. Namun konflik yang dialami Jane di sini nampak lebih kompleks, di mana di satu waktu dia merasa fisik dan emosinya tak mampu lagi merawat Hawking.
Pernyataan Kontroversi Hawking
Selain dikenal lewat film, sosok Hawking juga dikenal lewat pernyataannya yang dinilai kontroversial oleh berbagai kalangan. Salah satu masyhur adalah soal pandangannya bahwa alam semesta tercipta dengan sendirinya (came out of nothing). Pandangan tersebut juga dia tuangkan pada sebuah buku berjudul The Grand Design --bersama Leonard Mlodinow.
Menurut Michael Sendow dalam artikelnya berjudul Hawking, Benarkah Alam Semesta Tidak Diciptakan Siapapun?, buku karya Hawking dan rekannya itu mendekati sempurna secara ilmu pengetahuan. Terlebih lagi buku tersebut mendapat dukungan dari ilmuwan lain. Hingga pada bagian akhir buku mempertanyakan keberadaan Tuhan, "Jika ternyata alam semesta tercipta out of nothing, di mana peran Sang Kreator?". Hawking menjawab ,"One can't prove that God doesn't exist, but science makes God unnecessary".
Menanggapi hal ini, Michael berpendapat ilmu pengetahuan dan agama akan tetap saling membutuhkan. Walaupun mereka bertolak belakang secara ide dan prinsip, serta konsep, tapi mestinya tujuan mereka harus tetap sama; menyejahterakan manusia.
Ilmu pengetahuan tidak perlu menolak secara absolut keberadaan Tuhan. Sebab ada hal-hal yang diakui secara ilmu pengetahuan dibuktikan juga oleh agama. Berlaku sebaliknya ada hal-hal tertentu di bidang keagamaan dipastikan secara sahih oleh ilmu pengetahuan. Mengutip apa yang Hawking sendiri pernah katakan, "Intelligence is the ability to adapt to change".Tapi dia juga mengingatkan kita untuk tidak menutup sebelah mata tentang kemungkinan keberadaan Tuhan.
Suka Humor